Chapter 1

69 10 5
                                    

Warning ⚠️‼️contains harsh words, violence, murder, and lgbt+

Mungkin bakal banyak yang akan merasa jijik akan konten lgbt.

Udah aku peringatin dari awal, jika tak berminat silahkan leave, saya tidak akan memaksa anda menyukai cerita ini.

Happy Reading😘
.
.
.
.

"Justin, bentar lagi Lo ultah ya?"

Remaja yang dipanggil Justin itu menoleh kebelakang, disana Eugenia kakaknya tengah berkutat dengan berbagai macam pisau berbeda ukuran dan seekor kucing anggora putih yang entah ke berapa, telah termutilasi dengan bentuk yang simetris.

"Emang sekarang tanggal berapa?" tanya Justin. Eugenia mengambil ponsel diatas nakas, mengecek tanggal hari ini.

"19 Agustus."

"Masih lama bego!" sahut Justin.

"1 september tinggal 12 hari lagi, cepet itu."

Justin kemudian mengalihkan pembicaraan kearah topik lain. Karena Ia selalu percaya jika membicarakan tentang Ulang Tahunnya akan membawa kesialan.

"Lo abis nyulik kucingnya Pak Edi ya?"

"Ngawur! Pak Edi mana punya kucing!"

"Dia minta gue cariin kucing anggoranya yang baru beli kemarin," ucap Justin seraya melepas sarung tangan lateksnya, Ia merasa bosan membedah tubuh katak.

"Oh.." jeda, Eugenia menatap polos kearah potongan tubuh kucing di hadapannya, "kucingnya udah ke potong nih, mau diapain? Dibalikin ke Pak Edi langsung apa dimasak dulu jadi pepes?" lanjutnya.

Justin mencuci kedua tangannya hingga bersih seraya terkekeh kecil, "Lo emang sinting."

"Makasih loh pujiannya," kata Eugenia acuh.

Justin kemudian mengambil salah satu persediaan soda kalengan dalam kulkas, menenggak rakus minuman berkarbonasi itu seraya melepaskan kacamata silinder yang mengganggu dan meletakkan benda tersebut diatas meja.

"Lo gak takut si Aming tau, kalau pacarnya tukang mutilasi kucing?" tanya Justin, Eugenia menghentikan kegiatannya, kemudian menatap sang adik dengan senyum manis serta raut wajah ceria.

"Dia udah tau kali, malah Si Aming rela beliin gue lima kucing dua hari lalu," jawab Eugenia.

Justin menghela napas, padahal kakaknya ini gila, tapi anehnya Aming sangat bucin padanya.

Dalam ruangan bawah tanah berukuran 4 x 6 meter itu terjadi keheningan beberapa saat. Tak lama kemudian, Justin mulai membuka suara, "Gue jadi kepikiran Bang Hao."

Iris mata Eugenia memicing, lalu terkekeh kecil dan meletakkan pisau daging serta penggaris yang digunakan ke atas potongan tubuh kucing. Kursi putar yang di duduki berpindah arah pada Justin.

"Sejak kapan lo peduli sama orang lain?" sindirnya, Justin merotasi kedua mata, padahal ia hanya ingin tau, karena Penulis LadyAria sepertinya cukup berbahaya.

"Jawab aja."

"Udah diurus sama Bang Stefan sama Arjun, Bang Hao sekarang udah dibebasin dari penjara soalnya gak ada bukti dia bersalah."

Justin mengangguk, kemudian ponsel dalam saku jas kanan lab-nya berbunyi secara beruntun, pertanda pesan masuk. Ia segera mengambil ponsel tersebut dan menyalakannya, terdapat beberapa notifikasi pesan dari Theo yang membuat senyumnya terulas manis.

Death ChatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang