Part 3

22 6 0
                                        

Beberapa saat kemudian aku dan Alex selesai menikmati sarapan pagiku dan kini ia mengajakku jalan-jalan di sekitara area menara Eiffel yang indah itu. Bagiku itu sudah biasa saja karena setiap hari aku berangkat kerja selalu melintasi area itu.

"Kamu beneran akan kembali ke Thailand?" Tanyanya.

"Iya, masa pertukaran pelajarku sudah selesai jadi aku harus kembali dan lagi pula aku udah ada tabungan berkat kerja di starbucks." Balasku.

"Aku bakalan ngerasa sendirian dong."

"Kan masih ada Grace dan Brandon."

"Lantas kau akan meninggalkan Grace juga? Bukankah kalian berdua berpacaran?"

"Uhmm .." Aku berdengung bingung lalu berhenti melangkah, kami berdua berhenti dan saling berhadapan "Kami berdua tidak pacaran, Grace memang suka padaku. Tapi kita beda keyakinan, kita beda agama." Ujarku.

"Oh, jadi ini persoalan beda agama." Balasnya, "Kalau misal aku suka padaku sepertinya gak bisa, ya?" Sambungnya.

"Maksudmu?" Tanyaku

"Aku suka padamu."

Dan hal itu membuatku diam seketika.

"Aku tidak tahu apakah aku waras atau tidak, yang jelas saat kau berada bersamaku aku merasa nyaman. Aku juga cemburu saat melihatmu begitu dekat dengan Grace, tapi aku tidak seberani apa yang aku bayangkan sendiri." Ujarnya.

Aku hanya bisa terdiam tak berani menjawabnya, melihatku diam saja Alex bertanya kepadaku "Kok diam? Kau tidak suka padaku?"

Siapa yang tak suka, kau itu tampan, tegap, tubuhmu juga bagus, putih, bibirmu juga merah, banyak yang suka padamu tapi aku memang tak bisa, itulah yang dikatakam hatiku.

"Maaf kalau semua yang ku katakan tadi membuatmu terkejut atau jijik, tapi aku hanya ingin kau tahu apa yang aku rasakan selama ini saat bersama denganmu."

"Kau ingat saat aku menangis malam itu?Aku butuh kamu untuk menjadi tempatku bersandar dan berteduh saat aku menangis. Aku tidak ingin kehilangan seseorang yang bisa menghapus air mataku hanya karena cinta sepihak."

"Maksudmu?" Tanya Alex.

"Kalau kita pacaran, terus kita putus .. aku yang bakalan kehilangan orang kayak kamu."

"Yaa .. kalau kita kita ga usah putus."

"Suatu hari pasti ada kata putus diantara kita, apalagi dalam hubungan seperti ini. Kita memang ditakdirkan untuk bersama-sama tapi bukan sebagai pasangan kekasih, lex. Dan aku gak mau kehilangan seseorang yang berarti seperti kamu di dalam hidup aku."

"Oh, jadi itu. Kamu butuh aku cuma buat hapus air mata kamu dan bikin kamu bahagia?" Ucapnya cukup menyesal sambil menundulan kepalanya, namun ketika ia menatapku lagi dengan mata kecewanya itu ia berkata "Aku bukan badut, Tee."

Sontak hal itu cukup menusuk hatiku, perih, dan membuatku mati terbungkam.

"Aku bukan badut untuk seseorang yang sedang patah hati supaya dia bisa melupakan apa yang udah terjadi. Aku memang ingin buat kamu bahagia supaya kamu tahu kalau aku benar-benar tulus menyukaimu. Aku akan jaga kamu, aku akan lindungi kamu, dan aku akan buat kamu bahagia kapanpun ..."

"Yasudah kalau begitu cukup jadi sahabat aku saja." Sahutku yang memotong perkataannya sambil berusaha menggenggam tangannya.
Setelah aku menggenggam, ku angkat sejajar dengan bahu lalu ku kepal dengan kedua tanganku dan menciumi tangannya sembari air mataku terus mentes sedari perkataannya yang menusuk hatiku.

"Cukup jadi sahabat aku ... kamu udah buat aku bahagia. Aku benar-benar tidak ingin kehilangan kamu, karena cuma kamu yang aku punya. Cuma kamu, lex. Kamu udah jadi milik aku, dan aku tidak ingin kehilangan kamu. Kamu berarti untuk aku, kamu pelangi ku. Jadilah pelangi yang indah untuk aku setelah hujan turun. Karena cuma kamu ... Yang bisa hapus air mataku setelah hujan itu redah. Karena cuma kamu yang bisa membuat hari-hariku cerah setelah pelangi itu hilang."

It's Last TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang