Percakapan dan lamunan

63 8 5
                                    

Sang malam tiba, membawa nyanyian semarak di wajah lembayung senja. Lintasan cakrawala mengikis tangis di hati Viona, meninggalkan secercah rasa manis disela-sela lidahnya yang kelu.

Sinar Dewi venus menyapu wajah Viona, memaksa gadis itu memejamkan mata dan merasakan tegang di kening nya.

Suara gemuruh di malam yang sunyi, mengantarkan mimpi kepada semua orang yang terbuai dekapan. Hanya satu pasang mata yang masih lekat, menanti nyanyian Tuhan yang dijanjikan sang malaikat.

Ia berasal dari kalbu malam yang muncul dalam diam dari balik cahaya temaram. Berbisik merdu, menyenandungkan lagu yang mengusik ketenangan.

Sebuah suara membuyarkan keheningan ; "kamu belum mau tidur?"

Viona menggeleng pelan, suara itu muncul dari keheningan itu sendiri. Satu hal yang selalu Viona tahu, dan mengerti bahwa hanya dia yang mempunyai suara selembut ini.

"Belum." Jawab Viona pelan lalu ia tersenyum. Sama seperti kala itu, disaat semuanya baik-baik saja.

"Aku suka bulan nya." Ujarnya lagi

Viona tak menanggapi pujian terhadap bulan, relung hatinya terasa nyeri. Bahkan malam pun berdusta karena menampakkan dua sinar yang berbeda terlihat sangat dekat, akan tetapi seandainya Viona punya sayap--bahkan sayap itu pun akan patah saat mencoba menghampiri keduanya. Menandakan betapa jauh mereka satu sama lain. Sama seperti saat ini, jauh dan jauh.

"Semuanya akan baik-baik saja.." bisiknya lagi

Gadis itu melihat dari sudut mata nya, memberi cibiran halus terhadap sikap sahabatnya yang naif, ia tersenyum dan menatap langit.

"Aku tidak bisa menjelaskan bagaimana luasnya dunia disana." Lanjutnya lagi

Viona tertawa lirih, "Aku juga tidak ingin tahu betapa sempit dan dangkal nya hati ku saat kau tertawa bahagia di dunia itu."

Beberapa saat keheningan kembali menerpa. Satu persatu air mata jatuh membasahi pipi Viona, saat ia mendengar nyanyian itu datang. Berasal dari deru angin yang membelai pepohonan, mengikat hati dan pikiran Viona bagai padang rumput ilalang di siang hari.

"Jika aku bisa memilih.. aku ingin tetap bersamamu disini."

Viona menatap langit sekali lagi
"Tapi kau tidak melakukannya." Suaranya bergetar menahan tangis yang benar-benar akan pecah.

"Karena aku tidak punya pilihan," Timpalnya lagi. "kau masih seperti dulu, cengeng."

Viona bungkam, ia memeluk dirinya sendiri, kristal-kristal dingin dan tajam terus menusuk hatinya. Entah bagaimana dirinya bisa merasa se kacau ini, walau apapun yang terjadi tanpa dia, Viona tidak berdaya.

Rumi adalah bagian dari hatinya yang hilang, dia pernah mengisi jiwa kosong Viona. Mencintai dirinya seperti sinar mentari yang mencintai bumi.

"Bergerak lah Vi..." seperti membaca isi hati sahabatnya yang terlihat ringkih kini. "kamu bisa melewati semuanya tanpa aku."

"Diamlah," dengan sisa suara yang ia punya,"hati ku sudah jatuh berkeping-keping, aku hanya ingin duduk dan menatap mu. Aku tidak ingin berdebat tentang mu, aku hanya ingin menangis bersamamu." Pintanya.

Aku tidak pernah menginginkan mata ku terbuka disaat kau tidak ada di pandangan ku.

Lanjutnya dalam hati

Sebelum bayangan sirna, derap kalimat muncul tersamarkan oleh teriakan malam yang melengking tajam di benak Viona

"Kau tidak akan pernah tahu tentang rencana Tuhan terhadap hidup mu. Kau hanya perlu menjalaninya seperti layaknya dirimu yang sebenarnya." Suara itu lirih tersapu debu malam.

Perlahan suara itu menghilang, dan sunyi kembali menyelimuti.

🍁

Bab pertama ini saya persembahkan untuk sahabat kecil saya.

- ARUNI -

Dia yang sudah menjadi malaikat kecil di surga

Terimakasih sudah menemani ku
Tiga tahun yang singkat

Namun sangat berbekas didalam hati dan membuat diri ini menjadi seperti sekarang.

Dari ku, sahabat mu
-Vanessa-

Untaian ElegiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang