Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Matahari sudah bersinar cukup terang. Burung-burung berkicau riang. Gita membuka matanya perlahan. Sebenarnya ia masih mengantuk, tapi mengingat kelasnya akan dimulai sebentar lagi, ia lebih memilih untuk bangun dan bersiap.
Perlahan ia turun dari ranjangnya lalu melangkah ke arah jendela. Ia membuka tirai dan jendelanya lebar-lebarーmembiarkan udara pagi yang segar masuk ke kamarnya. Ia menarik napasnya dalam-dalamーmerasakan udara pagi yang berembus lembutーdan mengeluarkan hasil pembakarannya.
Ia benar-benar menikmati saat-saat seperti ini. Ia menyukai sejuknya udara pagi yang memenuhi paru-parunya. Ia menyukai pemandangan halaman rumahnya yang ditumbuhi berbagai macam tanaman hias. Ia suka memandangi burung dan kupu-kupu yang terbang di dekat jendela kamarnya. Hanya satu hal yang ia tak sukaー
"GAWAT!"
ーmobil kakaknya.
Dengan cepat ia melangkahkan kakinya ke kamar kakaknya. Tanpa pikir panjang, ia langsung membuka pintu kamar kakaknya dengan keras. Betapa terkejutnya ia saat melihat pemandangan di depannya.
Adi tidur sambil memeluk kakaknya layaknya sebuah guling, begitu erat dan nyaman. Di sisi lain, kakaknyaーBagusーalih-alih membalas pelukannya, bukannya menyingkirkan tangan yang melingkar protektif pada tubuhnya itu.
Gita dengan cepat membalikkan tubuhnya. Tangannya menutup kedua matanya. "Gue gak liat. Gue gak liat."
Setelah menyebutkan kalimat yang sama berulang kali, bagai mantra penenang, Gita yang sudah sedikit tenang kembali membalikkan tubuhnya untuk menutup pintu kamar kakaknya dengan perlahan. Ia berbalik perlahan menjauhi kamar kakaknya, seolah tak mengetahui apa-apa. Untung saja kedua pemuda di dalam sana sama sekali tak terbangun dan menyadari kedatangannya.
Gita lebih memilih untuk bersiap dan melupakan apa yang dilihatnya tadi. Ia mandi, mengganti pakaiannya, dan beranjak ke ruang makan untuk sarapan. Tapi sayangnya ketika ia melangkahkan kakinya ke ruang makan, kedua bola matanya menangkap sosok yang paling tidak ingin ditemuinya. Refleks, ia pun menyembunyikan dirinya di balik tembok terdekat.
Dengan hati-hati, Gita melirik ke arah ruang makan karena penasaran. Kakak dan sahabatnya sedang mengobrol dengan santai sembari menyantap roti bakar beroleskan selai.
Gita mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa yang terjadi di depan matanya sangat jauh berbeda dengan apa yang dibayangkannya. Ia tak menyangka dua lelaki yang paling dekat dengannyaーbahkan lebih dari ayahnya sekalipunーbisa menjadi begitu dekat hanya dalam kurun waktu kurang dari sehari.
Hey, ini baru pertama kali dalam hidupnya Gita melihat kakaknyaーBagus Legowoーberbicara sepanjang itu dengan antusiasme yang tinggi. Kakaknya adalah orang yang pendiam dan cukup pelit saat berbicara. Bahkan ia sendiri pun tak bisa membuat kakaknya bicara panjang lebar.
Tanpa sadar, Gita terus melongokkan kepalanya hingga kedua lelaki yang sedang asyik mengobrol itu menyadari kehadirannya. Ia hanya bisa tersenyum canggung dan keluar dari persembunyiannya ketika mereka berdua menatapnya.
Kedua lelaki yang Gita kenal betul itu tak menatapnya lama. Mereka langsung mengembalikan fokusnya ke obrolan mereka sebelumnya. Gita merasa diabaikan. Tapi setidaknya ini lebih baik daripada harus dimarahi oleh keduanyaー
"Ada selai di ujung bibirmu."
"Ah, makasih."
ーatau mungkin tidak.
Ini jelas lebih parah dari bayangannya. Mereka baru saja berkenalan hari ini, tapi lihat saja mereka. Kakaknya boleh saja peduli dengan selai yang menempel di wajah Adi, tapi bukan berarti kakaknya yang harus membersihkannya, 'kan?
Sekarang mereka benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih.
Gita menggelengkan kepalanya kuat-kuat untuk menghilangkan pikiran yang baru saja melintas di otaknya. Salahkan sahabatnyaーselain Adi tentu sajaーyang seorang fujoshi yang selalu meracuninya dengan segala hal abnormal dalam hubungan antar kedua lelaki. Tidak mungkin kalau kakaknya dan sahabatnya tidak normal, 'kan? Ia tahu kalau mereka setidaknya pernah menyukai perempuan.
Sepertinya pernah bukanlah kata yang cukup meyakinkan, karena pernah bisa berarti sudah tidak lagi mengalaminya. Ia yakinーatau setidaknya berharapーkalau keduanya masih normal dan akan terus menjadi normal.
(Tapi sayangnya ia melupakan kenyataan bahwa kakak satu-satunya yang ia miliki itu sering sekali menarik perhatian para lelaki yang berada di sekitarnya, terutama yang memang memiliki preferensi sesama jenis.)
Gita memutuskan untuk melewati sarapan dan segera berangkat kuliah karena tidak mau mengganggu kakak dan sahabatnya. Ia lebih memilih untuk mampir sejenak di convinient store terdekat untuk membeli sarapan dibanding harus menjadi orang ketiga yang eksistensinya mungkin saja takkan pernah disadari oleh orang pertama dan kedua yang bagai berada di dalam dunia mereka sendiri.
Dengan lunglai Gita melangkahkan kakinya untuk mengambil tas dan menyalakan mobilnya. Ia mengemudi perlahan menyusuri jalan yang agak lengangーkarena sudah lewat jam anak-anak berangkat sekolah yang notabene adalah jam padat di sekitar rumahnyaーmenuju convinient store terdekat dari rumahnya untuk sekedar membeli roti isi yang sebenarnya tersedia di rumahnya pagi ini. Tapi mau bagaimana lagi, ia butuh pengganjal perut dan tak mau merusak atmosfer yang entah mengapa terasa agak romantis di rumahnya. Pilihan pun jatuh pada roti isi yang cukup mengenyangkan dan mudah dibawa.
Setelah memarkirkan mobilnya, ia tak langsung turun dan memasuki kelas. Ia masih punya waktu setidaknya dua puluh menit untuk menikmati sarapannya sebelum memasuki kelas. Ia lebih memilih untuk menghabiskan sarapannya terlebih dahulu di mobilnya. Saat waktu kelas dimulai semakin dekat, ia baru turun dan melangkah menuju kelasnya.
"Hoi, Git." Sebuah suara yang diikuti tepukan ringan di pundaknya membuat langkahnya terhenti. Terpaksa ia menoleh meski kelasnya sudah di depan mata. "Eh, eh, masa tadi gue liat Adi dianterin sama cowok manis banget. Kayaknya itu uke-nya, deh."
"Plis, deh. Gara-gara lo, tadi pagi gue mulai mikir aneh-aneh. Gak usah bagi-bagi delusi lo ke gue, dong," ucap Gita dalam satu tarikan napas. Setelah itu ia baru menarik napas dalam-dalam, dan setelah otaknya terisi oksigen, ia menyadari satu hal. Ia pun menepuk dahinya. "Jangan-jangan itu kakak gue."
"Miapa? Miapa? Miapaaaah? Kakak lo homoable abis," seru sang gadis penyuka hubungan antar lelaki yang kerap disapa Anna itu. Ia mulai menggeliat aneh sambil menampakkan ekspresi yang berbunga-bunga.
"Sialan, lo." Gita menyikut pelan perut Anna yang dibalas dengan cengiran tak bersalah. Tak lama kemudian sang dosen muncul dan mereka terpaksa berlari ke kelas.
♥
"Gita, lu jahat banget ninggalin gua." Adi merengek pada Gita segera setelah kelas usai. "Untung kakak lu baik banget mau nganterin gua."
Gita yang awalnya sedang merapikan tasnya langsung terdiam. Kedua matanya menatap Adi tajam. "Jadi beneran lo yang ngerusak pagi gue yang indah."
"Lah? Lu kali yang nelantarin gua. Kok jadi gua yang salah?" protes Adi tak terima. Ia merasa dirinya sama sekali tak berdosa. Dilihat dari mana pun, yang salah 'kan Gita.
Gita misuh-misuh sendiri. Awalnya ini memang salahnya. Namun ia 'kan sudah lepas tangan. Berarti ini bukan lagi salahnya, 'kan?
(Sebenarnya semuanya adalah salahnya sejak awal. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa ia tak mau bertanggung jawab. Tapi tentu saja Gita tak mau disalahkan sedikit pun.)
"Gua duluan ya, Git. Ditungguin sama kakak lu. Kasian kalo kelamaan." Ucapan Adi membuyarkan lamunan Gita. Tak lama kemudian Adi melenggang pergi sambil bergumam, "Kakak sama adek beda banget. Kakaknya dengan senang hati nraktir gua, lah adeknya? Nraktir Aqua gelas aja harus semedi dulu."
Entah mengapa Gita merasakan sesuatu akan berubah dalam hidupnya.
♥
Bersambung
♥
Kayaknya sedikit ya yang ngevote.... Padahal cerita ini perlu dipikir dulu gak kayak yang satunya. Dimohon vomment-nya ya biar cerita ini bisa lanjut. Atau karena belum ada cover, ya? Mager bikin tapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unexpected [BoyxBoy]
AcakAdi yakin 100% kalau ia suka perempuan dan sosok Bagus tak lebih dari seorang kakak baginya. Namun semakin banyak menghabiskan waktu dengannya, sesuatu mulai berubah. Ada suatu rasa asing yang mulai merasuki hatinya. Bagus selalu ingin punya adik la...