Bagian 10

74 14 6
                                    

"Jadi lo mau beli nggak?" sentak Juna membuat murid kelas 10 itu terlihat ragu memberikan uangnya lalu berlari setelah mendapat sebungkus risol.

"Nggak gitu! Lihat kamu malah nakutin anak orang!" protesku.

"Ya lagian dia lama banget. Kalau mau beli ya beli, kalau nggak mau yaudah," timpalnya masih ketara kesal.

Padahal sudah kubertahu padanya, tak usah iku menjual semua risol saat jam istirahat. Tapi Juna tetaplah Juna yang selalu bergerak sesuai dengan keinginannya. Meski jujur saja, aku sangat terbantu dengan kehadirannya, tapi semua yang membeli risol ini nampak terpaksa karena takut dengan tatapan tajamnya.

"Berapa lagi?" tanyanya.

"Punyaku tinggal 3 lagi, yang kamu tuh masih banyak banget."

"Cuman 5, beda 2 doang. Eh lo, beli risol gue sini!" Lagi-lagi Juna menjajakan daganganya dengan sistem paksa, terutama pada adik kelas yang tak sengaja berjalan melewatinya. Jika saja jualan kami ini terdaftar pada aplikasi online, sudah pasti ratingnya bintang 1.

"Saya udah makan, kak."

"Ya tapi belum makan risol, kan? Beli nih tinggal 8 lagi."

"Kebanyakan, kak. Saya beli 1 aja ya." Rasanya tak tega melihat wajah memelas laki-laki yang tingginya hanya sepundak Juna itu. Dengan tangan gemetar, pemuda itu memberikan selembar uang 10 ribu.

"Nih, bayarnya ke dia aja." Juna mengambil 1 risol dari kotakku lalu pergi begitu saja.

"Maaf ya, Juna nggak maksud buat maksa kayak gitu kok. Nanti lagi, kamu nggak usah beli juga nggak apa-apa. Makasih banyak ya," tuturku.

"Nggak apa-apa, Jean. Itung-itung simpen saham buat acara sekolah nanti," balasnya sambil terkekeh. Berbeda sekali saat dirinya berhadapan dengan Juna barusan.

"Jean buruan! Dagangan kita masih banyak!" Teriakan Juna kembali membuatku harus mengekori kemanapun laki-laki itu pergi.

Istirahat tinggal hitungan menit sebelum semua siswa kembali ke kelas masing-masing. Jika saja tugas divisi humas ini tak semuanya dilimpahkan padaku, sudah pasti aku bisa makan siang di kantin dengan Zoya. Masih ada sisa 3 risol di kotak Juna, dan tak mungkin aku meninggalkannya begitu saja. Membanyangkan bagaimana kalau terjadi perkelahian hanya karena cara berdagang lelaki itu seperti orang yang mengajak tawuran saja, sudah membuatku merinding.

"Lo balik kelas aja, masih ada waktu buat makan dikit. Kayaknya di kantin juga belum habis semuanya," ucap Juna kembali menarik perhatianku saat kami berjalan berdampingan di koridor depan.

"Tapi ini belum habis, kamu juga belum istirahat."

"Nih." Juna memberikan beberapa lembar uang kertas dan mengambil sisa risolnya. "Gue istirahat dulu, udah kelar semuanya kan," sambungnya kembali meninggalkan aku dengan kotak kosong ini.

"JUNA!" teriakku membuat lelaki itu berhenti lalu menoleh. "Makasih banyak, ya!"

Juna diam beberapa detik dengan mulut yang berhenti mengunyah. Tak ada balasan apapun sebab setelahnya, Juna kembali berlalu begitu saja. Aku mulai terbiasa dengan sifat laki-laki itu. Menurutku, Juna bukan orang jahat, Dia selalu bersedia membantuku meski tahu bukan hal yang mudah untuk dilakukan.

Dengan senyum yang tak bisa tertahan, aku berbalik dan berlari kecil menuju kelas, Juna benar, ada beberapa menit sebelum bel masuk berbunyi. Masih ada waktu untuk makan meski hanya beberapa sendok. Aku tak ingin mendadak pingsan saat pelajang Geografi nanti.

JUNA & JEAN :: enerwon [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang