Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Sudah enam bulan Ryujin dan Lia menjalin hubungan asmara. Tentu banyak masalah yang menghampiri, namun keduanya bisa mengatasi permasalahan itu dengan baik. Kedua orangtua Ryujin pun sudah tahu. Tak jarang Lia diajak pergi jalan-jalan bersama keluarga mereka.
Sebentar lagi, keduanya akan menduduki bangku perkuliahan. Lia sudah mantap dengan kampus pilihannya di daerah Serpong, sementara Ryujin masih bimbang. Beberapa waktu lalu, perwakilan dari sebuah lembaga pendidikan datang ke sekolah Ryujin. Pihak mereka menawarkan beasiswa pada Ryujin untuk kuliah di Belanda. Semua dibiayai, termasuk uang saku. Ada tiga jurusan yang ditawarkan, yaitu hukum, bisnis manajemen dan sastra Belanda. Ryujin cukup memilih, ia bisa langsung masuk. Namun syaratnya, Ryujin harus mau ikut dalam tim basket kampus. Syarat yang cukup simpel. Namun beratnya, ia harus meninggalkan keluarganya dan Lia.
Ryujin belum memberitahu Lia. Ia tidak mau Lia memikirkan hal itu. Ia juga tidak yakin, bahwa Lia akan bisa bertahan dengan hubungan jarak jauh. Setiap Ryujin ingin memberitahu pada Lia, lidahnya selalu terasa kelu. Kata-katanya seakan tertahan di tenggorokan.
Ryujin membaca surat undangan beasiswa dari lembaga pendidikan yang kemarin mendatangi sekolahnya. Ia mendesah frustasi. Kalau ia menerima beasiswa itu, ia hanya punya waktu tiga bulan sebelum berangkat ke Belanda.
Berpisah dengan Lia, bukan hal yang ia inginkan.
"Kak?"
Ryujin tersadar dari lamunannya. Matanya melirik ke arah pintu kamarnya yang dimana sudah ada Lilo disana. Ryujin tersenyum kecil, "Ya, Pap?"
Lilo perlahan memasuki kamar Ryujin. Ia duduk di tepi kasur Ryujin. Ryujin menghadap Lilo sembari terduduk di kursi belajarnya.
"So, how's the scholarship? Kamu jadi ambil?" tanya Lilo sembari menatap surat berlogo warna biru yang terletak di meja belajar Ryujin
Ryujin menatap surat itu. Ia menelan salivanya. Kedua bahunya naik, pertanda gadis itu masih bimbang dengan keputusannya.
"Lia, kan?"
Ryujin mengernyit, "Maksudnya?" tanyanya
"Yang membuat kamu bimbang."
Nggak salah. Memang benar itu yang menjadi bahan pertimbangan Ryujin.
Melihat raut wajah Ryujin, Lilo mengusap dagunya. Pria itu menghela nafasnya perlahan sembari menyunggingkan senyumnya. Lilo paham, bahwa hal paling menyakitkan adalah ketika memilih antara studi atau cinta.
"College life sucks, Kak. I've been there before. Berpisah dengan orang yang kita cintai adalah hal paling menyulitkan. Dan kalau kamu ngambil beasiswa itu, kisah Papi dan Mami bisa jadi akan terulang kembali."
Lilo menggenggam tangan Ryujin. Ia mengusap tangan Ryujin lembut. Ryujin tahu mengenai kisah orangtuanya. Namun ada dua kemungkinan. Antara Ryujin bisa kembali lagi bersama Lia, atau Ryujin harus mengakhiri hubungannya dengan Lia.
"Hei," Lilo menatap Ryujin dalam-dalam
"Pikirkan baik-baik. Kesempatan tidak datang dua kali, Kak," kata Lilo
"Dan cinta yang tepat tidak datang dua kali, Pap."
"Tapi cinta yang tepat akan kembali, sejauh apapun ia pergi."
Ah, iya juga.
"Papi loves you, Kak. Apapun keputusan kamu, Papi tetap bangga dan senang punya anak seperti kakak."
Setelah berbicara, Lilo langsung beranjak meninggalkan Ryujin sendirian di kamar itu. Pikirannya semakin berkecamuk. Siapa sih yang tidak mau kuliah dengan beasiswa seratus persen di Belanda? Apalagi dengan syarat yang begitu mudah menurutnya.