chapter 4

113 33 3
                                    

Indira duduk sendiri di kursi dekat pos satpam. Matanya menatap hilir mudik kendaraan dengan datar. Rajen sedang latihan, Argy ada kelas tambahan. Tidak ada kegiatan di luar jam sekolah itu sebenarnya tidak enak, membosankan, tapi Indira terlalu malas untuk keluar dari zona nyamannya.

Mungkin sekitar lima belas menit lagi papanya sampai.

"Hai."

Indira sedikit kaget dengan kehadiran Kevan yang tiba tiba, lelaki itu duduk di atas motornya sambil menarik turunkan alisnya.

"Ck"

"Belum pulang Ndi? Mau bareng?"

"Ga makasih." Jawabnya jutek, moodnya begitu buruk hari ini.

Bukannya menyerah, Kevan justru mematikan mesin motornya dan ikut duduk di sebelah Indira.

"Ngapain lo?"

"Nemenin Lo, nunggu jemputan kan?"

"Sono ish balik, gue aduin laki gue nih?" Bukannya berdiri, Kevan justru tertawa. Baru kenal Indira, tapi rasanya sudah tidak asing.

"Aduin coba, biar gue bisa minta izin."

"Izin apaan lo?"

"Izin buat nikung."

Tak

"Semprul!" Ucap Indira setelah memukul kepala Kevan dengan buku ditangannya.

"Haha, belum berumah tangga aja udah KDRT."

"Jangan SKSD Lo sama gue."

Kevan berdiri, dan mengulurkan tangannya pada Indira, membuat Indira mengernyit. "Hai Indira, gue Kevan siswa baru di sekolah ini, mau jadi temen gue ga?" Dengan nada yang menggelikan.

Indira sukses tertawa, gadis itu menyambut uluran tangan Kevan. "Yaya.. gue Indira, sayangnya gue ga mau nambah daftar temen."

"Oh kalau pacar?"

"OGAH."

Kevan kembali duduk di sebelah Indira."ngapain sih Lo?"

"Ya katanya tadi jangan SKSD, yaudah gue perkenalanlah biar seremonial. Salah juga?"

Indira membuang muka, bertepatan dengan kedatangan mobil putih, dengan sigap Indira mendorong bahu Kevan. "Jauh jauh dari gue, buruan!"

"E-eh kenapa?"

"Buruan Setan!"

Kevan segera berdiri dan sedikit menjauh.

Tin tin

Kaca jendela pengemudi dibuka, menampilkan sosok lelaki yang melambaikan tangan pada Indira.

"Indi."

"Ah iya!"

"NDI.. suami Lo?" Tanya Kevan sebelum Indira benar benar berlalu.

Karena kesal, Indira mengangguk. "IYA."

Mobil putih itu berlalu, menyisahkan Kevan yang kini duduk di kursi tadi sambil menerka nerka. "Masa iya beneran suaminya?"

🧁


Indiana menata makanan di atas meja bertepatan dengan pintu utama yang terbuka. Argy menyusun sepatunya di rak, Rajen hanya melepasnya saja.

"Assalammualaikum" ucap keduanya.

"Waalaikumussalam.."

Hidung Rajen mengendus-endus bau makanan di atas meja, seketika bibirnya tersenyum cerah. "Tau aja si mama Rajen lagi ngidam opor ayam."

Baru saja tangannya hendak mencomot satu, Indiana lebih dahulu memukulnya dengan centong nasi. "Rajen! Bersih bersih dulu, baru makan."

"Ck mama nih, kan tadi Rajen sholat isya nya di masjid, udah bersih dong ma."

Argy memilih berlalu duluan menuju wastafel dan mencuci tangannya.

"Lagian, kenapa jam segini baru pulang?" Tanya Indiana sambil memerhatikan Rajen yang ikut mencuci tangannya.

"Tadi selesai latihannya dekat waktu magrib ma, dari pada ga keburu, jadi yah..sholat nya di sekolah bareng Argy. Nah, kebetulan tadi abis magrib ada yasinan tuh, yaudah ikut dulu, nyambung isya sekalian." Jelasnya panjang lebar.

Merasa ada yang janggal, Rajen mengitari pandangannya. "Indi mana ma?"

"Ga tau, dari pulang sekolah ga keluar keluar kamar, di ajakin makan bilangnya ntar." Jawab Indiana sambil menuangkan air ke dalam gelas.

"Ada apa?" Rendra muncul dari pintu belakang rumah dengan sebuah pot bunga di tangannya.

"Itu.. Indira ga mau keluar kamar dari tadi pa."

Rendra mengernyit. "Kalian berantem sama Indi?" Tanya Rendra pada kedua putranya. Si kembar kompak menggeleng.

"Apa karena kita cuekin Gy?" Ujar Taken sambil menatap Argy bingung.

Argy berdiri dari tempat duduknya, "biar Argy panggil." Kalau menyuruh Rajen, sudah pasti Indira semakin merajuk nantinya.

Mengetuk pintunya dua kali, yang terdengar hanyalah suara "hmm"

Saat masuk, Argy mendapati adiknya tengah berguling di atas kasur sambil memeluk boneka Nemo nya dengan erat. Argy mengernyit.

"Kenapa?" Tanyanya saat sudah berdiri di sebelah ranjang Indira.

Indira memunggungi Argy, gadis itu menghapus air matanya. "Gapapa." Jawabnya, meski begitu, like brother like sister, dari suara bergetar Indira, Argy tauu adiknya tengah menangis.

"Kenapa nangis?"

Jemari Indira semakin erat memeluk Nemo nya. Nemo yang dibelikan Rajen dulu saat Indira marah besar karena Rajen merusak kanvasnya.

"Gapapa. Ngapain kesini? Gue lagi ga nafsu makan."

Argy mengangguk kecil. "Padahal mama masak opor." Bukan ingin menggoda Indira, tapi Argy berucap pure. Dirumah ini yang paling suka opor itu mamanya, Indira, dan Rajen.

Kruk..kruk

Memang gengsi itu tidak tahu situasi kondisi.

"Ayo makan." Ajak Argy. Indira akhirnya duduk dan menatap Argy dengan wajah yang memerah menahan tangis.

"Lo emang ga peka banget yah Gy?"

Argy mengernyitkan dahi, salah apa dirinya? Bukankah sudah betul Argy mengingatkan bahkan mengajak Indira makan.

"Kan! Lo tuh nyebelin!! Rajen juga nyebelin! Kevan dan Devan juga nyebelin, semua nyebelin, hiks.." Indira kembali menangis, bukannya menenangkan Indira, Argy ikut duduk di sebelah Indira lalu mengambil boneka Nemo Indira.

"Ini boneka yang dibeliin Rajen." Ujar Argy membuat perhatian Indira teralihkan ke boneka Nemo nya.

"I-iya, kan waktu itu dia ngerusak kanvas gue."

"Rajen yang ngerusak, atau karena mood kamu lagi ga baik?"

Tak. Pertanyaan Argy bagaikan sesuatu yang menyentil hati Indira. Waktu itu memang Indira sedang dalam mode singa betina, datanglah Rajen yang menjahilinya dan tidak sengaja menyenggol cat hingga lukisan Indira jadi terkecoh, padahal kalau diingat ingat bisa diperbaiki.

"Tapi Rajen tetap belikan ini, kenapa?" Tanya Argy lagi. Lelaki itu menaruh boneka Nemo nya di pangkuan Indira.

"Karena dia saudara kita, dia sayang kamu, cuma cara kita yang berbeda. Coba buat berpikir dengan kepala dingin, jangan sampai sesuatu yang terlihat rusak jadi benar benar tidak bisa diperbaiki."

Ya, Indira tahu, Argy bukanlah orang atau kakak yang akan membujuknya jika dia sedang merajuk. Argy berbeda, dia lebih memilih membuka pikiran Indira, agar Indira bisa berpikir sendiri sebelum melangkah.

Begitu juga Rajen, Rajen mungkin tidak sedingin Argy, Rajen menyebalkan, karena dia tahu, jika memanjakan Indira, tidak akan membuat Indira menjadi dewasa dan bisa mengontrol emosinya.



Hiya~~
Selamat liburan bagi yang liburan :)

Annoying TwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang