🔥🔥🔥
ANYA mengelap keringat yang bercucuran di wajah dengan lengan baju. Ia melirik ke arah luar, hari sudah menggelap. Lampu dari kendaraan yang berlalu lalang di jalan silih berganti, saling menyorot. Mengembuskan napas berat, Anya kembali melanjutkan aktivitasnya untuk mengepel lantai. Sudah jam tujuh malam lebih.
Cukup melelahkan, setiap hari terasa semakin sulit. Namun, Anya mencoba bertahan, tetap tersenyum. Demi sang ibu yang kini tengah sendirian di rumah, kesepian, mengharapkan kepulangannya.
Anya jadi ingin memberikan Ibu sesuatu. Mungkin makanan? Nanti dirinya akan membeli martabak telur saat perjalanan pulang. Ibu memang penikmat makanan gurih.
Selesai dengan acara bersih-bersih. Anya pun bergerak ke arah depan. Memasang tanda 'Closed' di pintu masuk toko lalu menutup gorden. Hari ini sudah cukup, ia akan pulang sedikit lebih cepat. Mengemasi barang-barang, keluar dari toko, mengenakan helm dan menyalakan motor, Anya pun melaju membelah jalanan Bandung di malam yang lumayan dingin dan berangin ini. Dari jalan raya yang cukup ramai, Anya membelokan motor ke jalan yang kini lumayan sepi pengendara.
Sebenarnya Anya agak takut. Begal menjadi bayang-bayang yang menyeramkan di otak kala motornya melaju di jalan terpencil yang kini ia tapaki. Tapi Anya tak punya pilihan lain. Ia ingin cepat sampai ke rumah. Jika mengambil jalan lain, maka Anya harus berputar-putar hingga dua puluh menit lamanya. Belum lagi kalau macet.
Anya menyipitkan mata kala melihat seorang laki-laki yang tengah melambaikan tangan. Dia menghidupkan lampu dari ponsel, untuk menyinari area sekitarnya. Dengan takut-takut Anya pun mendekat.
"Eh, ternyata elo, sumpah demi apapun, nyesel banget gue nyamperin." Anya mendengus kala mendapati laki-laki dengan masker hitam dan sarung tangan yang sangat-sangat ia kenal. Manusia yang beberapa hari ini selalu membayanginya. Membuat ia was-was setiap waktu.
"Saya enggak ngerti, dari sekian banyak manusia di muka bumi ini, kenapa harus kamu yang ada di hadapan saya sekarang?"
"Heh, niat gue baik ya, Om. Mau bantuin lo yang kayaknya lagi kesusahan. Kalau enggak mau ya, enggak apa-apa, bodo amat." Anya siap melajukan motornya kembali.
Namun, Arlan segera menahan. Sejak tadi ia meminta bantuan kepada beberapa pengendara yang melintas, tetapi tak ada satupun yang berhenti kecuali Anya. Entah orang lain menganggap Arlan begal, orang jahat atau apa, yang jelas mereka malah tak acuh bahkan saat Arlan berteriak meminta pertolongan hingga tenggorokannya sakit.
"Ok-ok, saya minta maaf." Dan, Arlan tidak punya pilihan lain, ia menurunkan gengsi dan harga dirinya di hadapan Anya. "Jadi tolong, bantuin saya. Sekali ini aja."
Anya melepas helm, mengibaskan rambutnya dengan sombong. "Woke! Karena gue orang baik, punya hati yang lemah dan lembut, punya rasa empati yang tinggi juga jadi, gue bakalan bantuin lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
A MARRIAGE PROPOSAL (END)
RomanceLENGKAP "Saya punya penawaran buat kamu." Arlan melirik Anya. "Jadi istri saya, dan saya akan membiayai semua kebutuhan kamu." Anya terkekeh. "Gue dibooking nih Om?" "Bisa dibilang begitu." Arlan menganggukan kepalanya. "Ogah! Gue bukan cewek muraha...