Hari ini merupakan pemotretan grup untuk cover album, sekaligus interview dengan sebuah media massa terbesar di Korea Selatan. Tentunya yang lain telah mempersiapkan diri dengan baik, termasuk pria berambut pirang yang sekarang sibuk berpose di depan kamera sesuai arahan.
"Bagus, Renjun-ssi! Tetap seperti itu, betul kau terlihat sangat tampan!"
Mendengar hal tersebut, jelas membuat Renjun mendongak, memperlihatkan lekuk leher dan jakun miliknya dengan menatap dinding plafon dengan tegas. Sinar mentari menyorot surai pirang di atas kepala, membuat Renjun berganti pose dengan tudung hoodie yang ia naikkan, dan tersenyum tipis di depan kamera.
Sang fotografer yang mengambil gambar jelas tersenyum lebar mendapat hasil foto yang bagus, tentu membuat ia mempertanyakan dimanakah kontrak model Renjun sekarang? Menurutnya, boleh ucah laki-laki itu benar-benar berbakat.
Basis Renjun jelas bukan untuk menjadi seorang model, namun keprofesionalan untuk idol seumurannya jelas patut diacungi jempol.
Postur tubuh natural dan tatapan teduh yang ia miliki cukup menyihir orang-orang untuk melihat Renjun berulang kali, seharusnya laki-laki ini sudah menjadi incaran para majalah fashion untuk mengisi cover depan mereka.
Satu jam lebih berpose di depan kamera, fotografer tersebut selesai mengambil gambar dan mengucapkan terima kasih pada Renjun. Ia kontan balas membungkuk berterima kasih pada semua staff, dan beralih menuju korner kecil di ujung, mengambil teh lemon dan roti isi yang tadi dia pesan.
Bersandar pada kusen jendela, Renjun menengok keluar gedung. Langit terang nan bersih tanpa awan membuat perasaan Renjun membaik, ia kembali mengunyah roti isi daging di mulut.
Untung saja, Renjun bangun lebih awal dari yang lain— termasuk Jisung yang masih mendengkur halus di kamar. Bengkak karena tangis tadi malam masih sempat ia kompres dan gunakan masker, selain tidak mau ditanya perihal apa yang terjadi pada matanya. Renjun juga tidak mau di ejek seharian.
Stylist makeup di salon juga tidak banyak bertanya, biasanya dia mengkhawatirkan kantung mata Renjun yang menggelap dan menyuruh dia untuk tidur teratur.
Kunyahan kelima di mulut, juga tepukan di bahu cukup membuat Renjun hampir tersedak dan dengan sigap menyesap teh lemonnya. Berbalik menatap oknum yang hanya cengengesan karena ulahnya tersebut.
"Kalau aku mati gara-gara keselek roti, nggak bakal lucu sama sekali."
Mark tertawa, namun meringis ngeri membayangkan kalau itu benar-benar terjadi. Gelas kertas berisi kopi di genggaman, ia sesap perlahan dan ikut bersandar di samping Renjun.
Renjun mengerutkan kedua alisnya, melihat tingkah Mark yang tiba-tiba mendekatinya cukup membuat curiga.
"Kenapa kamu nolak buat jadi leader selanjutnya?"
Tembak Mark langsung, membuat Renjun menghela napas lelah. Padahal dia ingin makan dengan tenang, malah dipancing topik yang susah payah dia hindari.
"Abkhu ngghak shiap." ucap Renjun sambil mengunyah, membuat Mark mendelik kesal.
"Telan dulu baru ngomong!" Mark rupanya takut Renjun betulan tersedak roti.
Setelah menelan, Renjun melanjutkan kalimatnya, "Aku nggak siap, aku belum bisa bertanggung jawab, Hyung. Ngatur diri sendiri aja masih susah, gimana atur yang lain. Aku malah liat Jaemin atau Jeno punya potensi yang lebih buat jadi leader." tunjuk Renjun dengan dagu, ke arah Jaemin yang sekarang menyuapi Jisung cemilan dan Jeno yang menyemangati permainan Chenle.
Renjun yakin semua juga melihat sosok pemimpin dari Jeno maupun Jaemin, entah kenapa malah Renjun yang ditunjuk untuk menggantikan posisi Mark di ruang rapat waktu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Terbaca
FanfictionKeputusan untuk berhenti di dunia musik, sudah lama Renjun pikirkan baik-baik. Namun keraguan melanda tiap ujung hatinya tentang respon apa yang harus dia berikan nantinya di depan semua orang. Sambil berkhayal tentang kemungkinan yang akan dia hada...