3

341 60 2
                                    

Hinata tahu suaminya bukan tipikal pria penuh afeksi, tetapi ia tidak menyangka akan menghabiskan tiap-tiap malam seorang diri. Bahkan setelah berhari-hari, tidak pernah ada konsumasi.*

Pria itu sangat teliti. Pada siang hari, ia memperlakukan Hinata bak permaisuri dan membantunya beradaptasi. Tak lupa juga menjaga harga diri sang istri dari tatapan yang hendak mencaci. Namun ketika malam tiba, ia dengan serta merta menjaga jaraknya.

Mereka hanya pernah berbagi kamar satu kali. Pada malam pernikahan yang terasa kelewat panjang lantaran masa yang dihabiskan untuk saling mengabaikan. Hinata berupaya lelap di atas ranjang yang terlalu besar untuk ditempati sendirian, sementara Sasuke berupaya terjaga di depan perapian yang bahkan tak cukup menghangatkan. Lalu ketika pagi datang, jangankan terbangun oleh sentuhan, alih-alih Hinata disapa oleh sentuh dingin tumpahan anggur di sisi ranjang. Noda merah yang sudah pasti dengan sengaja ditorehkan Sasuke penuh intensi. Sesuatu yang tidak ia miliki, apalagi bisa ia beri.

Mulanya Hinata pikir Sasuke hanya butuh waktu untuk benar mengakuinya sebagai seorang istri. Tidak sebatas nama, melainkan juga darma. Namun seiring waktu ia mulai bertanya-tanya, apakah keengganan pria itu untuk menyentuhnya didasari oleh rasa benci atau justru geli. Sebab pria mana yang sudi menandai bekas wanita kakaknya sebagai propertinya sendiri?

Dan di tengah kekalutan yang kian menjadi-jadi, ia kemudian memberanikan diri. Ketika jam berdentang dua kali dan rembulan yang menyorot terang seolah memberi nyali, Hinata membawa diri ke kamar sang suami dan hendak melakukan konfrontasi. Akan tetapi belum sempat bibirnya menyuarakan resah, hatinya lebih dulu goyah lantaran pemandangan yang membuat terperangah.

Suaminya tak lagi terlihat seperti sosok yang tabah, melainkan seorang pria muda yang terbaring ranyah. Pelipisnya basah oleh keringat, sedangkan dahinya yang berkerut dalam kini jadi tempat melekat surai legam sekelam malam. Selimut yang meredam gigil tubuhnya pun tak berada dalam posisi prima. Benda itu tampak lembab dan kusut menjerat kedua ujung tungkainya yang kerap bergerak gelisah.

Mimpi buruk, pikir Hinata sederhana. Ia lalu mendesah lelah sembari memacu langkah untuk mendekat dan membangunkan suaminya. Namun mungkin ia memang harus berpasrah dan meredam resah saja, sebab sejurus kemudian seluruh rasa yang mengganggunya sirna lantaran lirih suara Sasuke mencapai gendang telinga.

Pada sayup sedu lirih suara itu, ada isak tangis yang samar menjelma. Dan yang berhasil menyergapnya tanpa aba-aba adalah sebuah nama yang mengudara dari bibir suaminya. Nama yang diutarakan dalam gema yang sarat akan doa serta pengharapan, pun di saat yang sama berbalut luka serta kecaman.

"Itachi..."

Sasuke menggumamkan nama itu berulang kali, diikuti fragmen kalimat yang tak bisa Hinata mengerti. Namun Hinata tidak butuh konteks. Ia tidak perlu tahu momen apa dari sang empunya nama yang mengganggu suaminya hinga sedemikian rupa, sebab nama itu juga kerap menghantui malam-malamnya dan memaksa sukma untuk lantas hanyut dalam samudera memori yang tak berdasar.

Butuh beberapa waktu untuk kemudian Hinata berhasil menambatkan diri dan teguh berpegang pada realita yang ada. Dadanya masih bergemuruh, tetapi seiring ia mengguncang tubuh sang suami supaya segera terjaga dari mimpi, pun juga ketenangan laun kembali.

Dan malam itu, ketika Sasuke tersentak dan berhasil kembali terjaga, ia memilih untuk menumpulkan akal sehat dan seluruh indra. Histeria membimbing dinamika. Lantas dalam ketergesaan, mereka berbagi kamar untuk kali kedua. Konsumasi dilakukan tanpa persiapan, apalagi kesiapan. Di sela napas si pria Uchiha yang memburu, hela napas Hinata menjadi candu. Tidak lagi ada ruang bagi pretensi yang dipersiapkan untuk pagi hari.

Malam itu, mereka adalah dua yang satu. Banyak ragu dan sedikit terburu-buru. Sama membantu membebaskan diri dari belenggu. Saling memandu dan bahu-membahu. Kendati tak punya intensi untuk berbagi intimasi, pada akhirnya cumbu adalah satu yang menganulir keliru.

Dan malam itu, kekalutan Hinata akhirnya membumbung tak ubahnya debu. Gugur sudah seluruh risau, sekalipun esok jelas masih kelabu.

.

.

.

*Konsumasi yang dimaksud disini adalah consummation of marriage, yaitu tindakan hubungan seksual pertama atau pertama yang diakui secara resmi antara suami dan istri. Kata konsumasi sendiri tidak saya temukan dalam KBBI dan agaknya lebih sering diterjemahkan sebagai penyempurnaan pernikahan saja.

Survivor (SH)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang