Bab 3: Permintaan Pertama Sang Grand Duchess.

633 132 3
                                    

Bacanya sambil dengerin lagu diatas biar dapat vibe-nya.

Selamat membaca dan jangan lupa vote ya!

*****

Seusai membaca surat tersebut, Beatrice langsung menuliskan surat balasan untuk Austine. Diambilnya kertas, tinta, dan pena yang ada diatas meja. Tangan Grand Duchess muda itu bergerak anggun, membubuhi kertas tersebut dengan huruf-huruf kekaisaran itu. Ingatan masa lalu Beatrice benar-benar membantunya untuk beradaptasi dengan dunia tersebut. Siapa juga yang akan menolak beradaptasi didunia ini jika hidup sebagai bangsawan kelas atas nan kaya raya.

Setelah selesai menulis, Beatrice membaca ulang surat tersebut. Isi surat itu adalah balasan untuk Austine. Beatrice berpesan akan mengunjunginya minggu depan, sekalian akan membawakan sang putri sebuah hadiah—gaun buatannya. Setelah merasa puas dengan tulisannya, Beatrice langsung melipat lalu memasukan surat itu kedalam amplop berwarna merah.

Tak lupa membubuhi amplop itu dengan stempel lilin berlambang palu yang dililit oleh sulur mawar liar yang berduri dan bunga aster kering terselip diantara stempel lilin tersebut. Ia bahkan menyemprotkan minyak wangi dengan wangi mawar pada surat tersebut. Well, walaupun wangi mawar bukanlah kesukaannya, tetapi hanya minyak wangi jenis itu yang ia punya. Ingatkan Beatrice untuk membeli minyak wangi baru saat belanja nanti.

Tangan lentiknya meraih lonceng yang ada didekat ranjangnya. Tak lama terdengar suara pintu terbuka, menandakan seseorang telah masuk kekamarnya. Tanpa melihat orang yang masuk pun, Beatrice sudah tahu siapa yang sudah memasuki kamarnya.

"Apa ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?" ujar Connor dengan kanan berada diatas perut.

Beatrice menyodorkan surat tersebut kepada Connor. Sang kepala pelayan menerima surat itu dengan hati-hati. Diperhatikannya amplop berwarna merah tersebut lalu beralih melihat Beatrice yang tengah menatapnya datar. Perasaannya saja, atau majikannya ini semakin dingin setiap menitnya.

"Antarkan surat itu langsung ke Tuan Putri," ujar Beatrice singkat.

"Baik, Yang Mulia. Segala perintahmu akan hamba laksanakan."

Saat Beatrice berbalik untuk duduk dimeja kerjanya. Connor langsung berjalan kearah pintu keluar, namun baru ingin meraih gagang pintu. Suara Beatrice kembali terdengar, hendak memanggilnya. "Connor."

"Apa ada yang bisa saya bantu lagi, Yang Mulia?" tanya Connor sopan.

"Apa Tuan Grand Duke ada di ruang kerjanya?"

Sebelah alis Connor terangkat saat mendengar pertanyaan nyonyanya itu. "Tuan Grand Duke ada di ruang kerjanya, Yang Mulia," Connor lebih memilih menjawabnya dengan penuh kesopanan.

Beatrice mengangguk singkat, "lanjutkan kembali tugasmu."

Tanpa membuang banyak waktu, Connor kembali membungkuk hormat. Lalu keluar dari kamar sang nyonya, mengantarkan surat tersebut ke Austine.

Beatrice sendiri bersandar pada meja kerjanya. Otaknya berputar, memikirkan bagaimana cara menyampaikan permintaannya pada sang suami nanti. Jika permintaannya ditolak nanti, haruskah dirinya menentang atau tetap menurut seperti Beatrice terdahulu. Beatrice terdahulu tidak pernah meminta apapun pada Darren. Namun Darren sering memberinya perintah dan Beatrice selalu menurutinya sebagai istri yang baik. Atau dianggap bawahan oleh Darren.

Tetapi terserahlah, Tris tidak peduli. Dia hanya akan memperalat balik Darren, seperti Darren memperalat Beatrice untuk mendapatkan gelarnya. Setiap hubungan harus saling menguntungkan, bukan?

BEATRICE: The Red DamascusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang