Bab 6: Mengangkat Seorang Putri.

561 125 14
                                    

Bacanya sambil dengerin lagu diatas biar dapat vibe-nya.

Selamat membaca dan jangan lupa vote ya!

****

Selama didalam kereta, Beatrice memberikan banyak pertanyaan pada Colette. Seperti mengapa ia bisa berakhir dijalanan dan latar belakangnya. Beatrice sangat penasaran, bagaimana bisa gadis kecil ini memiliki kekuatan yang amat langka?

Gadis kecil itu menjawab dengan polos sembari memakan roti ikan berisi krim vanila. Dengan jujur ia menceritakan segala aspek kehidupannya selama ini. Bahkan sempat menangis ketika menceritakan hidupnya selama ditempat perbudakan.

Selama ditempat itu, Colette dipukuli jika membuat kesalahan yang amat kecil. Terkadang dicambuk dengan alasan membuatnya lebih disiplin dan patuh. Hati Beatrice terenyuh ketika Colette menunjukkan lima hingga delapan luka sabetan memanjang yang telah mengering dipunggungnya. Anak kecil itu harus mendapatkan kekerasan verbal yang sudah pasti akan merusak mentalnya saat beranjak remaja nanti.

Bahkan saat makan di kafe tadi, Colette terlihat ketakutan saat melihat manajer kafe mendatangi Beatrice. Colette tampaknya trauma dengan pria berperut buncit. Karena kemungkinan pemilik tempat perbudakan itu seorang pria berperut buncit.

Tangan Beatrice mengelus kepala Colette pelan lalu menarik gadis kecil itu kedalam pelukannya. Gadis kecil itu terperangah sebelum akhirnya menangis lagi sambil membalas pelukan Beatrice dengan erat. Ia merasa bersyukur sekarang memiliki seorang ibu yang baik dan lembut kepadanya.

"Mulai sekarang panggil saja Mama. Kamu anak Mama sekarang," ujar Beatrice sembari menepuk-nepuk punggung mungil itu dengan pelan. Takut menimbulkan rasa sakit bekas luka cambuk dipunggung rapuh itu.

"Y-yes, Mama ...." Ia kembali terisak saat mengucapkannya.

Beatrice yang tak mampu melawan atmofer kesedihan, juga ikut menetaskan airmata. Hanya meneteskan, tidak menangis. Perlahan, jemari-jemari lentik Beatrice mengelus puncak kepala Colette, menenangkan gadis kecil tersebut. Colette berangsur-angsur tenang dan berhenti menangis.

Ia memasukan roti ikannya yang tinggal sesuap langsung kedalam mulut. Pipi gadis kecil itu mengembang  seperti tupai saat mengunyah roti, membuat Beatrice gemas. Gadis berambut merah itu terkekeh pelan melihat tingkah putri angkatnya itu.

Tak lama kemudian, kereta kuda berhenti berjalan. Menandakan mereka telah sampai ke tujuan.

*****

Colette terus mengangkat kepala dan membuka mulut kagum semenjak ia memasuki grand duchy. Baru berada diruang tamu, matanya telah disuguhi dengan ornamen rumit berwarna emas dan barang-barang mahal yang menghiasi ruangan tersebut. Ia tak peduli walau telah dipelototi oleh pelayan yang berasal dari kalangan bangsawan.

"Mengapa Grand Duchess membawa pengemis kemari?"

"Entahlah, kurasa dia menjadikan tempat ini sebagai panti sosial."

"Tch, dia mengotori tempat suci ini."

Beatrice memelototi para pelayan perempuan itu, membuat mereka menundukkan kepala. "Yang kalian hujat itu putri angkatku, mengerti?" ujarnya tajam.

"Apa maksudmu dengan putri angkat, istriku?"

Bola mata Beatrice memutar malas. Ia membalikkan tubuh, mendapati Darren berdiri menjulang dibelakangnya. "Kita bicarakan di ruang kerja Anda, Yang Mulia."

Ia kemudian menyerahkan Colette pada Lena, Ollie, dan Kara untuk membersihkan diri. Alasan ia lebih memihak pelayan dari rakyat jelata daripada bangsawan, karena takut Colette akan diperlakukan tidak baik. Sebelumnya ia juga menyuruh Connor untuk membersihkan kamar tamu.

BEATRICE: The Red DamascusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang