03 | LAGI

392 68 9
                                    

       Jimin mendapat pesan dari Hoseok—temannya semasa Senior High School. Malam ini ia meminta bertemu di salah satu kafe untuk temu kangen, katanya.

       Hoseok pindah ke Paris sejak lulus sekolah dan memutuskan untuk kuliah disana—ikut kedua orang tuanya yang juga akan menetap disana. Jadi, saat ada kesempatan bertemu, Jimin ingin memanfaatkan waktunya bertemu si sahabat.

       Namun, mengapa disaat yang tak tepat Hoseok justru mengajak bertemu? Cuaca hari ini cukup dingin, langitnya gelap—disamping hari yang sudah malam. Jimin kembali merutuki soal hujan yang sering turun akhir-akhir ini.

       Baru saja ia akan bersyukur karna hari ini—mulai dari pagi hingga petang tadi, langitnya cerah dan sama sekali tak ada tanda hujan akan turun. Namun, ketika masuk waktu malam—ditambah Hoseok juga mengajaknya bertemu, justru langit nampak memberi kode pada Jimin jika hujan akan turun.

       Mengabaikan hal itu, Jimin tetap bertukar pakaian dan bersiap pergi menemui Hoseok malam ini. Masalah ia akan terjebak hujan nanti, itu urusan belakangan.

       Outfit malam ini pun cukup tertutup dan terbilang hangat untuk cuaca yang dingin. Kaus putih dengan cardigan rajut tebal dipadukan dengan jeans yang tidak terlalu ketat namun cukup hangat.

       Baru saja turun dari taxi, kilat menyambar tanpa suara—namun cukup mengejutkan untuk Jimin. Jimin taksir jika tak lama lagi, hujan akan turun dengan deras. Buru-buru Jimin memasuki kafe dan mengambil spot di sisi jendela. Ia mengirim pesan pada Hoseok jika ia sudah sampai di kafe—dimana mereka janji untuk bertemu disana.

       Setelah mengirim pesan, Jimin mengabaikan ponselnya dan beralih menatap jalanan malam kota Daejeon dengan kendaraan yang berlalu lalang. Tak lama, rintik hujan bergemelatuk mengetuk jendela yang ada di samping meja Jimin. Mulai dari rintik kecil hingga perlahan menjadi hujan yang sangat deras. Benar bukan dugaan Jimin?

       Hujan kali ini mungkin lebih cocok disebut badai karna tak hanya hujan deras yang turun, tapi juga kilat dan angin yang menyertai. Bahkan kini listrik yang menerangi kafe juga padam—tak hanya kafe yang Jimin tempati, tapi juga sekitarnya ikut gelap. Well, Jimin terjebak di kafe dan gelap pula. Ingatkan Jimin untuk berterima kasih pada Hoseok nanti.

       Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Ponsel Jimin akhirnya menyala—menampilkan nama 'Hoseok' yang menelfonnya. Namun, belum sempat Jimin memarahinya, Hoseok justru menambah kekesalan Jimin dengan berkata.

       Aduh Ji, sorry banget ... Aku ga bisa keluar. Di apart mati lampu jadi ga bisa buka pintu.

       Inginnya Jimin umpati, tapi memang bukan sepenuhnya salah Hoseok. Jadi, ya, mau bagaimana, terima nasib saja—terjebak di kafe. Hujan badai; listrik mati; sendirian; dingin pula.

       “Kamu ngapain disini? Sendirian aja?”

       Jimin mendongak ke arah sumber suara yang baru saja mengudara tertangkap rungunya. Suara ini sangat Jimin kenali—karna ia sangat menyukainya. Dan aroma parfumnya juga.

       “Kak Jeongguk? Kok bisa disini?”

       Pria besar itu mendudukan diri di sampingnya—alih-alih duduk di kursi depannya yang masih luas. “Kamu nunggu siapa?” Tanyanya lagi.

       “Tadinya janjian sama temen, kak. Cuma dia kekunci di apartemennya karna mati lampu. Jadi ngga bisa dateng kesini.”

       Jeongguk tertawa kecil, dalam hati mengasihani makhluk manis di sampingnya ini. “Kasian banget kamu, dingin-dingin disini sendirian.”

[END] Kamu dan Hujan [Kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang