Chapter 2

54 6 7
                                    

Prechap :

"Apa gak terlalu berlebihan, Kak?" tanya Theo.

"Kita harus waspada.. Karena.. Ayana bilang, orang yang berusaha dobrak rumahnya rupa dan fisiknya bukan kayak sosok manusia."

.
.
.
.

Happy Reading 😊
.
.
.

Mobil yang di kendarai Eugenia telah sampai di depan gerbang rumah Ayana. Theo menurunkan kaca jendela mobil sedikit mengamati keadaan sekitar.

Tidak ada yang aneh menurutnya— pekarangan serta teras rumah Ayana masih dalam keadaan utuh dan sama sekali tidak ada tanda-tanda penyerangan paksa.

"AAAAAHHH TOLONG! TOLONGIN GUE! SIAPAPUN! TOLONG GUE!"

Namun spekulasi tersebut dipatahkan kala suara jeritan Ayana disertai bunyi benda pecah belah yang terlempar memenuhi seluruh isi rumah.

Justin dan Eugenia bersiap dengan senapan serta amunisi dalam dalam saku, sementara Theo memegang tongkat baseball serta Katana di belakang punggung.

"Kak Eugene jaga diluar, Gue sama Kak Theo bakal masuk ke dalam." interupsi Justin, dan kemudian mereka bertiga berpencar.

Justin akan membuka pintu masuk pintu rumah Ayana, akan tetapi di cegah Theo, "Biar gue yang buka pintunya, lo tetep dibelakang gue."

"Lo emang bisa berantem? Lo kan goblok!"

"Hei.. Ngeremehin nih adek kelas, udah diem! Masalah hajar menghajar Theodore Brilliant Tama ahlinya."

"Bacot, masuk sono!"

Pintu kayu jati bercat putih dengan aksen ukiran flora itu sedikit ternoda hitam, baunya sangat busuk dan amis, awalnya ia mengira itu bekas air pupuk yang menempel, namun, apabila di lihat secara seksama—noda hitam itu ternyata adalah tinta yang biasa ditemukan di tubuh cumi-cumi.

Gagang pintu bundar berlapis pelitur emas itu diputarnya perlahan, sinar matahari berangsur merangsek masuk, kepala Theo menyembul kecil mengamati keadaan rumah.

Bau busuk mendadak menyebar bagaikan wabah, aromanya hampir sama dengan noda hitam di pintu, tapi kali ini intensitasnya semakin banyak dan menguat.

"Sial, amis banget lagi! Macem kapal nelayan." gerutu Justin.

Theo masuk ke dalam terlebih dahulu, Justin mengekor di belakangnya— belum ada 10 langkah menapak lantai marmer, sepatu merk mahal yang mereka pakai menyentuh sesuatu cairan berlendir berwarna hitam.

"Ow—shit!" umpat Justin, yang dipakai adalah sepatu favorit nya, noda hitam seperti ini akan hilang dalam tempo waktu lama.

'PRANG'

Sebuah guci keramik terjatuh dari lantai dua hampir mengenai Theo, keduanya reflek memandang kearah atas, sekilas iris mata mereka menangkap kelebatan tentakel raksasa.

Tanpa berpikir panjang, dua remaja itu berlari ke atas melalui tangga melingkar hingga sampai di depan sebuah pintu yang terbuka sedikit, bertuliskan 'Ayana's Room' berbalur cairan hitam.

Theo yang memegang tongkat baseball kini menggantinya dengan katana milik sang kakek, matanya mengintip terlebih dahulu melalui celah pintu, dan betapa terkejutnya ia kala mendapati — Seekor monster cumi-cumi raksasa mencekik leher Ayana, berusaha melempar gadis itu keluar jendela.

Dahi Theo berkerut tajam, sorot matanya fokus, kaki kanannya menendang kusen pintu, remaja lelaki itu berlari ke dalam melompati tentakel di atas lantai ; kemudian mengangkat katana-nya tinggi, dalam sekali tebas, tentakel yang mencekik leher Ayana terpotong.

Death ChatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang