Chapter 3

52 7 0
                                    

Prechap :

"Maksud lo, impostor yang datengin Ayana bukan manusia?!"

Moga masih inget ya alurnya, soalnya aku nulis ini karena gak sengaja muncul ide😭 up nya jadi lebih lama dari yang lain, soalnya baru sadar ini story lebih rumit alurnya😭

Happy Reading🥰
.
.
.

Seluruh peserta Novel Who's Impostor telah berkumpul bersama di Mansion Jeno setelah gertakan Yogi di grup.

Arjun dan Justin memandangi satu-persatu figur para pemain, keduanya mengenali semua pemain lelaki disana, mengingat mereka sudah bersahabat selama 5 tahun walau memiliki perbedaan umur yang cukup kentara.

Dua remaja itu mengira jika para pemain adalah seluruh circle pertemanan mereka, keberadaan Yenni dan Wendy sedikit terasa asing—akan tetapi Sinta dan Irene berkata jika keduanya adalah sahabat dan sepupunya.

"Gue bakal to the point, Ayana hampir mati gara permainan ini, dan yang mau bunuh dia bukan manusia tapi monster cumi raksasa."

Semua anggota yang ada di dalam ruang keluarga Mansion Jeno membisu dalam keheningan, tidak berani menyangkal atau berdebat, melainkan menunggu kalimat selanjutnya.

"Gue yakin, LadyAria gak bakal berhenti disini, satu-persatu dari kita perlahan bakal dibunuh, entah karena alasan apa—yang pasti, untuk bertahan di permainan ini, kita harus tetep tinggal bersama, jangan sampai makhluk misterius dari permainan itu bunuh teman kita." usul Yogi.

"Apa lo gak salah liat bang? Kita hidup di jaman modern, gak mungkin kan kalau ada Cyclops hidup di daratan! Candaan lo gak lucu! Ngotak dikit lah!" Sandy si penggemar film fantasi dan human centipede angkat bicara.

Rahang Yogi seketika mengeras, raut wajahnya berubah masam, "Apa lo liat muka gue lagi bercanda?" ungkapnya marah.

Suasana ruangan itu kembali hening, Eugenia lalu berbicara, "Yang dibilang sama Bang Yogi bener, Gue, Justin, Theo, dan Ayana hampir jadi korban —mungkin kita gak sengaja terlibat permainan deepweb berkedok novel."

Eugenia pun mengambil kamera Dash cam mobil dodge punya Yogi dan menghubungkannya dengan smartphone. Video berdurasi tujuh menit itu hanya ditonton separuh, sekedar memperlihatkan bukti bahwa permainan ini nyata.

Wajah-wajah skeptis dari para pemain, seketika berubah drastis— ekspresi terkejut, takut, sekaligus ngeri bercampur menjadi satu.

Namun ada satu pemain yang hanya diam sembari mengamati tanpa ekspresi—seolah kejadian yang baru saja terputar dalam rekaman adalah hal yang biasa terjadi.

Dia, Wendy Achazia.

"Kalaupun tinggal bersama, rumah siapa yang mau dijadiin markas? Dan gimana sama orang tua kita? Sekolah? Ngampus? Les? Dan lain-lain. Ortu kita juga bisa dalam bahaya sekarang." sahut Mira Si peraih juara satu angkatan IPS.

"Gue juga harus kerja dan sering lembur juga." Hao pemuda keturunan tiongkok ikut menambahkan.

Arjun si jenius IQ 148 mengerutkan alis dalam, seraya memikirkan titik terang permasalahan.

"Gimana kalau gini, untuk hari senin sampai jumat, kita tetap ngejalanin hidup masing-masing, kalian yang berada di satu lingkup sekolah dan universitas usahain selalu jalan barengan buat jaga-jaga."

"Sebelum permainan dimulai, harap semua kumpul di Mansion Jeno— Jeno, lo gak masalah kan?" tanya Arjun memastikan, Jeno pun membalasnya dengan acungan jempol pertanda ia setuju.

Death ChatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang