Bagian 05

124 22 2
                                    

Satu lagi hal diluar nalar yang aku sendiri tak mengerti kenapa harus melakukan itu. Double job dalam tugas pertamaku sebagai pengurus OSIS? Aaaaaa, kenapa aku senekat itu? padahal tugas di divisiku saja belum tentu mudah, sekarang malah ditambah dengan tanggung jawab lainnya di peralatan.

"Udah terima aja. Mana mungkin kamu mundur, bisa-bisa dipecat sebelum bertugas. Lagian kenapa sih bisa nggak sadar gitu ngajuin diri?" ucap Zoya setelah aku menceritakan segala kejadian kemarin.p

"Ya aku cuman pengen dilihat Juna, walaupun tetep nggak berani sih kalau disamperin lansung. Tapi nggak ngerti juga kenaa aku bisa nekat banget. Zoya, aku harus gimana dong?" rengekku.

"Udah dibilangin, jalanin aja. Mungkin emang bener Juna bisa jadi lirik kamu, minimal lihat kamu keren bisa kerjain 2 tugas sekaligus. Syukur-syukur dia mau bantu."

"Tapi kayaknya nggak mungkin."

"Loh kok pesimis gitu sih?"

"Kamu tahu sendiri Juna gimana, malah kalau aku bikin kesalahan pasti langsung dimarahin. Ngeri banget."

Aku tak ingin membayangkan bagaimana lelaki itu saat marah. Dalam tatapan tajam dan suara rendahnya saja sudah sukses membuatku merinding. Tak perlu diperparah lagi.

Getaran pada ponsel disaku, mengalihkan perhatianku. Satu notifikasi masuk, dari grup chat divisi peralatan. Aku memejamkan mata, takut dengan tugas nanti yang harus dilakukan. Sekilas aku melirik ke arah Zoya yang nampak penasaran dan mengangguk-anggukan kepala seolah meyakinkan.

Benar saja, percakapan awal itu adalah pembagian tugas dan aku harus menanggung pembuatan dekorasi lapangan bersama 2 lainnya yang jujur saja belum terlalu kukenal. Membaca apa saja yang harus dipersiapkannya saja sudah membuatku lemas.

"Serius? Kamu harus rangkai bendera dari kertas origami?" Zoya yang ikut membacanya ikut terkejut.

"Luasnya lapangan tuh segimana sih?" tanyaku meski sebenarnya tak sanggup jika tahu seberapa besar lapangan yang harus dikelilingi dengan bendera warna-warni dari kertas itu.

"Yang jelas lebih besar dari kelas ini, mungkin 3 atau 4 kali lipat," tebakan Zoya semakin membuatku lesu. "Eh itu dari siapa lagi?" ponselku kembali menyala memunculkan notifikasi baru.

"Dari divisi humas, aaaa mau meledak aja!" teriakku saat melihat nama yang tertera disana. Sudah jelas, pasti pembagian tugas lagi.

"Mending kita jajan dulu ayo, mumpung nggak ada guru. Bentar lagi juga udah bel istirahat, Bu Eva pasti nggak bakalan masuk," Zoya menarik tanganku dan menggiring ke kantin.

Temanku ini benar-benar perhatian. Zoya bahkan bilang akan mentraktir apapun asal tidak lebih dari uang jajajannya. Aku terkekeh lalu memesan semangkuk bakso lengkap dengan es teh manis yang langsung disetujuinya.

Sembari menunggu Zoya, aku memilih meja paling pojok yang masih kosong. Tempat yan paling strategis agar bisa meoiaht semua sudut dengan jelas.

"Jean?" sapaan dan tepukan pelan seseorang membuatku menoleh.

"Eh, Hans?" Lelaki jangkung yang kini menjabat sebagai ketua pelaksana acara diesnatalis sekolah itu tersenyum ramah.

"Udah istirahat juga?" tanyanya.

"Bu Eva nggak masuk kelas, jadi aku nggak bolos pelajaran loh ya."

Hans justru tertawa mendengar perkataanku barusan. "Iya nggak bakalan gue laporin kok. Gue juga kan keluar kelas sebelum bel istirahat," ujarnya.

JUNA & JEAN :: enerwon [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang