"kenapa?" Argy yang baru keluar dari kamar mandi mengerutkan dahi saat melihat Rajen berbaring dikasurnya dengan wajah yang misu misu sambil melihat sesuatu dilaptop.
Rajen tidak menjawab, tapi tanpa perlu dijawab pun Argy sudah bisa menebak penyebabnya. memilih mengabaikan Rajen, Argy turun kebawah, mengambil alih pisau ditangan mamanya. "loh bang? biar mama aja sini"
"Argy aja ma" Argy meneruskan kegiatan memotong wortel itu. Indiana tersenyum dan mulai menumis bawang dan beberapa bahan lain.
"kamu itu kalau capek ngomong, istirahat yang cukup, mama perhatiin loh bang. Abang itu kalau capek dan sakit ga pernah mau ngomong, dipedam sendiri terus.."
Argy tersenyum, bagaimana ia bisa merasa lelah ketika mamanya selalu seperti ini. "mama sendiri?"
"kalau ini sudah kewajiban mama sebagai istri dan ibu. oh ya, Rajen sama Indira berantem lagi?"
"kayanya"
Indiana menghela nafasnya, "kadang mama capek liat mereka berantem, tapi kalau ga ada suara anak kembar tiga mama ini, mama malah kesepian."
Begitu selesai memotong wortel, Argy mendapati Indira yang sedang berjalan menuju ke arah nya dengan wajah yang kebingungan. "mama"
"apa sayang?"
"mama liat easel aku ga?"
Indiana berbalik dan mengerutkan dahinya. "bukannya ada dikamar kamu?"
"itu easel yang patah ma, Indi nyari easel yang lama, yang di pilox sama Rajen waktu itu." Indira menyebut Rajen dengan sedikit malas. alasan mengapa Indira tidak mau memakai easel itu adalah karena warnanya yang norak setelah di pilox oleh Rajen.
"coba cari di loteng"
"gy, temenin ke loteng"
Argy mengangguk dan menemani Indira ke loteng, mereka menaiki tangga bergantian. Loteng ini sebenarnya tidak luas, Argy ingat papanya membuat loteng ini karena waktu itu gudang dibawah masih sempit.
Kedua nya sampai di loteng dan Argy langsung membuka jendela berbentuk lingkaran supaya udaranya bisa masuk, karena betul saja, debu nya sangat tidak baik untuk pernafasan.
"Duh, dimana ya.." Indira masih mencari-cari, begitu juga Argy yang mulai membuka satu demi satu kain yang menutupi beberapa barang.
Hingga Argy menemukan benda itu, "Ndi in-"
"Eh Gy!" Indira menjerit semangat saat menemukan sesuatu. Sebuah buku bersampul ungu yang covernya di tutupi banyak stiker Winx.
"Buku les?" Argy ingat buku itu, itu adalah buku les bahasa Inggris milik Indira ketika dia berusia enam tahun.
"Ho'o! Masih disimpan sama mama ternyata." Indira menyapu debunya lalu membuka halaman pertama. Ada coretan anak SD yang begitu berantakan.
My name is Indira, I have two brothers, Argy and Rajen. My Father is Rendra, and my mom is Indiana. I love my family. My dream is i want to be an artist. I like drawing and painting.
Indira tersenyum. "Ternyata dulu gue ga sebego sekarang ya."
Tangannya membuka lagi ke lembar lain, rata rata terdapat tanda 'A+' di setiap soal yang Indira kerjakan. Ada sesuatu yang menyentuh hati Indira saat ia mengingat masa kecilnya yang menyukai pelajaran bahasa Inggris. Lebih tepatnya, Indira tersentuh karena membandingkan dirinya sendiri.
"Eh btw, tempat les ini masih buka ga?" Tanyanya, keduanya sudah duduk di atas lantai sambil melihat lihat buku buku yang lain.
"Masih." Seingat Argy, tempat itu masih beroperasi, hanya saja tidak seterkenal dulu.
"Temenin gue kesana ya.. ya ya Gy?" Kalau dengan Argy, Indira rela memasang puppy eyes nya. Seperti nya hanya kepada Rajen Indira tidak akan sok imut seperti ini.
"Iya."
"Yehehe, eh turun yuk, takut ada tikus."
🧁
Sesuai keinginan Indira, besoknya Argy menemani gadis ini ke tempat les lamanya. Namanya Engels Leren. Seperti namanya, bangunan Belanda ini di dirikan oleh seorang Mneer yang berbaik hati membantu pendidikan Indonesia pada saat itu.
"Gy, gue lupa madam yang ngajar gue waktu itu siapa haha"
Argy hanya menggelengkan kepalanya. Keduanya memasuki bagian depan bangunan, banyak anak anak SD, SMP, bahkan SMA yang tengah bersantai menikmati jam istirahat mereka.
Bernostalgia kesini, Indira Rajen dan Argy dulu juga seperti itu. Bedanya, Indira tidak bisa satu level dengan kedua kembarannya, jadi mereka tidak satu kelas. Indira ingat, saat itu Indira di Grade 3 sedangkan kedua kembarannya sudah sampai Grade 6, dimana Grade 6 ini di isi oleh anak anak 6SD-SMP.
Mungkin, itu juga awal mula kemalasan belajar Indira ini muncul. Karena, tidak semua orang termotivasi oleh semangat belajar orang lain, ada sebagian orang yang justru merasa kecil dan kehilangan semangat belajarnya, Indira salah satunya.
"Eh kesana Yuk!" Karena bangunan ini masih menggunakan desain kolonial, bangunan ini terbilang luas dan punya banyak pintu serta ruang kosong yang dijadikan taman.
Indira menarik tangan Argy menuju ke sebuah air mancur kecil, lalu duduk disebuah kursi yang tak jauh. "Gy inget ga, Rajen pernah nyebur disini."
Argy tersenyum tipis. Benar, Rajen pernah jatuh karena mengejar pesawat kertas. Pulangnya, Rajen malah demam.
Namun seketika raut wajah Indira berubah. "Huh, gue masih kesel sama Rajen."
"Berantem terus." Ujar Argy. Indira mengerucutkan bibirnya.
"Abis, dia nyebelin. Padahal kemarin kan Devan udah baik mau bantuin tour guide, Rajen malah nyebelin gitu."
"Terus?"
"Ya gitu..deh."
Tangan Argy bergerak mengambil sebuah batu. "Coba, lempar ke kepala anak itu." Argy menyerahkan batu itu pada Indira.
Sontak, Indira membelalakkan matanya. "gila Lo, yakali gue lempar tu anak pake batu."
"Coba, berani negur mereka ga?" Indira kembali menatap anak tadi yang tengah mendorong dorong temannya, entah sedang bercanda atau membully.
"Apa yang mau gue tegur? Kan gue ga tau mereka lagi bercanda atau engga. Sama sama ketawa gitu soalnya."
Argy tersenyum, kalau sudah seperti ini Indira harus siap siap mengambil inti sari dari gambaran Argy.
"Sama kaya Rajen. Kamu ga tau kenapa dia begitu, mungkin dia berusaha jaga kamu" Argy mengangkat bahunya. "who knows?"
"Jadi maksud Lo, gue ga boleh gitu asal lempar batu padahal ga tau alasannya?"
"Good girl."
Indira termenung beberapa saat. Argy benar, Indira mungkin sudah keterlaluan kemarin saat dimotor, Indira habis-habisan memarahi Rajen, padahal sebetulnya bukan seratus persen salah Rajen.
"Indira!"
Baik Indira dan Argy sama sama menoleh, seorang lelaki dengan celana jeans yang robek di lututnya menghampiri mereka — lebih tepatnya menghampiri Indira.
"Kevan?"
🌻✌🏼
KAMU SEDANG MEMBACA
Annoying Twin
Teen FictionIndira punya dua orang saudara kembar laki laki. Kehidupannya selalu di isi oleh kecuekan Argy dan kejahilan Rajen. Satu hal yang tidak Indira suka, setiap kali ada lelaki yang mencoba mendekati Indira, sifat posesif dan protektif keduanya selalu me...