Tidak semua aksi
Membutuhkan reaksi.-Ata L.B
Hari minggu biasanya selalu di habiskan dengan acara rebahan, membaca buku, makan.Hanya tiga kegiatan yang cukup membosankan bagi sebagian orang, namun tidak untuk Filma.
Yah, biasanya tiga kegiatan itu juga yang sering ia lakukan--ketika dirinya masih berada di dalam tubuh aslinya. Bukan tubuh orang lain.
"Fai! Ayo! Kok ngelamun di situ?"
Filma menoleh, menatap gilang yang memanggilnya dari arah tangga. Tersenyum lebar sembari melambaikan tangannya, menyuruh Filma untuk segera berjalan ke arah nya.
Menghela napas berat, Filma kembali melangkahkan kakinya, Mendekati Gilang.
Saat ini, ia serta keluarga Alma pergi liburan. Acara keluarga--kata Gio.
Pergi ke area puncak yang lumayan dekat dengan rumah. sengaja memilih rute terdekat karena selain menghemat waktu, bisa menghemat biaya juga.
Pandangan Filma hanya datar, menatap lurus ke depan. Terlihat jelas jika ia sama sekali tak tertarik dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Sedangkan Alma--yang sedari awal selalu berada di sisi Filma justru terlihat antusias. Kedua matanya berbinar kala melihat pemandangan di sekitarnya.
"Ternyata setan bisa kagum juga."
Celetukan Filma dalam hati membuat Alma langsung menoleh ke arahnya. Mengerucut kan bibirnya, "udah berapa kali sih, aku bilang? Aku itu kan manusia juga! Jelas aja aku bisa kagum." Menjeda sejenak, "emang kamu? Datar banget kayak triplek, jangan terlalu cuek. Coba deh, liat dulu di sekitar kamu. Pemandangan nya bener-bener ba-"
"Suram." Filma memotong ucapan Alma, membuat si empunya berdecak kesal.
"Ih! Kamu! Ja-"
"Al! Ayo ke sini!"
Filma mendengus sebal kala melihat Alma langsung menghilang ketika Gilang memanggilnya. Serta Gading yang menghampiri nya dan langsung menarik tangannya untuk segera sampai di salah satu gubuk yang berada di sana.
Terlihat Ayah, mama, Gilang, serta Gio sudah berada di sana. Menatap ke arah Filma dengan senyuman lebarnya, sedangkan Filma justru hanya memandang ke arah mereka dengan malas.
Kalau saja, ia bisa menolak ajakan mereka tadi untuk pergi. Mungkin saja saat ini ia sedang asik tidur di atas kasurnya dengan nyaman. Namun, sayang. Saat ini ia ada di raga Alma. Dan ketika Filma ingin menolak ajakan tadi, dengan tiba-tiba saja Alma muncul dan ia langsung menyuruh Filma untuk mengiyakan ajakan tersebut.
"Sini, duduk samping kakak." Gilang menepuk bangku di sebelahnya.
"Eh! Jangan! Di sini aja, di samping abang." Gilang hendak berseru tak Terima, namun sayangnya Gio sudah menarik lengan Filma untuk segera duduk di sampingnya.
"Apaan sih?! Main serobot aja, kan aku duluan yang nyuruh Alma duduk di sini." Gilang merasa tak Terima. Dan Gio memilih untuk mengabaikan nya, "gimana? Indah kan, pemandangannya?"
Mendengar ucapan Gio, membuat Gilang hanya bisa berdecak sebal. Protes-an nya tadi hanya di anggap angin lalu oleh Gio. Sedangkan mama serta ayah yang melihat hanya bisa menggeleng pelan. Serta Gading yang memilih hanya diam saja, lantaran ia juga duduk di samping Filma--yang memang posisinya Filma berada di tengah-tengah Gading serta Gio.
Dan Filma memilih mengabaikan, kedua matanya ikut memandang pemandangan yang di tunjuk oleh Gio tadi. Raut wajahnya yang datar hanya menatap lurus ke depan. Namun detik berikutnya keningnya mengkerut heran kala kedua netra nya menangkap sosok setan--Alma yang berdiri di tepi tebing.
Mengangkat sebelah alisnya, "tu setan mau mati dua kali?"
Tepat setelah Filma membatin, sosok Alma menoleh ke arahnya. Tersenyum--yang dimana menurut Filma senyuman yang cukup aneh.
Memang, Alma itu mempunyai raut wajah yang beragam. Namun, untuk senyuman yang satu ini, entah mengapa agak aneh menurut Filma.
Menggeleng pelan. Mengapa ia jadi memikirkan perasaan orang lain seperti ini? Bukan tipe seorang Filma sekali. Menghembuskan napasnya perlahan, pandangannya kembali di alihkan ke arah Gilang yang kini tengah merenggut kesal lantaran di ejek oleh Gio.
∆∆∆∆∆
"Ayolah~~ bantuin aku ya? Ya?"
Baru saja Filma merebahkan tubuhnya ke atas kasur, Alma yang memang sedari awal mengikutinya sejak keluar dari mobil tadi--yang hanya berbicara tentang ia yang harus mau membantu Alma.
Filma memilih mengabaikannya, bahkan keluarga Alma tadi sempat memanggil dirinya ketika turun dari mobil. Yang sayangnya tak ia hiraukan, memilih tetap berjalan pergi dari sana.
Telinganya sudah cukup pengang lantaran ocehan Alma yang hanya berbicara tentang masalah bantuan.
"Filma!" Alma berdecak sebal kala melihat Filma yang mengabaikannya, bahkan kedua matanya sudah tertutup rapat. Ia tau, Filma pura-pura tidur saat ini.
"Aku minta bantuan ini gak hanya nguntungin di pihak aku aja, tapi kamu juga. Karena kalau kamu bantuin aku, dan selesain masalah ini. Kamu juga bakal cepet balik lagi ke tubuh asal kamu."
Mendengar pernyataan Alma, Filma langsung membuka matanya. Menatap datar ke arah Alma, mengangkat sebelah alisnya. "Oh, ya?"
Alma mengangguk cepat, "iya! Makanya, kamu harus bantuin aku. Mau kan?"
Terdiam sejenak, dapat Filma lihat kedua mata Alma yang berbinar--menunggu jawaban dari Filma.
"Gak mau."
Seketika senyuman lebarnya langsung luntur seketika, "ih! Filma!"
"Berisik! Gue mau tidur!" Membalikkan badannya, memunggungi Alma. Memilih untuk tidur, mengabaikan Alma yang mengoceh.
Ocehan Alma terhenti ketika melihat Filma yang sepertinya sudah tertidur. Menghembuskan napasnya, raut wajahnya berubah menjadi sendu. Dan akhirnya memilih untuk beranjak pergi saja dari sana. Mungkin, di lain waktu ia akan mencoba membujuk Filma kembali.
TBC
WATTPAD : Atalia_balqis
IG : ata.l.b
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi A-Film
Teen FictionA. Filma. gadis dingin berhati beku. selama ia hidup di dunia ini, tak ada satupun orang yang dapat ia percayai. hal itu lantaran suatu kejadian di masa lalu, masa lalu yang mampu membuatnya terpisah dengan kedua orang tua nya. namun, suatu waktu...