05. WANITA TERHEBAT

18.3K 1.5K 106
                                    

𝑯𝒂𝒊! 𝑪𝒂𝒍𝒍 𝒎𝒆 𝑨𝒄𝒂♡︎


~H A P P Y R E A D I N G~

𓆏


Teng... Teng... Teng....

Suara bel pulang sekolah membuat siapapun yang mendengarnya terpekik kesenangan. Apa lagi untuk Varezo. Cowok itu kini berjalan menuju kursi yang tak jauh dari tempat di mana ia di hukum oleh Buk Dana.

Guru itu tak pernah main-main dengan ucapannya, beliau benar-benar menghukum Varezo hingga pulang sekolah.

Hari ini terasa buruk bagi Varezo. Saat ia bangun dari tidur ia harus mendengarkan ceramah dari Septian karena kecerobohannya waktu di club. Dan sekarang ia di hukum buk Dana kurang lebih tiga jam. Varezo hari ini pun tak masuk kelas sama sekali.

Varezo menyeka keringat yang mengucur dari pelipisnya. "Gila aja, buk Dana. Baju gue sampe basah gini gara-gara keringat," ucap Varezo terbata-bata dengan nafas ngos-ngosan.

"Haus lagi." Varezo memegangi lehernya yang terasa serek.

"Padok!" Panggil Tagasa berlari kecil menghampiri Varezo, dan di ikuti Waraja dari belakang.

"Pucat amat tuh muka. Habis ngapain lo?" Tanya Tagasa yang duduk di samping Varezo, memperhatikan wajah Varezo yang memucat dan di penuhi keringat.

Sedangkan Waraja kini berdiri di belakang keduanya. Karena kursi yang hanya muat untuk dua orang saja.

"Habis di hukum sama buk Dana karena ketahuan ngerokok di belakang sekolah," jawab Varezo dengan sekali tarikan nafas.

"Emm, Zo. Soal kejadian di depan Cafe gue-"

"Lo nggak perlu minta maaf, Wa. Lo nggak salah, yang salah itu gue karena udah buat kalian nunggu lama," potongan Varezo cepat.

Kini, Varezo bersandar pada bahu Tagasa. Tak mampu lagi menahan bobot tubuhnya. Rasanya Varezo ingin pingsan saat ini juga.

"Tapi 'kan-"

Lagi-lagi Varezo memotong ucapan Waraja. "Iya, gue maafin. Sekarang beliin gue es cendol sama Mang Jaja. Tiga gelas yah."

"Uangnya, mana?"

"Pake uang Lo dulu, lah. Gue tadi buru-buru, jadi lupa bawa uang. Tenang aja, pasti uangnya gue ganti kok." Varezo berucap lirih sambil memejamkan mata.

Sebelum pergi Waraja melirik saku kemejanya. Terlihat uang 15 ribu ketika Waraja mengambil uang itu. "Demi persahabatan," gumam Waraja pelan. Lalu segera pergi membeli apa yang Varezo minta.

"Ta, pijitin bahu gue," pinta Varezo. Menepuk-nepuk bahunya yang terasa pegal.

"Makanya nggak usah terlalu emosional jadi orang." Tagasa berucap tegas.

Begitulah Tagasa. Selalu tegas jika berhubungan dengan Varezo. Ia sudah menganggap Varezo sebagai adik kandungnya sendiri. Sebab mereka selalu bermain bersama sewaktu kecil.

Varezo menyergit bingung. "Emosional kek gimana maksud lo?"

Helaan nafas panjang meluncur dari mulut Tagasa. "Soal yang di cafe. Seharusnya lo nggak emosi dan nggak mukulin Waraja."

VAREZO [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang