18 || Frasa Menyakitkan

181 43 50
                                    

㋛︎

You hit me with words
I never heard come out your mouth
To be honest
I don't want it, no

Pain, but I won't let it turn into hate
No, I won't let it change me

-YOUTH by Shawn Mendes ft. Khalid-

-R E C A K A-
.
.
.

-R E C A K A-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

㋛︎

Mari berdebat sebentar.

Katanya, hidup itu begitu singkat dan sederhana. Kita hanya mengejar sesuatu yang akan kita tinggalkan. Pada akhirnya, semua yang hidup akan berpulang ke tempat seharusnya.

Yang membuat hidup menjadi rumit adalah perasaan manusia yang tak kalah rumitnya dengan pikiran mereka sendiri. Hidup menjadi sederhana bagi orang-orang tak berperasaan, mungkin.

Yuna mulai berpikir, mungkinkah orang misterius itu memiliki pola pikir bahwa hidup itu sederhana? Apa ia menjadi bahagia ketika membunuh banyak orang?

Semua perbuatan manusia mempunyai alasan. Membunuh bukan hal yang benar, lebih tepatnya keji. Tapi lagi-lagi memiliki sebuah alasan untuk melakukan tindak kriminal, terlihat tak masuk di akal, hanya saja Yuna pikir, alasan sekecil apa pun patut didengar. Kita tidak tahu sedalam apa luka seseorang hingga berhasil mengubah karakter orang tersebut.

Karakter manusia tumbuh bersama masa lalunya. Melebur bersama sikap yang mereka pilih untuk menjalani hidup.

Alasan mengapa menghakimi orang jahat sekali pun itu tidak dibenarkan dalam kamus hidup Yuna.

"Santai. Gue rasa gue bisa mancing si pelaku," desis Yuna, tersenyum miring. Tak memedulikan wajah Dafi yang menegang menatap Yuna dengan tatapan terkejut.

"Lo gila, ya?"

"Dari dulu," jawab Yuna santai.

"Cara lo mancingnya gimana?" tanya Dafi. Matanya menatap lekat gadis di hadapannya mencari tahu. "Lo, gak bakal nyari bahaya sendiri, kan?"

Yuna mendengkus geli mendengar pernyataan Dafi. "Ternyata lo kepoan juga anaknya."

"Gue serius." Wajah tampan laki-laki itu berubah serius seiring tawa Yuna yang semakin terdengar geli. "Lo mau nyari pembunuh itu sendiri?"

Tawa Yuna berhenti. Kini giliran netra coklat pekat Yuna yang menatap Dafi. "Iya." Jari telunjuknya yang jenjang naik dan diletakkannya di depan bibir. "Ssst! Jangan berisik! Nanti si dia tau."

Dafi berdecak sebal setelah melihat Yuna kembali terkikik. "Lo gak serius kan?"

"Kalo lo pembunuhnya, menurut lo siapa korban selanjutnya?"

RECAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang