9. Kembali pada kenyataan

333 66 16
                                    

Seorang pria berumur dua puluh lima tahun tengah berdoa di salah satu makam yang berada di pemakaman umum, hari ini adalah peringatan kematian orang yang berharga baginya.

14 februari, hari dimana orang-orang memulai kisah cinta atau merayakan hari kasih sayang bersama orang yang mereka cintai. Namun, hal itu tidak pernah terjadi pada Kisaki. Di tanggal itu, dia harus kehilangan orang yang dia cintai dan mengharuskannya berkunjung ke pemakaman untuk menyapa sebuah batu nisan.

"Bagaimana harimu? Apa semua baik-baik saja di sana?" Kisaki berjongkok untuk meletakkan sekotak coklat di atas nisan.

"Hari ini Kazutora mengurus semua pekerjaanku, padahal aku sudah mengatakan tidak tapi dia terus memaksaku" pria itu tersenyum simpul mengingat Kazutora yang terus memarahinya karena tidak pernah istirahat dari pekerjaan.

"Hari ini aku juga mengunjungi Hanma, dia masih tidur setelah menyelamatkanku dari kecelakaan. Jika si aneh itu terus melakukan hal seenak jidat aku akan memecatnya, tidak peduli seberapa marah dirimu di sana. Hanma sekali lagi hampir mati karenaku" ia menatap kesal pada batu nisan di hadapannya, karena perintah orang inilah dia tidak bisa meninggalkan Hanma begitu saja.

"Sejujurnya... Aku merindukan Hanma Shuji yang lain, Shuji yang pernah ku kenal..." ekspresinya seketika menjadi sendu, ingatan belasan tahun lalu kini terlintas di kepalanya.

Hari dimana dia menghabiskan waktu bersama seorang penculik kejam, namun selalu bersikap lembut pada dirinya. Ia sedikit merindukan masa-masa itu, Hanma yang sekarang terasa berbeda. Meskipun masih dengan rupa dan perilaku yang sama, yang membedakan hanya rambut pendek dan kacamata. Tapi Kisaki tidak bisa merasakan sesuatu yang istimewa di dalamnya.

Shuji yang sekarang bukanlah orang yang dia cintai dahulu, meski begitu dia tidak bisa membiarkan pria itu menjauh dari hidupnya. Rasa suka menggerogoti hatinya perlahan, menyukai orang berbeda dan tidak pernah bisa melihatmu rasanya cukup menyakitkan. Kisaki tidak pernah bisa terlepas dari angan, dia ingin Hanma yang dulu kembali.

Pandangannya buta karena cinta masa lalu, tidak peduli seberapa menyakitkan perasaannya, asal Hanma baik-baik saja itu sudah cukup. Setidaknya dia berterima kasih pada orang yang mirip dengan penculiknya dahulu.

.

.

.

Sepasang kaki berjalan tanpa alas melewati jalanan yang sunyi, pandangannya kosong. Di tangannya ada sebuket bunga mawar hitam, dia tidak tau dari mana asal bunga tersebut. Otaknya hanya berpikir untuk mengambil bunga yang ada di nakas, kemudian membawanya ke suatu tempat. Bahkan piyama rumah sakit masih menempel di tubuhnya, orang itu benar-benar tidak ingin melewatkan hari istimewa baginya.

"Hashimoto?" eja si pemuda pada nisan di hadapannya.

Seingatnya bukan nama Hashimoto yang ada di sana, dia tidak mungkin lupa makam yang ada di sini milik siapa. Tidak mungkin juga seseorang memindahkan makam keluarga, apa kepalanya terbentur keras hingga dia lupa dan tidak bisa memikirkan tempat lain?

"Sedang apa di sini, kembali ke rumah sakit atau ku potong gajimu" tegur orang yang sedang menatap pria itu dari jauh.

"Kenapa namanya Hashimoto? Seharusnya di sini makam Kisaki" ujar orang yang ada di depan makam kebingungan.

Si pemilik nama terkejut kala pria itu berujar, memangnya kapan dia pernah mati hingga batu nisan di sana terukir nama Kisaki. Si iris keabuan mengernyitkan alis, ia berpikir sejenak. Hanma tidak pernah tau soal nenek, bagaimana dia bisa datang ke sini.

"Hanma, kau baik-baik saja?" Kisaki mendekat ke arah pria jangkung yang tengah kebingungan di sana.

"Itu mawarku, kenapa di bawa ke sini" protesnya pada si bawahan karena membawa bunga yang seharusnya di tinggalkan di rumah sakit untuknya.

Stockholm Syndrome [HanKisa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang