"𝐊𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢𝐦𝐚𝐧𝐚 𝐚𝐫𝐭𝐢 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐫𝐠𝐚𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐡𝐚𝐫𝐠𝐚𝐢, 𝐝𝐢 𝐬𝐢𝐭𝐮𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐚𝐫𝐭𝐢 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐢𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐤𝐢𝐭𝐚."
*
*
*
*Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Setelah acara pernikahan tadi kini dua keluarga sedang makan malam di rumah Thalita.
Selama acara pernikahan tadi, Anta dan Thalita tidak pernah berinteraksi satu sama lain. Mereka hanya bungkam. Thalita yang malas untuk berbicara dengan Anta, dan Anta sebenarnya ingin membuka pembicaraan tetapi ia takut Thalita tidak akan meresponnya.
"Nak Anta habis ini kalian rencana mau tinggal di mana?" Tanya Bram yang memecah keheningan diantara mereka yang sedang sibuk mengunyah makanannya.
Anta membersihkan mulutnya menggunakan tisu terlebih dahulu, dan menaruh sendok serta garpu ke piringnya yang telah kosong tak tersisa. Setelahnya, ia baru menjawab pertanyaan ayah mertuanya.
"Ekhem. Jadi gini pa, Anta berencana setelah makan malam ini Anta mau bawa Thalita tinggal di rumah yang baru saja ayah berikan untuk kita berdua sebagai hadiah pernikahan." Anta berdehem terlebih dahulu, karena ia merasa gugup dan masih terlihat canggung dengan keluarga barunya itu. Lalu Anta segera mengucapkan keputusan yang ia sudah pikirkan sebelumnya.
Bukan tanpa alasan, ayahnya membelikan rumah baru untuknya dan juga Thalita. Karena Anta tahu bahwa ayahnya itu ingin sekali ia dan Thalita bisa belajar mandiri dan membangun keluarga yang harmonis tanpa ada yang mengganggu kehidupan rumah tangga mereka. Selain itu, ayahnya juga ingin Anta bisa menjadi laki-laki bijak dan lebih dewasa lagi kedepannya, semoga keputusan untuk membelikan rumah baru untuk anaknya itu tidak akan sia-sia.
"Uhuk uhuk" Thalita tersedak minuman yang sedang ia minum. Thalita terkaget mendengar keputusan Anta yang secara tiba-tiba itu. Lagi dan lagi Anta memutuskan keputusannya sepihak tanpa menanyakan terlebih dahulu kepadanya setuju atau tidak. Keterlaluan! Belum tahu saja Anta sifat Thalita itu seperti apa.
"Hah? Lo serius? Kita harus tinggal berdua gitu? Terus pindahnya harus malam ini juga? Lo gila?!" Thalita langsung meninggikan suaranya karena ia tidak setuju dengan keputusan Anta. Memang siapa Anta yang bisa mengatur kehidupannya?.
Oh tolong sadarkan Thalita sekarang juga! Bahwa ia sudah mempunyai suami!.
"Thalita yang sopan sama suami kamu! Inget kamu tu udah nikah! Harus nurut apa kata suami kamu!" Balas Bram dengan meninggikan suaranya juga.
"Udah! Kalian tenang dulu!" Lerai Via.
Anta kini menunduk merasa keputusan yang ia ambil salah.
"Thalita kalau gak mau pindah sekarang gak papa kok." Ucap Anta dengan pelan. Karena takut membuat istrinya itu marah.
"Kalau bisa gue gak mau selamanya pindah dan tinggal sama lo!" Thalita menajamkan tatapannya kepada Anta. Sungguh, ia sangat marah dan tidak mau tinggal berdua dengan cowok cupu modelan kaya dia!.
"Thalita tolong, nurut kali ini aja ya? Kamu harus ikut apa kata suami kamu. Belajar mandiri, inget mama sama papa gak bakalan bisa dampingin kamu seterusnya. Jadi tolong, kalau kamu sayang sama mama dan papa, kamu harus nurut apa kata suami kamu." Nasehat Viandra kepada anaknya.
Thalita tertawa smirk. Apakah ia tidak salah dengar? Belajar mandiri? Hallo, dari dulu bahkan dari kecil juga ia sudah mandiri. Dan apa katanya? Dampingin kamu seterusnya? Bahkan di saat Thalita sedang kesusahan atau bahkan sedang sakit pun orang tuanya tidak akan pernah mau membantu atau bahkan merawatnya!. Sungguh, orang tua macam apa mereka ini?!.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐓𝐋𝐀𝐍𝐓𝐀 [𝐎𝐍 𝐆𝐎𝐈𝐍𝐆]
Teen FictionIni adalah kisah seorang remaja laki-laki yang mempunyai penyakit jantung sejak kecil. Karena orang tuanya yang overprotektif kepadanya, ia tumbuh menjadi anak remaja yang manja, nerd, kutu buku, dan childish. Selain itu, ia juga sering terkena kor...