TUJUH

503 67 3
                                    

Sesuai instruksi Mark tadi, sepulang sekolah Haechan akan pergi keruang musik untuk membicarakan hal-hal penting mengenai penampilan mereka saat pentas seni nanti.

"Icung, lo nanti pulang lama gak? Jemput gue ya?" Tanya Haechan.

Jisung yang sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas pun lantas menggeleng pelan, "Sorry Chan, gue mau pergi nyari sponsor bareng kak MoonBin untuk pensi nanti." Ucapnya merasa tak enak hati.

Haechan menepuk dahinya pelan, "Oh iya lupa lo wakil ketua OSIS. Ya udah deh gapapa gue suruh bang Hendery jemput gue nanti."

Jisung, sahabatnya yang satu itu menjabat sebagai wakil ketua OSIS. Pastinya selalu mendampingi sang ketua dalam bertugas. Tak heran sifat aktif, cekatan, serta tanggung jawabnya membuat seluruh murid serta guru mempercayainya sebagai wakil ketua OSIS. Sayang sekali mereka sudah kelas XI, kalau tidak Jisung bisa saja naik jabatan menjadi ketua OSIS diperiode berikutnya.

Menepuk punggung Haechan, Jisung pun berlalu pergi keluar kelas. Begitu juga Haechan yang menenteng tas dipundak kanannya menuju ruang musik.

Sesampainya disana, Haechan menghela napas dan mengontrol rasa gugupnya karena pasti ia akan bertemu Mark. Dan benar saja, ketika Haechan membuka pintu disana hanya ada Jae dan Mark.

Jae menoleh ketika menyadari Haechan yang masih berdiri di dekat pintu dengan tangan kanan yang memegang knop pintu. Tidak dengan Mark yang masih fokus dengan ponselnya tak menyadari kehadiran Haechan.

"Eh dedek Haechan!" Barulah Mark menoleh setelah Jae berseru.

"Haechan? Duduk sini!" Mark melirik sisi bangku disebelahnya yang masih kosong. Dengan langkah kaku Haechan duduk di sebelahnya.

"Udah makan siang?" Tanya Mark sambil melirik arlojinya yang menunjukkan pukul 13:19 WIB. Sebenarnya ia terlalu telat untuk menanyakan hal itu pada Haechan.

Haechan menggeleng, "Belum kak.

Menghela napas, Mark terlihat merogoh tas hitam miliknya dan mengeluarkan dua bungkus roti kelapa. "Nih, suka roti kelapa gak?" Mark menyodorkan roti itu kehadapan Haechan.

"E-eh iya, makasih kak." Dengan ragu Haechan menerima roti itu. Ia membuka bungkusnya dan memakan roti itu dengan lahap, oh sungguh Haechan sangat lapar.

Jae mendengus melihat pemandangan dihadapannya ini. "Tadi gue minta makanan lo bilang ga ada, jahat!"

"Tadi gak ada, sekarang ada." Jawab Mark asal. Percayalah, sekarang Jae ingin mencekik kepala Mark.

"Udah gak usah misuh-misuh gitu. Mending lo panggil anak-anak yang lain biar pada ngumpul." Pinta Mark sembari menendang bokong milik Jae.

Dengan perasaan dongkol, Jae keluar meninggalkan Haechan dan Mark berdua diruangan itu. Suasana kembali hening, hanya ada suara kecapan roti kelapa yang keluar dari mulut Haechan.

"Makannya pelan-pelan Chan, jangan bunyi gitu. Gak sopan." Haechan menghentikan kunyahannya, padahal mulutnya masih penuh dengan roti kelapa. Serta dengan wajah yang memerah menahan malu.

Sebenarnya Ten sudah mengajarkan dia cara makan yang sopan; tanpa menimbulkan suara. Namun, suara kecapan itu suka tak sengaja keluar tanpa disadari apa lagi ketika keadaan perutnya lapar + makanannya enak.

Napas Haechan semakin tercekat kala Mark mengulurkan tangannya menuju pipi Haechan, "ini lagi, kelapanya bisa sampe pipi lo." Ia menunjukkan secuil kelapa yang baru saja hinggap di pipi Haechan.

Haechan semakin menunduk, tangannya sudah meremat roti kelapa yang tak bersalah itu, serta bibirnya sudah mengercut kebawah. Ia benar-benar malu bahkan sampai tak sadar roti yang ada di mulutnya telah habis, Haechan memakannya tanpa menimbulkan suara. Wah, Mark membawa pengaruh baik pada Haechan rupanya.

SECOND ACCOUNT || MARKHYUCKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang