“Kak Jeongguk ... Ayo, makan di luar. Jimin laper.”
Yang dipanggil masih saja berkutat dengan game online bertajuk PUBG Mobile di ponsel pintarnya. Kesal selalu diabaikan saat Jeongguk bermain game, Jimin mengambil ponsel Jeongguk secara paksa dan menyembunyikannya di belakang bokongnya.
Sontak mata bambi Jeongguk membola karna kejadian tiba-tiba itu. “Jimin!”
Matanya semakin membola kala ponselnya bersuara nyaring menunjukan bahwa ia kalah dari game online tersebut. Jeongguk langsung mengesah kasar seraya menepuki keningnya dengan telapak tangan dan menghentak-hentakan kakinya di lantai—pertanda ia tengah kesal setengah mati.
Jeongguk sudah merangkai kata-kata pedas untuk memarahi Jimin yang seenaknya saja mengambil ponselnya. Namun, saat ia membuka matanya dan berbalik pada Jimin, baru sempat membuka mulut—bahkan belum bicara sepatah kata pun, ia melihat Jimin memasang wajah lesunya dengan bibir mengerucut dan puppy eyes andalannya.
Jeongguk mengepalkan tangannya di depan keningnya—meremas sekencang mungkin kepalan tangannya hingga nampak gemetar jelas. Setelah beberapa detik, Jeongguk akhirnya mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tahu—sangat tahu anak kucing ini kalau sudah begini—tandanya tidak mau dimarahi.
Jadi, ia berusaha sebisa mungkin meredam amarahnya itu apalagi jika ia ingat itu hanya karna masalah sepele. Jeongguk memejamkan matanya sejenak lalu menghela nafas panjang. Ia mengambil posisi berjongkok di depan Jimin yang duduk di sofa—tangannya memenjara tubuh Jimin yang berukuran lebih mungil darinya.
“Kamu mau apa, sayang ... Kenapa ambil ponsel kakak.” Ujarnya dengan wajah pasrahnya.
“Mau mam, kakak! Lapar!” Balasnya sembari memberengut.
Jeongguk memeluknya sambil menepuk-nepuk bokongnya persis seperti menenangkan bayi agar tangisnya berhenti. “Okay, okay, kita makan, okay?”
Manik kelamnya menangkap benda pipih berwarna hitam dari balik bokong Jimin. Ia mengarahkan kedua tangannya untuk mengambil benda itu lalu menyalakannya. Ia kembali bermain game online—sambil memeluk Jimin—dan tanpa sepengetahuan Jimin yang berada dalam pelukannya.
Misi berhasil!
Menyadari pergerakan Jeongguk yang aneh dan telapaknya yang tak lagi mengusap punggungnya. Jimin menajamkan telinganya dan mendengar suara gemuruh dari balik punggungnya. “Kakak main game, lagi?!”
“Ngga, ngga, sayang. Makan, ya? Okay, okay, kita ma-fuck! Masa depanku....”
“Makan aja sana game-mu!”
Jimin pergi ke kamarnya dan meninggalkan Jeongguk yang tengah berguling-guling di lantai apartemen sembari memegangi bagian selatannya yang baru saja jadi korban tendangan maut Jimin.
“Ugh ... Sayang ... Kalo kakak ngga bisa hamilin kamu, gimana nanti?”
“Ngomong sana sama ponsel!” Kata terakhirnya sebelum menutup pintu kamar dengan bantingan keras.
“Arrgh, sial ... Ini ngilu.”
⚜⚜⚜⚜⚜
Mungkin sesuatu yang disebut sebagai karma instan itu seperti ini rasanya. Saat ini, Jeongguk hanya bisa menatap Jimin menghabiskan satu kotak ayam goreng tepung—sendirian. Terlihat sangat enak apalagi perut terasa lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Kamu dan Hujan [Kookmin]
Romance"Orang memiliki banyak kisah yang berkaitan dengan hujan, dan Jimin adalah salah satunya. Dimana saat ia akan berpikir bahwa hujan menyebalkan, justru jadi mengesankan karna satu hal." >Alternate universe >Kookmin >Fluffy >Romance >Stranger to lovers