Jendela kamar sudah dibuka sejak pagi, menyisakan sinar matahari masuk melalui sela-sela tipis gorden putih tulang.
Kamar bernuansa kental abad eropa ini sudah jadi kamarnya sejak berumur 14 tahun, tepat sebelum perempuan itu memutuskan untuk menempuh pendidikan di negeri Korea. Melarikan diri dari segala hal yang ada di sini.
Tetapi, kini dia kembali. Karena permintaan orang tua yang tidak bisa dibantah.
Perempuan itu baru bangun dari tidurnya tepat pukul 2 siang, tubuh lelah setelah menghabiskan waktu beberapa jam di pesawat, kepalanya masih pusing karena perjalanan cukup jauh telah ditempuh. Sendok es krim vanila bermain di jemari yang lentik, sudah beberapa suap masuk ke dalam mulut. Piyama tidur Jacquard crêpe de Chine pajamas berwarna biru muda dari katalog siap pakai oleh Prada, membalut tubuhnya dengan pas.
Perempuan itu ketika sampai, tidak langsung menemui beberapa sanak keluarga di rumah utama, dia memilih diantarkan langsung ke kediamannya. Sebuah villa kecil yang selalu menjadi tempat dia berisitirahat ketika pulang. Tidak bisa pula disebut rumah, karena wilayahnya masih satu kawasan dengan rumah utama. Perempuan itu sekarang ada di Tiongkok. Tepatnya di kota Beihai, Provinsi Guangxi.
Alasannya sepele, demi menghindari keluarga pihak papa, tidak mau menghadapi para penjilat itu sendirian. Papa berjanji akan kembali dari London hari ini, tepat acara pesta di laksanakan, jadi dia rasa bisa menghabiskan beberapa jam untuk menyendiri tanpa gangguan.
"Hey, darling. Selamat datang kembali di Tiongkok, my favorite Jang Wonyoung."
Perempuan itu sontak menoleh, mendapati salah satu orang yang sudah lama dia kenal, telah datang. Pakaiannya masih saja terlihat necis dan warna yang dipakai cukup terang, tidak lupa koper berisikan alat makeup lengkap selalu dibawa ketika bertugas. Wanita itu menghampiri, memberikan hadiah ciuman di pipi, membuat Wonyoung langsung tersenyum lebar.
"Jumpa lagi, Milly jiejie."
"Aku langsung ke sini waktu kamu mengabari aku sudah pulang. Gimana Korea, kamu suka? Kamu pasti bisa beradaptasi dengan baik disana."
Wonyoung, yang tadinya menyendok es krim lagi ke dalam mulut. Menghentikan makannya, lalu mengangguk, "Iya, aku bisa menjalani semuanya dengan baik. Jangan khawatir, jiejie."
"Aku nggak khawatir, my darling. Aku tahu kamu bisa melewati kesulitan apapun." sahutnya senang, duduk di sebrang, menyicipi teh yang sudah Wonyoung sediakan di meja.
"Jadi, aku kesini untuk mempersiapkan kamu untuk menghadiri acara tuan rumah, betul? Acaranya mewah sekali, tumben kamu nggak cerita detail."
Wonyoung mengangkat kedua bahunya, tidak tahu menahu, "Aku nggak bisa pastikan. Sepertinya acara pemegang saham, sampai harus sewa dekor semahal itu." jawab Wonyoung, hal itu juga baru diberitahu oleh supirnya kemarin malam. Laki-laki itu memang selalu mendapatkan informasi yang dia butuhkan.
"Oh, pertemuan orang kaya ternyata." angguk perempuan yang dipanggil jiejie sedari tadi, "Stylist kamu sudah aku kabari. Dia bawa beberapa sampel desain dari Lan Yu. Kamu pasti kenal."
"Hmm. Tahun 2016 dia masuk majalah Forbes 'kan? Terkait rancangannya, terus ikut serta Paris Fashion Week, diumumkan jadi desainer ternama dari China yang disorot media."
"Ah, betapa aku rindu waktu kita ikut serta menonton peragaan busana PFW dan melihat mahakarya indah itu." ringis Milly, menyesap tehnya sembari berangan-angan. "Kapan kamu bisa aku ajak ke Paris lagi. Kamu, kan, sudah lama nggak ikut serta. Aku janji nggak akan seperti hari itu."
Wonyoung terkekeh, teringat masa lalu. Dulu sekali, dia dan Milly- wanita itu berusia 29 sekarang, sempat kalap ketika menonton rancangan baju karya Anthony Vaccarello- salah satu kreator rumah busana Yves Saint Laurent- yang dipakai model, kalau tidak salah dia ingat, Milly nyaris mencatat 15 desain baju untuk bisa dia pesan. Hari itu Milly menangisi seluruh uang belanja di kartu miliknya. Sedangkan, Wonyoung hanya memilih dua buah setel pakaian dari Burberry, lalu meminta untuk dibuatkan ukurannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Terbaca
FanfictionKeputusan untuk berhenti di dunia musik, sudah lama Renjun pikirkan baik-baik. Namun keraguan melanda tiap ujung hatinya tentang respon apa yang harus dia berikan nantinya di depan semua orang. Sambil berkhayal tentang kemungkinan yang akan dia hada...