ā„–ā“

265 47 28
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.
.

Dini hari (Y/N) terbangun dengan napas tersengal. Wajahnya terlihat pucat seperti habis melihat teror. Pakaiannya pun basah oleh keringat.

Menunduk, dia mendapati tangannya gemetar. Napasnya tak teratur. Untuk sejenak (Y/N) lupa dimana dia berada.

Perlahan dia bergeser duduk di sudut ranjang. Sembari mengatur napas, matanya melirik jam dinding.

Pukul 02.25

"Masih terlalu malam." Gumam (Y/N). Cukup lama dia terdiam menatap lantai. Inginnya kembali tidur tetapi, ketakutan akan mimpi yang kembali terulang membuatnya mengurungkan niat.

Mungkin bukan mimpi tapi, lebih tepatnya masa lalu. Ingatan akan insiden itu kembali, seakan tak rela membiarkannya istirahat tenang.

Dengan menghembuskan napas kasar (Y/N) beranjak dari kamar menuju dapur, tenggorokannya kering. Mungkin segelas kopi sekaligus sarapan lebih awal bisa membuatnya kembali segar.

Dirinya masih terlalu malas untuk sekedar mencari sakelar ditiap ruangan yang ia lewati. Dengan pelan dia melangkah.

Meski dengan penerangan seadanya, (Y/N) masih bisa melihat beberapa barang yang berantakan di sana sini, membuat tangannya gatal.

Saat kembali tadi sore, dia tidak terlalu memperhatikan detil detil kecil bagian rumah dan langsung masuk ke kamarnya.

Sampai di dapur barulah dia mencari sakelar. Tepat saat lampu berhasil menerangi ruangan, saat itulah dia melihat penggambaran sebuah kekacauan.

Bungkus makanan instan dan sampah lainnya tercecer di luar kotak sampah. Piring piring kotor menggunung. alat alat masak yang berantakan. Meskipun sebagian ruangan bebas dari masalah tapi, tetap saja membuat matanya sakit.

Mengesampingkan hal itu, (Y/N) kini mulai memeriksa bahan apa saja yang masih tersisa, sekaligus mencari kopi instan yang biasa ia simpan.

Dimulai dari kulkas. Sejak awal melihat keadaan dapur (Y/N) sama sekali tak berharap banyak dan benar saja, tak ada apapun di dalam kulkas di depannya, hanya tersisa setengah bungkus roti tawar, dua butir telur, satu pack sosis dan sekarton susu.

"Kopinya..." Gumam (Y/N) saat tidak menemukan bahan terpentingnya, dia pun kembali melanjutkan pencarian di lemari kecil di pojok.

Dia ingat untuk selalu menyimpan kopi instan di sana. Namun, ternyata tempat itu pun sama nasibnya, kosong.

Yah, tentu saja, murid SMA tidak memerlukan kafein untuk tetap terjaga, Pikirnya.

Mau bagaimana lagi, untuk kali ini dia harus tahan dengan hanya susu kotak.

Dengan pasrah (Y/N) pun mulai membuat sarapan dengan bahan bahan sebelumnya. Toast dengan sosis dan telur mata sapi jadi pilihan mudah.

Setelah selesai menata makanan dan menuangkan segelas susu, dia pun mulai beranjak dari sana. Dapur dan ruang makan bukan pilihan bagus kali ini jadi, dia pun bertolak menuju pintu samping.

š•€š•žš•“š•£š• š•˜š•š•šš•  || š™²šš‘šš˜ššœšš˜Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang