Tentang ber-se.rah | Jilid II

38 3 0
                                    

Selasa, 30 November 2021

Beberapa tahun ku kebalkan hati, tak menerima siapapun. Entah sudah sebaik apa mereka kepadaku tetap tak ada yang bisa memasuki duniaku.
Lalu, kau datang. Tanpa pernah ku tahu.
Dinding yang ku bangun sekian lama runtuh dengan sendirinya. Aku heran pada diriku sendiri, begitu cepat kau memasuki duniaku.

Sungguh, tak pernah ku temui laki-laki selembut dirimu. Mungkin, bukan hanya aku yang menyayangimu. Ada begitu banyak perempuan, pasti. Mengetahui aku tak bisa bersaing dengan banyak perempuan itu. Membuat aku memilih jalan ini. Dalam diam ku langitkan kebaikan untuk seluruhmu, sisanya aku beserah kepada Allah untuk apapun hasil akhirnya.

Begitupun aku telah belajar ikhlas untuk menerima semua yang harus jadi konsekuensinya. Mungkin proses-prosesnya akan sulit, karena tidak pernah mudah bagiku untuk baik-baik saja setelah kau dengan mudahnya masuk ke dalam duniaku. Betapapun aku menginginkan kamu disini; kalimatmu tentang "Jangan terlalu menunggu" atau "Jangan berharap lebih akan hal itu" membuat aku kembali menyusun kepingan hatiku. Aku tidak patah karena kita akhirnya punya jeda untuk saling lebih baik, aku hanya patah karena aku ternyata sudah begitu banyak memberimu kesalahan. Sehingga melihatmu merasa bersalah akan aku, membuatku mengambil keputusan untuk berbalik arah darimu.

Bukan karena tidak mencintaimu atau berhenti menyayangimu. Aku hanya mundur agar rasaku tak berlebihan dan tak merepotkan banyak orang. Kau masih jadi penghuni didalam sana. Keputusanku untuk mengiyakan apapun keinginanmu adalah caraku menyayangimu.

Meski tak akan pernah mudah ku jalani, aku akan menangis meraung menyalahkan semesta tentang mengapa kita sama-sama hadir dalam pertemuan itu. Aku akan sesak mengetahui bahwa aku bukan lagi tempat untukmu menentukan pilihan hidupmu, mengetahui bahwa kamu bukan lagi tempat untukku berkeluh kesah dan mengeluh. Demikian lagi tentang rindu, tak perlu kau tahu.

Sungguh, tak pernah benar memang apa yang kita jalani sebelum keputusan final itu.

Tapi, tak pernah juga ku temui seseorang yang bisa meredam amarah anak kecil di dalam diriku, memahami bagaimana caraku membagi suka dan duka, memahami apa yang aku tak suka dan apa yang aku suka. Memahami tentang isi kepala dan seluruhku. Memberi arahan tanpa amarah tentang kecerobohanku. Sungguh, tak pernah ada yang begitu.

Kini, ku biarkan semesta mengambil alih cerita kita. Ku biarkan semesta mengatur takdir kita. Persoalan-persoalan tentang bagaimana aku jika tanpa kamu dan bagaimana kamu jika tanpaku. Kita sudah sepakat untuk saling memberi jeda. Entah jeda itu untuk memberi kita pelajaran tentang keikhlasan karena tak bisa bersama atau tentang doa-doa kita yang didengarkan dan dikabulkan penguasa alam raya.

Aku tak berhenti, rasaku masih.
Hanya saja caranya kini lebih hati-hati.
Jika memang kau untukku, Allah akan jaga rasa ini tetap untukmu. Tapi, jika kau bukan untukku. Biar ku rayu penguasaKu untuk memberiku keikhlasan melepaskanmu.

Jaga diri, hati - hati.
Aku diam, tapi aku selalu memperhatikanmu
Hanya itu caraku menyayangimu.

Bismillah <3

Offender's•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang