04. maybe, he would be alright.

136 15 1
                                    

    Sinar mentari sudah membumbung tinggi dari dua jam yang lalu, walaupun pagi hari ini cuaca cerah memberikan semangat bagi yang telah bangun sejak pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   
Sinar mentari sudah membumbung tinggi dari dua jam yang lalu, walaupun pagi hari ini cuaca cerah memberikan semangat bagi yang telah bangun sejak pagi. Berbeda halnya dengan Renjun, wajah muram dan tas ransel di gendongan, berjalan gontai menuju belokan lorong.

Sedangkan manajer yang berjalan di samping, sedari tadi masih belum capek menasehati Renjun karena telah membuat jejeran dewan direksi dan CEO sendiri gempar karena ulah mulutnya yang tidak bisa dikontrol.

"Cukup satu kali ini aja, Injunie. Hyung takut, kalau kamu beneran di pecat nantinya." gusar sang manajer sambil meneliti kertas perjanjian yang Renjun tanda tangani di genggaman.

Di dalam perjanjian tersebut tertera, jika Renjun melanggar bahkan membuat masalah baru, niscaya penghasilannya di potong 15% dan cutinya tahun depan akan ikut terpotong.

Masa bodoh tentang uang, kalau saja bukan masalah cuti, Renjun jelas tidak sudi menandatangani kertas tersebut.

Renjun akhirnya berdecak sebagai respon pertama, "Yakin mereka bisa pecat aku?" tanya Renjun dengan nada serius, menatap lekat pada sang manajer di sampingnya.

Berhasil mendapatkan respon kaget dari manajer, raut wajah Renjun berubah secepat kilat dan tertawa setelahnya, "Becanda. Iya, nggak akan gitu lagi," Laki-laki itu tersenyum, tawa tersebut berganti dengan kekehan pelan.

"Maaf udah buat hyung repot."

"Gitu, minta maaf dulu sama aku! Tau nggak? Waktu acaranya tayang, seisi kantor heboh dan hyung langsung ditelpon. Nanya kamu di mana, kamu harus ke kantor pagi ini, hyung bahkan belum sempat mandiii!" cerocos manajer mereka ini dengan mimik yang lucu, membuat Renjun tak bisa menahan tawa.

Masih bisa tersenyum lebar, padahal baru saja selesai di sidang oleh para dewan direksi, dengan atmosfir yang sama sekali tidak mengenakan adalah rekor besar dan patut dibanggakan.

Manajer menepuk kepala laki-laki yang masih bocah di matanya dan mendorong bahu laki-laki itu pelan ke arah pintu di sayap gedung.

"Sana, belajar yang benar. Yang lain udah di dalam. Hyung mau sarapan di bawah. Kalau ada apa-apa, tinggal telpon." ucap pria itu sambil membentuk gagang telpon di telinga, lalu berlalu, menghilang di belokan koridor.

Ditinggal seorang diri, membuat Renjun mendesah lelah. Suasana hatinya sudah kacau sejak pagi, rasanya Renjun ingin membolos. Namun mengingat manajer pasti akan membunuhnya kalau dia nekat.

Setiap dua hari dalam seminggu, mereka menjalani home schoolling seperti kebanyakan anak di Korea. Idol jelas tidak dalam pengecualian, Renjun masih menyelesaikan soal bahasa korea tiap minggunya. Semua ini dilakukan karena Jeno, Haechan bahkan Jaemin akan mengikuti ujian kesetaraan, mengakibatkan baik Renjun dan Chenle harus ikut serta.

Diraihnya kenop pintu, mendorongnya sampai terbuka, dia di sambut dengan ruangan putih disusun persis seperti kelas. Lengkap dengan kursi, meja, dan papan tulis putih di depan.

Tak TerbacaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang