6. Takdir pahit

334 65 7
                                    

"Sembilan puluh sembilan"

Kisaki menghitung setiap gerakan push up yang Hanma lakukan, bocah itu berada di atas tubuh Hanma yang sedang berolahraga. Di tangannya ada sebuah buku yang ia baca, kegiatan ini sudah sering mereka lakukan.

"Seratus"

Saat hitungan terakhir di di sebutkan, ponsel Hanma berbunyi. Cepat-cepat Kisaki berjalan ke arah ponsel yang tergeletak di meja lalu memberikannya pada Hanma.

"Baikah, aku akan kesana" si surai dwi warna beranjak dari tempatnya menuju kamar.

Kisaki hanya memperhatikan, sejujurnya dia penasaran kenapa Hanma jadi terburu-buru di hari libur begini, tapi tidak berani bertanya. Saat keluar Hanma sudah menggunakan setelan formal, jas hitam dengan motif garis-garis putih memperlihatkan wibawa yang belum pernah Kisaki lihat sebelumnya. Sarung tangan yang di kenakan juga memiliki motif seperti tato di tangan Hanma, kali ini Kisaki benar-benar bisa percaya kalau Hanma itu kaya.

Menyadari ada yang terus memperhatikannya, Hanma tersadar sekarang ada Kisaki di apartemennya. Kisaki belum pernah melihat setelan formalnya, pasti anak itu sedikit terkejut.

"Mau ikut?" tawaran itu menyadarkan Kisaki dari lamunannya.

"Eh, aku boleh ikut? Shuji mau kerja, nanti aku cuma merepotkan" sejujurnya Kisaki mau menerima tawaran, tapi setelah di pikir-pikir nantinya dia cuma membuat Hanma tidak fokus dalam pekerjaannya.

"Aku hanya mengambil berkas, kau bisa menunggu di mobil kalau takut merepotkan" mendengar hal tersebut Kisaki langsung mengangguk, ia berlari ke kamar untuk mengambil jaketnya.

Saat anak itu sudah selesai, mereka pergi ke salah satu perusahaan yang Hanma pegang. Meskipun ini urusan dunia bawah, tapi sebisa mungkin Hanma menyembunyikannya dari Kisaki. Pria itu masih tidak tega meninggalkan Kisaki sendirian di apartemennya, tidak ada lagi orang yang bisa menjaga Kisaki selain dirinya.

Setelah menunggu lama, akhirnya Hanma kembali ke mobil. Kisaki sudah bosan menunggu di parkiran, ponsel yang diberikan tidak membantunya mengusir rasa bosan.

"Ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Hanma ketika pemuda itu baru saja masuk ke dalam mobil.

Kisaki melirik berkas yang ada di tangan Hanma, amplop besar itu mirip seperti yang sebelumnya ia lihat beberapa hari lalu.

"Apa itu foto mama lagi?" pergerakan Hanma terhenti saat ingin melajukan mobilnya, ia menatap Kisaki kaget.

"Aku tau kau sedang mencari informasi tentangku" pria itu diam, tidak tau ingin membalas apa. Sejak kapan Kisaki jadi tau pekerjaan apa yang Hanma lakukan?

"Kenapa tidak bertanya langsung?" Kisaki mengeluarkan satu foto dari kantongnya, foto itu terjatuh dari berkas yang Hanma bawa beberapa hari lalu.

"Maaf merahasiakannya darimu" iris kuningnya melirik foto yang ada di tangan Kisaki, itu adalah sang ibu dari anak tersebut. Ia jadi merasa bersalah telah menyembunyikan sesuatu dari Kisaki.

"Aku tau Shuji punya alasan, aku juga tidak marah. Tapi aku hanya bingung, kenapa Shuji tidak bertanya padaku?" Kisaki tau Hanma sedang berusaha melakukan sesuatu untuknya, setelah membaca buku harian nenek dia jadi sedikit mengerti.

"Aku tidak ingin membuatmu sedih" bagaimanapun juga si jangkung tau hidup bocah di sampingnya ini tidak pernah baik-baik saja.

"Ibu sudah tidak ada. Setidaknya, tidak ada lagi yang lebih menyedihkan dari melihat orang yang kau sayangi pergi selamanya" ucapan dari mulut Kisaki lagi-lagi menciptakan respon terkejut, kali ini Hanma benar-benar tidak tau apapun soal itu.

Stockholm Syndrome [HanKisa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang