5. Rahasia kecil

350 70 14
                                    

Kelopak mata Hanma perlahan terbuka, menampilkan iris kuning gelap yang indah. Ruangan bernuansa putih menjadi pemandangan pertama yang ia lihat, aroma obat-obatan tercium masuk ke hidung saat dirinya mulai tersadar sepenuhnya. Ketika tangannya terangkat untuk memijat keningnya, sebuah infus sudah terpasang di tangan kiri. Hanma mengangkat tangannya tinggi, dan terus memperhatikannya.

"Rumah sakit?" gumam pria itu.

Hanma tidak percaya dirinya bisa berada di rumah sakit, pikirannya menjadi kosong. Padahal sebelumnya ia tidak melakukan hal apapun yang cukup beresiko hingga membawanya kerumah sakit.

"Sudah bangun?" suara seseorang yang baru masuk ke dalam ruangan menginterupsi Hanma.

Melihat ada yang masuk, Hanma mendudukkan dirinya.

"Jangan memaksakan diri, berbaringlah"

"Aku sudah lebih baik, tidak perlu khawatir" ia menutup mata sembari mengusap rambut belakangnya, nenek tau Hanma tidak suka dirinya di khawatirkan.

"Hanma, kali ini kau tidak baik-baik saja" perkataan itu seakan menyampaikan suatu kejanggalan.

"Apa maksudmu?" iris kuning Hanma menyidik.

"Tubuhmu mulai tidak bisa menyeimbangkan ruang waktu"

Mata Hanma melotot, ucapan barusan memberitahu waktunya di dunia ini semakin sedikit.

"Aku harus membunuh si brengsek itu" tangannya mengepal kuat, raut wajahnya berubah marah.

"Kau harus pikirkan kondisi tubuhmu terlebih dahulu, istirahat sekarang lebih penting" ucap sang nenek menenangkan, Hanma telah beranjak dari tempat tidurnya. Ia berdiri di samping kasur.

"Tidak ada waktu untuk beristirahat. Dimana Kisaki?" ponsel pria itu berdering, itu adalah kalender pengingat yang khusus di setel untuk mengingatkan hari-hari penting yang telah ia selidiki.

Hari ini adalah hari dimana mimpi buruk Kisaki mulai terjadi, giginya menggertak.

"Aku tanya dimana Kisaki?" ia kembali melirik si nenek, tatapan itu benar-benar tidak bersahabat.

"D-dia ada di rumah" jawab ragu nenek.

"Aku harus segera keluar dari sini" Hanma melepaskan infusnya secara paksa, diabaikannya darah yang keluar dari sana dan beranjak untuk pergi. Namun wanita paruh baya itu menahannya.

"Hanma, kondisimu masih belum stabil" tangan sang nenek memegang kedua lengan Hanma.

"Aku tidak bisa diam di sini, aku harus menemui Kisaki" pria itu tetap bersikeras untuk pergi, tapi lagi-lagi dirinya di tahan.

"Kau hanya akan menghancurkan tubuhmu jika terus memaksakan diri Hanma" keadaan mulai sedikit memanas, keduanya tidak mau mengalah. Mereka sibuk memikirkan orang lain, tidak ingin mendengarkan orang di hadapannya.

"Aku tidak peduli"

"Aku tidak ingin kau terluka, jangan pergi" sedikit rasa egois ada di dalam diri nenek, dia tidak ingin satu-satunya orang yang telah dia anggap keluarga terluka.

"Aku tidak bisa diam saja!" bentakan Hanma membuat mata sang nenek menerjap.

"Hari ini adalah hari dimana pria sialan itu mulai menjual tubuh Kisaki! Bagaimana aku bisa beristirahat dengan tenang" ucapan pemuda di hadapannya membuat nenek terkejut, dia bahkan tidak bisa membalas.

"Dimulai dari hari ini, hidup anak itu berubah menjadi neraka. Bagaimana aku bisa diam?"

Karena tidak ada lagi balasan, Hanma pergi melewati nenek yang masih terlihat terkejut. Namun, saat beberapa langkah ia pergi tiba-tiba kepala Hanma kembali merasakan sakit. Seketika ia terjatuh, kesadarannya mulai menipis.

Stockholm Syndrome [HanKisa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang