Jimin kembali menguap—entah sudah keberapa kalinya di hari yang bahkan belum ada setengahnya ini. Jimin bosan menunggui toko bunga kakaknya ini. Yah, namanya toko bunga ... Pasti tidak akan seramai toko lainnya, 'kan?
Jadi, yang Jimin lakukan hanyalah melihat deret bunga dengan berbagai jenis dan warna yang ada di toko kakaknya ini. Kalau-kalau ada pelanggan yang meminta satu buket bunga pun, Jimin tak akan kesulitan. Toh, ia bisa kok merangkai sendiri bunga-bunga itu.
Seharusnya Jimin senang iya 'kan, karna tokonya tidak ramai—jadi ia bisa berleha-leha disana. Tapi nyatanya malah rasa bosan luar biasa yang datang menghampiri. Jimin jadi bertanya-tanya, bagaimana kakaknya bisa tahan dengan situasi seperti ini—selama bertahun-tahun pula. Kalau tokonya menjual makanan, Jimin mungkin tidak akan bosan karna bisa menyicip makanan di toko. Tapi kalau tokonya menjual tanaman seperti ini, apa yang bisa Jimin makan? Bunga? Seram sekali.
Memikirkannya membuat Jimin jadi benar-benar lapar. Ini tengah hari, harusnya cuaca sedang terik-teriknya. Tapi yang terjadi adalah gulungan awan hitam yang membuat langit menjadi kelabu. Jimin tidak tahu mengapa sepertinya semenjak ia diminta menjaga toko—rasanya langit sering sekali mendung. Kadang sudah mendung dari pagi hari—bahkan pernah sampai seharian rintik hujan turun tanpa henti. Kadang cuaca pagi cerah, tapi disiang hari hingga sore bahkan malamnya hujan. Kadang paginya mendung dan baru akan cerah di sore hari. Aneh yang menyebalkan untuk Jimin.
Ya, Jimin itu seperti kucing kalau kakaknya bilang—takut sama air. Bukan berarti Jimin tidak pernah mandi, ya. Jimin itu orangnya resikan, hanya saja ia paling tidak suka yang namanya hujan. Karna semua aktivitas akan terhambat jika hujan turun—apalagi seharian. Sebenarnya tidak begitu merepotkan jika saja, yah ada persiapan. Tapi mana ada hujan mau turun bilang-bilang, bukan?
Prediksi cuaca saja kadang meleset, hujan sulit ditebak. Sama seperti jodoh Jimin yang sulit dilacak, eh tidak, hehe.
“Aduh lapar ... Makan apa, ya?”
“Makan di resto depan enak kali, yah ... Umm tapi yang jaga toko siapa, dong....”
Baru saja Jimin akan beranjak dari kursinya, lonceng kecil berbunyi pertanda seseorang membuka pintu. Jimin kembali menghela nafas karna makan siangnya kembali tertunda.
“Loh!” Ucap dua orang berbeda tinggi itu bersamaan.
“Kakak yang kemarin itu, 'kan?”
“Kamu yang neduh bareng saya, 'kan?”
“Eh? Hehe, iya, kak.”
Pria itu tersenyum kecil dan meniti langkah mendekat pada Jimin. Ia mengendikkan bahunya sebelum menyeletuk. “Mungkin kita jodoh.”
Jimin tersipu mendengarnya, siapa yang tidak mau omong-omong berjodoh dengan si kakak ini.
“Umm ... Yang jaga tokonya siapa, ya? Saya mau pesen bunga.”
“Oh, kebetulan aku kak yang jaganya, hehe.“
“Kamu kerja disini?”
“Oh, engga, aku 'kan jagain toko punya kakak.”
“Oh, jadi ini toko kakak kamu itu?”
Jimin mengangguk. “Omong-omong mau pesan bunga apa?”
“One bucket of roses, please. Red roses.”
Dalam hati, Jimin sudah mengutuk jawaban dari pria besar itu—jadi dia sudah punya pacar? Oh, dan jangan bilang ini untuk pacarnya? Huh, jadi untuk apa tadi bilang soal jodoh jodoh?
![](https://img.wattpad.com/cover/294406428-288-k758012.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Kamu dan Hujan [Kookmin]
Romansa"Orang memiliki banyak kisah yang berkaitan dengan hujan, dan Jimin adalah salah satunya. Dimana saat ia akan berpikir bahwa hujan menyebalkan, justru jadi mengesankan karna satu hal." >Alternate universe >Kookmin >Fluffy >Romance >Stranger to lovers