7.

551 62 1
                                    

"Axel ?". Ucap Lisa ketika mendapati Axel berdiri didepan pintu rumahnya dengan senyuman ramah.

"Nggak ditawarin masuk nih?". Lisa mendengus kesal, mempersilakan Axel yang tertawa ringan untuk masuk.

"Tumben ke rumah?". Tanya Lisa menaruh segelas orange juice untuk Axel. Lalu Lisa duduk didepannya.

"Jangan deket-deket sama Jeff !". Ucap Axel to the point. Membuat Lisa mengernyit bingung.

"Maksud lo apasih, xel?". Tanya Lisa

"Intinya jangan deket-deket sama dia !". Tekan Axel sirat matanya mengatakan perintah yang tidak boleh dibantah.

"Lo jealous?". Tebak Lisa yang membuat Axel menyunggingkan senyumnya.

"Iya sih, tapi bukan itu intinya!"

"Dia bahaya buat lo". Lanjut Axel kembali serius.

"Cringe banget tau nggak?". Lisa menatap Axel aneh, cowok itu tiba-tiba datang dan bilang seperti itu. Kan jadi aneh.

"Inget kata-kata gue 'jangan deket-deket sama Jeff' atau lo bakal menyesal Jacqueline". Ucap Axel memperingati, Lisa anggap itu bercanda tapi cara berbicara Axel itu sangat dalam seperti apa yang ia katakan akan menjadi kenyataan.

"Gue pamit, thanks minumannya". Ucap Axel menepuk pundak Lisa pelan lalu melenggang pergi.

"Cowok aneh". Ucap Lisa, meskipun cowok aneh nyatanya Axel selalu bersikap manis kepadanya.




***

Lisa memutuskan untuk pergi ke toko buku di jam 4 sore. Cukup jauh dari rumahnya, tapi lisa sering berkunjung di toko itu.

Kaki panjangnya melangkah anggun menyusuri tempat itu melewati rak buku yang menjulang tinggi.

Lisa Jacqueline suka membaca dan terkadang ia juga menulis beberapa kalimat dari isi hatinya. Karena terkadang ada sebuah kata yang tak mampu ia ucapkan, dan hanya dalam sebuah tulisan kata itu terucap.

Banyak sekali rasa yang ia pendam, mencoba untuk kuat menghadapi keadaan adalah hal yang berat.

Tapi disatu sisi ia tidak suka ketika seseorang menganggapnya lemah, Axel pernah mengatakan itu dan tamparan adalah hadiahnya.

Ia tidak suka dikasihani meskipun ia tahu bahwa hidupnya memang pantas untuk dikasihani.

"Lo lagi lo lagi". Ucap seorang wanita dengan nada sinis. Lisa membalikkan badannya menatap Naya yang didepannya.

"Dunia begitu sempit sampai gue harus ketemu sama manusia pembawa sial kayak lo!". Sarkas Naya tepat didepan wajah Lisa dengan jari telunjuk yang menunjukkan wajahnya.

"Lo kesini mau mengingat memori sama dia? Iya pembunuh?". Telinganya berdenging, dadanya sesak ketika Naya mengucapkan itu.

"Kenapa diem? Bener ya?"

"Haha inget Sa, lo itu cuma pembawa sial and see lo nggak punya siapa-siapa sekarang karena keserakahan lo!!". Naya menekan setiap katanya, mengucapkannya dengan sinis dan dengan tatapan tajam seakan ingin menusuk manik bulat Lisa.

"Well, gue nggak terlalu peduli dengan hidup lo. Tapi menganggangu hidup lo adalah sebuah kebahagiaan tersendiri untuk gue". Naya tertawa sinis lalu pergi meninggalkan Lisa sendiri.

Lisa menunduk memegang bukunya, dia tidak menangis hanya saja ia berpikir bahwa ucapan Naya adakalanya adalah sebuah kebenaran.

Bahwa, dirinya adalah pembawa sial.

***

Setelah dari toko buku Lisa memutuskan untuk pergi ke sebuah caffe. Menyendiri adalah sebuah kesenangannya.

LOSE THEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang