4. Pesan tersembunyi

390 72 24
                                    

Sepasang kaki berjalan di bawah gerimis, melompat-lompat kecil saat genangan air yang di lewati cukup panjang. Mantel dan sepatu bot anti airnya melindungi Kisaki dari hujan, beberapa kali bocah itu berteduh menghindari hujan deras. Sekolah sudah berakhir sekitar dua jam yang lalu, namun hujan menghambat si bocah untuk pulang.

Sesekali Kisaki melompati genangan air sambil bersenandung ria, cuaca dingin dan langit yang tak bersahabat sama sekali tidak mengganggu perasaan senangnya. Hari ini Kisaki mendapatkan nilai bagus dari ujiannya yang di adakan minggu lalu, anak itu tidak sabar menunjukkannya pada Shuji dan nenek.

Ketika sedang membayangkan dirinya yang di banggakan, tiba-tiba hujan kembali deras, cepat-cepat ia berlindung di halte bus yang tengah ia lewati. Musim dingin mengakibatkan desa yang mereka tinggali semakin sepi, orang-orang tentunya lebih memilih meringkuk dalam selimut mereka yang hangat.

"Dingin" uap keluar dari mulut Kisaki saat bocah itu berbicara.

Syalnya ia eratkan agar dapat menghangatkan dirinya, jarak ke rumah tidak jauh lagi. Namun hujan tidak membiarkan bocah itu sampai lebih cepat.

"Tetta!" dari kejauhan Hanma berlari menuju ke arahnya.

"Shuji?" gumam Kisaki heran lantaran Hanma tidak memakai payung.

Kala Kisaki mendekat, Hanma langsung memeluknya dalam dekapan. Begitu erat, Kisaki bisa merasakan dari raup napas Hanma, sepertinya pemuda tersebut sudah berlari cukup lama.

"Shuji kenapa?" tanya sang bocah sembari mengusap punggung Hanma.

"Nenek bilang kau belum pulang, saat aku menelpon ke sekolah mereka mengatakan kau sudah pulang dua jam lalu. Karena cemas, aku pergi mencarimu" Hanma menatap anak itu lekat.

Kisaki mengerti kenapa Hanma begitu mencemaskannya, kejadian beberapa minggu lalu masih membekas di benak mereka berdua. Hanma takut Kisaki akan di bawa oleh ayahnya lagi, dia sangat takut Kisaki kembali pada sang ayah.

"Hujannya deras, aku lupa bawa payung. Untungnya temanku memberi mantel dan sepatunya saat dia di jemput orang tuanya" ujarnya polos, bocah itu mengusap air hujan yang membasahi pipi Hanma.

"Harusnya Shuji tidak boleh hujan-hujanan, nanti demam lagi" Hanma terkekeh mendengar penuturan Kisaki, di saat seperti ini anak itu masih memikirkan kesehatan orang lain. Padahal Hanma berlari kalang kabut karena dia, mungkin dirinya memang berpikir terlalu waspada.

"Sedang apa di sini, bukannya pulang" Hanma melepaskan pelukannya.

"Hujannya deras, aku tidak bisa jalan"

"Mau ku gendong?" tawaran yang biasa Hanma tanyakan pada Kisaki.

Keduanya pulang ke rumah, menerobos hujan yang masih deras. Kisaki tertawa ketika Hanma bergumam 'cepat' berkali-kali, padahal pria itu sudah basah kuyup untuk apa menghindarinya lagi. Sesampainya di rumah, Hanma dan Kisaki mengganti baju mereka. Tidak lupa si bocah menunjukkan nilai yang dia dapat, reaksi dari nenek dan Hanma seperti yang di harapkan, Kisaki sangat senang.

.

.

.

Asap rokok di hembuskan, sesekali menyesap batang nikotin di tangannya. Dalam keheningan, otaknya tengah memikirkan kenangan masa lalu dan bagaimana cara untuk membunuh Kiyomasa. Ayah keji itu selalu saja lolos dari pandangan Hanma, sekarang malah Kisakilah yang di incar.

Mendengar suara pintu di geser, cepat-cepat ia mematikan rokoknya. Kisaki tidak suka dengan asap rokok, nenek juga tidak baik dengan hal itu.

"Kenapa pintunya di buka, dingin" Kisaki masuk ke dalam ruang keluarga, ia melihat Hanma sedang menatap halaman rumah.

Stockholm Syndrome [HanKisa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang