chapter 3

118 31 2
                                    

Hari ini cuaca cerah, tidak terlalu panas, juga tidak mendung. Namun lain hal dengan Indira, gadis itu begitu kusut. Sifa yang duduk di sebelahnya kini merenggangkan otot, catatannya sudah selesai. Melirik buku Indira, hanya ada coretan coretan abstrak di atasnya.

"Kenapa sih Lo?"

"Gapapa." Ucapnya lesu sambil menaruh dagu di atas meja.

"Udah sarapan Lo?"

"Udah."

"Terus ngapa kusut gitu? Di jahilin Rajen?"

Mendengar nama Rajen, Indira semakin menekuk wajahnya. "Justru itu! Rajen sama Argy aneh banget, biasanya ada aja jahilnya Rajen pas bangunin gue, tapi tadi pagi engga. Argy juga, secuek cueknya dia, pasti nawarin pergi bareng, tapi tadi engga."

"Oh..penyakit anak kembar ternyata." Ucap Sifa sambil menatap siswa siswi yang bergerombolan masuk kelas tepat saat bell masuk berbunyi.

"Ck, gue salah apa sih?!"

"Banyak Ndi, coba Lo inget-inget dah."

Indira mencoba mengingat sesuatu, namun nihil. Seingatnya, selepas sholat isya gadis itu tidur. Tidak ada lagi.

"Udah udah, Lo langsung temuin aja mereka, minta maaf."

"Ish Sifa! Kan gue ga tau salah gue apa, ngapain minta maaf."

Tak

Sifa memukul kepala Indira menggunakan ujung pena. "Ini nih budaya ga bagus. Nih yah, yang namanya minta maaf itu ga mesti karena Lo salah. Lo tahu? Ada tiga hal yang sulit di ucapin sama manusia. Pertama Terima kasih, kedua maaf, ketiga tolong. Karena apa? Karena kebanyakan orang menilai sesuatu harus karena melakukan sesuatu dulu. Ah ribet jelasinnya!"

Indira memanyunkan bibirnya gadis itu mengangguk lesu. Sifa benar.

Suara hak sepatu semakin mendekat. Bu Jihan masuk diikuti seorang murid lelaki di belakangnya, dari penampilannya tidak terlihat seperti anak Budiman.

"Assalammualaikum anak anak."

"Waalaikumussalam Bu."

"Selamat pagi, dan selamat mendapat teman baru yah. Ayo perkenalan nak." Ibu itu menyuruh murid tadi untuk maju.

Lelaki dengan bola mata hazel itu membenarkan letak tas nya yang disampirkan di satu bahu, lalu memasang senyum semanis mungkin, beberapa siswi bahkan ada yang seolah olah hanyut.

"Halo semua, kenalin, gue Kevan Satya Adijaya, biasa di panggil Kevan, pindahan dari SMAN 1."

"Oke Kevan, silahkan duduk dibelakang Indira. Indira angkat tangan."

Yang dipanggil justru asik melamun sambil menopang dagu. Bu Jihan mengernyit. "Indira!"

Sifa menyenggol bahu Indira membuat Indira berdecak sebal. "Ish! Apa sih?!"

"Itu Lo dipanggil Bu Jihan."

Saat menoleh, Bu Jihan tengah menatapnya kesal. "Kenapa melamun Indira? Banyak hutang kamu?"

"Iya nih Bu, tanggal tua suami ga ngasih uang." Jawabnya asal yang membuat seisi kelas tertawa.

Bu Jihan geleng-geleng kepala, lalu berlalu keluar kelas. Kevan berjalan dengan pandangan yang tidak lepas dari Indira, Indira yang sadar dilihat seperti itu memilih memalingkan wajah.

Namun Kevan malah berhenti di depan Indira. Lelaki itu mengulurkan tangan. "Gue Kevan."

Indira mengernyit. "Indira." Jawabnya tanpa membalas uluran tangan Kevan, karena merasa tidak enak, Sifa menyambut uluran tangan itu. "Gue Sifa."

Kevan tersenyum pada Sifa, lelaki itu kembali menatap Indira yang kini menatapnya sebal. "Kenapa? Tangan gue ga kotor, oh! Suami Lo marah yah?"

"Iya! Suami gue serem kalo marah, kalo ga mau kenapa kenapa, Sono jauh jauh."

Bukannya tersinggung, Kevan semakin tertawa. "Kalo gitu gue pengen dong ketemu suami Lo."

"Iya ntar di alam barzakh."

"Kalo Lo butuh selingkuhan, gue siap, duit bulanan juga terjamin kalo sama gue." Sambung Kevan lagi, entahlah, seru saja menggoda Indira.

Indira menatapnya semakin kesal. "Kenapa ga sekalian jadi pegawai panti pijet Sono Lo" Indira berdiri dan berjalan keluar kelas.

"Eh, dia marah?" Tanya Kevan dengan wajah polos pada Sifa.

Sifa mengangguk tidak enak hati. "Lo salah timing ngajak dia bercanda. Duluan yah." Sifa ikut berdiri menyusul Indira.

"Cewe unik." Ucap Kevan sambil tersenyum misterius.

🧁

"Ah! Nyebelin semua!! Ga Argy! Ga Rajen! Tambah lagi Kevan! Nyebelin semuaa!" Indira mengaduk es teh nya tanpa hati. Tadi Sifa menyusulnya, namun Indira menyuruh Sifa untuk ke kelas, dia ingin bolos sendiri.

Kantin begitu sepi, hanya ada beberapa siswa saja. Indira menghabiskan es tehnya, lalu beralih pada sepiring siomay dengan tiga sendok cabai.

Saat tengah asik memakannya, seseorang berdeham, mengalihkan pandangan Indira. Lelaki jangkung dengan almamater OSIS itu berdiri dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana.

"Ngapa Lo?" Tanya Indira ketus.

Devan mengecek jam nya. "Masuk kelas."

"Ga mau, ga usah perintah gue, Lo bukan papa." Jawab Indira santai sambil melanjutkan acara makannya.

Tidak mau kalah, Devan duduk bersebrangan dengan Indira. "Masuk."

"Ck! Ga bisa liat orang seneng yah Lo? Punya dendam Lo sama gue?!"

"Masuk atau dapat hukuman?"

Indira meneguk air mineralnya, lalu menatap Devan dengan kesal. "ga ada tawaran lain apa? Masuk atau makan, gitu?"

"Ga ada, masuk sana."

"Fiks, Lo masuk ke daftar target gue." Ucap Indira sambil menggeprak meja.

"Target?" Devan mengernyitkan dahi.

"Target yang harus di bunuh." Setelah mengatakan itu, Indira berlalu, meninggalkan Devan yang menatap punggung itu dalam diam.









Annoying TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang