Bagian 02

185 29 2
                                    


Insiden terlambat datang ke sekolah saat hari pertama masa orientasi siswa baru, benar-benar melambungkanku terutama dijajaran para senior OSIS. Mereka hapal sekali dengan nama dan wajahku. Bukan suatu hal yang baik sebab sedikit saja aku melakukan kesalahan akan langsung terdengar lewat pengeras suara menarik perhatian yang lainnya.

Seperti saat ini. Kak Azmi yang memiliki jabatan sebagai sekretaris dan entah mengapa gemar sekali melihatku dengan tatapan sinisnya sejak hari pertama bertemu di gerbang sekolah, memberikan hadiah berupa pesan untuk membersihkan taman sepulang sekolah hanya karena terlambat kembali dari toilet. Ia menuduhku belok ke kantin, padahal keadaan toilet memang kebetulan penuh dan antri.

"Banyak banget sampahnya," keluhku sambil memungut sampah plastik yang berserakan di atas meja.

"Kenapa sih orang-orang susah banget buang ke tempat sampah? Padahal masih kosong banget itu," bukan hanya aku yang mengeluh tapi juga Zoya, teman sekelas yang tadi juga ikut terlambat kembali dari toilet dengan alasan yang sama. Lumayan beruntung karena bukan hanya aku yang harus melakukan hukuman sendirian.

Lebih dari satu jam bahkan tanpa sadar keadaan sekolah sudah sepi menyisakan beberapa anak dari ekstrakulikuler basket yang berlatih di tengah lapangan, akhirnya aku dan Zoya selesai membersihkan taman. Sesuai dengan perintah kak Azmi, tanpa ada satu daun pun yang jatuh di tanah.

"Akhirnya selesai juga," Zoya menjatukan kepalanya diatas meja nampak begitu lelah. Semantara aku duduk di kursi depannya ikut melakukan hal yang sama.

Mataku kembali menangkap radar sosok itu yang baru saja keluar dari ruang guru dengan ransel hitam yang bertengker disebalah pundak membuatku sontak terbangun.

"Segitunya banget lihat Juna," ucap Zoya peka dengan gerakanku barusan.

"Eh? Juna?"

"Iya itu cowok yang baru keluar dari ruang guru."

"Kok manggilnya Juna sih? Dia kan kakak kelas kita."

"Emang kamu nggak tahu? Juna itu anak super ajaib. Selain ganteng, dia juga pinter. Denger-denger, kemarin baru jadi juara olimpiade biologi. Sekolah lagi persiapan pesta besar dia nanti," jelas Zoya yang kini terlihat begitu bersemangat menceritakan tentang lelaki itu.

"Ya terus apa hubungannya sama kamu yang nggak sopan manggil begitu?"

"Walaupun Juna itu sempurna, dia punya 1 kekurangan. Mau tahu?" tanpa berlama-lama, aku mengangguk antusias penasaran dengan jawaban itu. "Dia nggak pernah ngerasain ada dikelas 2 SMP, alias akselerasi sangking pinternya."

"HA? JADI?"

"Sebenernya Juna itu satu angkatan sama kita, umur kita sama, lahir sama, yang beda cuman nasib sama otaknya aja."

"Keren banget," tak kuasa aku menahan pujian untuk lelaki itu

"Segitu doang kamu udah ngerasa Juna keren? Tahan dulu. Dia adalah satu-satunya pengurus OSIS yang nggak ikut jalur seleksi karena rekomendasi dari guru tahun kemarin begitu juga jabatan dia sebagai wakil ketua. Selain bidang akademik dan organisasi, Juna juga pernah jadi atlet taekwondo. Tapi karena terlalu sibuk sama banyak acara dan olimpiade, jadinya dia udah nggak lagi ikut olahraga itu. Sekarang boleh deh kamu mengagumi Juna," penjelasan Zoya semakin membuatku takjub. Ternyata masih banyak siswa berprestasi yang tak tanggung-tanggung seperti lelaki itu.

"Tapi sayang, dia orangnya dingin banget. Malah katanya di kelas aja nggak ada yang mau jadi temennya karena nggak kuat sama sikap ketusnya," sambung Zoya.

JUNA & JEAN :: enerwon [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang