5.

532 84 5
                                    

Lisa itu suka hujan, karena dibawah hujan yang deras ia bisa menangis sesukanya tanpa ada orang yang tahu.

Bajunya basah, dan lisa hanya berdiri mematung ditengah jalan sepi dengan pandangan kosong.

Ada kesedihan yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Ada penyesalan yang menghantui hidupnya. Ada kecewa yang menyerang hatinya begitu dalam. Ada luka yang tinggal dan tak pergi dihatinya.

Lisa merasakan semua itu, setetes air matanya bergabung dengan rintik hujan yang membasahi wajahnya dan tubuhnya.

Terlalu kalut hingga tanpa sadar bahwa Lisa tak lagi merasakan tetesan air hujan yang membasahi tubuhnya.

"Lo bukan anak kecil yang harus hujan hujanan". Lisa menatap orang didepannya dengan tatapan sendu. Dave memang selalu ada, tapi ia tidak butuh.

"Ayo pulang, atau lo bakal mati disini". Tatapannya begitu dingin, menghujam manik bulat Lisa yang sembab.

Dave menarik Lisa merapat pada tubuhnya hingga mereka begitu dekat. Bahkan baju dave ikut basah karena tubuh basah lisa yang menempel pada tubuh Dave.

Dave bahkan bisa merasakan bahwa tubuh Lisa masih bergetar akibat menangis tadi, Dave sangat tau bahwa Lisa menangis dibawah hujan deras. Membuat hatinya sedikit sakit melihat bagaimana keadaan Lisa sekarang.

Mereka berjalan berdempetan hingga mereka sampai dirumah Lisa.

Lisa memang hujan hujanan didepan rumahnya, sementara Dave tak sengaja lewat mengendarai mobilnya lalu netranya melihat gadis bodoh yang hujan hujanan.

Mereka sampai didalam rumah, lalu Dave membawa handuk besar yang ia dapat setelah menanyakan pada gadis itu.

Dave menyelimuti tubuh basah Lisa. Menatap sekitar yang begitu sepi dan sunyi. Rumahnya begitu besar tapi hanya seperti lisa sendiri yang menempati.

"Lo boleh pulang Dave". Ucap lisa begitu dingin dengan suara seraknya. Dave menghela nafas, Lisa memang tidak pernah berubah. Hanya saja Dave sempat tahu dengan sifat lain Lisa, dulu.

"Lo harus minum obat, kalau nggak mau sakit". Ucap Dave lalu pergi dari rumah megah itu.

"Gue benci lo David Leondra gue benci !!". Teriak Lisa frustasi dengan air mata yang mengalir.







Dave mendengar itu,,

"Apa karena cara menatap kita sama?". Gumam Dave yang belum membuka pintu kediaman Lisa.















***

"Ya ampun sa kenapa lo pucet banget? Lo sakit". Panik Rose, mereka berjalan dikoridor sekolah.

"Lo baik baik aja kan?"

"Hmm". Rose tambah panik karena Lisa memang terlihat sangat pucat dan seperti akan pingsan.

"Ya ampun Sa, TOLONG !! ". Sekuat tenaga Rose menahan Lisa agar tidak ambruk ke lantai. Hingga seseorang merebutnya hingga Lisa di gendong ala bridal style.

"Jeff?". Tanya Rose yang langsung berlari membawa Lisa ke UKS.

Dave hanya menatap kejadian tadi dengan tatapan dinginnya.










Lisa sudah ditangani dengan petugas UKS, tapi Lisa masih pingsan sementara Jeff ada disana duduk disamping ranjang.

Jeff terus memperhatikan wajah cantik Lisa. Menurut Jeff, Lisa terlihat sangat kelelahan dari raut wajahnya. Jeff tersenyum ketika Lisa mulai sadar.

Lisa menatap Jeff dengan pandangan kabur, dirinya masih sangat pusing.

"Kenapa lo bisa kayak gini?". Tanya Jeff menatap manik Lisa dengan tatapan khawatir.

"Kehujanan". Singkat Lisa karena terlalu malas menjawabnya, mulutnya sekarang sangat pahit.

"Kehujanan atau hujan-hujannan?". Ucap Jeff menyeringai, jangan lupakan bahwa Jeff itu bisa merubah ekspresi wajahnya dalam sekejap.

"Gue tau lo suka hujan. Tapi orang yang mengaku suka hujan pun akan berteduh, karena pada akhirnya kita tahu bahwa yang kita sukai pun dapat menyakiti". Ucap Jeff, meskipun Lisa tidak terlalu berminat. Tapi Lisa sedikit tersentuh dengan perkataan Jeff.

"Lo terlalu puitis". Celetuk Lisa, dirinya sangat sensitif dengan hal demikian. Yeah, meskipun itu adalah sebuah kebenaran.

Jeff tersenyum tipis menanggapinya.

"Lo nggak laper? Mau gue pesenin makanan?". Tanya Jeff yang terlihat tulus, tapi tidak dengan cara pandang Lisa. Terdengar seperti bullshit dan bosa basi.

"Nggak, gue udah sarapan". Ucap Lisa asal, membuat Jeff tersenyum.

"Sarapan itu dimakan, bukan dibuang". Lisa terdiam, ucapan Jeff sejak tadi itu agak janggal.

"Lo ngikutin gue? Lo mata-mata?". Tanya Lisa sedikit emosi. Karena memang tadi pagi dirinya tak sarapan dan malah membuang roti sandwich buatan ARTnya ketempat sampah depan rumah.

"Kenapa nggak save nomer gue?". Jeff menyeringai, menatap Lisa dengan tatapan mengejek.

"Itu lo? Bastard, Pergi lo muak gue sama tingkah lo". Kepalanya semakin berdenyut nyeri.

"Anyway, itu Perilaku yang manis asal lo tau". Ucap Jeff mengelus puncak kepala lisa dengan tatapan mengejek. Sebentar, karena tangannya langsung ditepis sang empu.

"Pergi!!!". Dan benar saja, Jeff pergi dengan tawa yang semakin membuat kepala Lisa pusing.

Sementara dikelas Rose sibuk memikirkan keadaan Lisa, Jeff menyuruhnya untuk ke kelas. Padahal ia ingin sekali disamping Lisa dan tau keadaannya sekarang.











Jeff pergi ke markas comorfos'. Dan menemukan Axel yang sedang merokok dengan santai.

"Bolos?". Tanya Jeff duduk disofa berhadapan dengan Axel. Cowok itu menganggukkan kepalanya lalu menatap Jeff sekilas.

"Lo tau? Kita berusaha lindungin Jacqueline dari orang yang pengen sakitin dia". Ucap Axel menyesap rokoknya dalam dan menyebulkan asapnya keatas lalu melirik Jeff yang terlihat tidak berminat dengan topiknya.

Kadang dirinya tak habis pikir dengan perilaku Jeff, sikapnya terkadang manis pada Lisa tapi niatnya lah yang buruk. Jeff mendekatinya hanya untuk bermain-main. Axel sangat tahu sifat itu sudah mendarah daging dengan Jeff, Tapi kenapa harus Lisa?.

"Lo nggak perlu peringatin gue Xel, semakin lo bilang gitu gue semakin gencar buat deketin tu cewek dan buat sakitin dia". Smirk andalannya terpampang nyata di wajah tampan nya. Membuat Axel menghela nafasnya pelan.

"Gue cuma takut lo tau fakta sebenarnya, Jeff". Batinnya sembari menyesap rokoknya dan membuangnya begitu saja.

Akhir-akhir ini Axel selalu memikirkan tentang Lisa, banyak yang ia khawatirkan. Yeah, meskipun dia adalah cowok brengsek. Tapi Axel berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi cewek itu. Bahkan percaya tidak percaya cowok tengil itu siap bertaruh nyawa untuk Lisa.

Tangisan itu selalu menyiksanya, setiap mengingatnya hatinya terenyuh. Membuatnya ikut putus asa atas semua yang terjadi.




***


Kangen pemeran Axel nih :)

LOSE THEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang