Gehei terbangun ada keributan tubuhnya gemetar ia tidak melihat Ben ia hendak keluar rupanya pintu terkunci dari luar Gehei menangis ia terus mencoba membuka pintu tidak lama ada yang membuka kunci itu bukan Ben tapi Jihon, Jiho menutup pintu ia memeluk Gehei yang sesegukan ia gemetaran.
"Apa yang terjadi?"
Suara Gehei gemetar
"Gege harus tenang kita diserang, Ben diluar semuanya akan baik baik saja"
"Gege mau daddy"
Gehei kembali menangis suara mengerikan masih terdengar diluar pintu.
"Gege bisa pakai ini?"
Gehei mengangguk ragu Ben pernah mengajarinya ia mengambil senjata itu dari tangan Jihon terasa berat bagi Gehei.
"Tembak siapapun yang coba menyerang Gege"
Jihon hendak pergi namun pakaiannya di tarik Gehei yang ketakutan.
Ben masih sibuk memastikan semua sudah dibereskan Ben berjalan naik keatas kekamarnya bersama Gehei karena ia lihat Jihon bergabung dengan yang lain, Ben mendengar suara tembakan ia terkejut dan berlari naik Jihon juga ikutan naik ia mendengar dua suara tembakan dari kamar Gehei dan Ben.
"Daddy, aku membunuhnya"
Ben melihat seseorang terkapar ia segera menghampiri Gehei mengabil senjatanya melempar jauh memeluknya erat namun Ben melihat tangannya
"Gege, kau tertembak"
Gehei jatuh dipelukan Ben, Jihon mematung dipintu ia sangat syok seharusnya ia tetap bersama Gehei. Ben menangis memeluk tubuh kecil dipangkuannya sembari menekan lukanya ia juga melihat ada darah mengalir diantara paha Gehei membuatnya semakin takut.
Ibu Ben datang tergopoh gopoh ia langsung menghampiri Ben yang terduduk lemas bersandar dan Jihon bersandar memandang kosong ibi Ben heran sebenaranya suami Gehei yang mana, si nenek menangis ia selamat ia hendak menyusul Gehei tadi namun ia sedang didapur ditodong.
"Bagaimana dengan Gege"
Ben memadang ibunya lalu memandang Jihon
"Cari tahu dan habisi mereka, Jihon"
Jihon berdiri tegak dan langsung pergi sepeninggalnya Ben memandang ibunya ia bangkit.
"Ia tertembak di bahunya nya dan ia juga mengalami pendarahan, dokter berhasil menyelamatkan anak kami"
"Ya tuhan Gege"
Ayah Ben muncul bersama pengawalnya ia memandang putranya sepertinya ini bukan saat yang tepat buat tertawa ayahnya terlihat berbeda kelamaan berjemur.
"Anak durhaka, gimana bocah aneh itu?"
"Ayah lihat saja sendiri"
Ayah ben masuk sendiri ia terdiam anak yang biasanya memandangnya takut takut bersembunyi dibelakang Ben sekarang anak itu seolah tertidur, ia mendekat mengusap rambutnya pelan.
"Cepatlah bangun bocah, kau membuat seorang Ben menangis"
Ayah ben berjalan keluar menemui Ben dan istrinya.
"Dimana Jihon?"
"Mengurus mereka ayah"
"Salah satu sainganmu?"
Ben mengangguk ibu Ben masuk kedalam bersama nenek ia mau menemani Gehei ia tahu Ben tidak akan sanggup melihat keadaan Gehei.
"Ben.... Ben bangun"
Rupanya Ben tertidur di sofa ruang tunggu untuk VVIP ia memandang nenek nya Gehei.
"Gehei sudah siuman ia mencarimu nak, dokter sedang memeriksanya"
Ben bergegas bangkit meskipun nyawanya belum terkumpul semua ia hampir menabrak pintu.
"Daddy"
Ben langsung menghampiri dan menggenggam tangannya
"Daddy....Gege...."
"Ssshhh jangan dipikirkan tidak perlu merasa bersalah Gege melakukan hal benar, maafkan daddy tidak disini saat gege sadar....daddy tidak sanggup"
Gehei tersenyum ia bahagia meskipun Ben tidak mengatakannya ia tahu.
"Babynya gege"
"Ia baik baik saja dalam pengawasan ia lahir prematur jadi ia diletakkan didalam inkubator"
"Gege .... ingin melihatnya daddy"
"Nanti ya, setelah Gege benar benar kuat dan pulih"
"Gege mau sekarang, Gege nggak tenang jika belum melihatnya"
"Nih"
Jihon muncul dengan tablet yang layarnya menampilkan foto bayi cantik dengan beberapa selang tangan kecil Gehei mengusap layar ia tersenyum.
"Ia cantik seperti kau sayang, ia perempuan"
Sahut ibuhya Ben ia duduk disisi lain tersenyum.
"Ya iyalah masa laki laki"
Sahut ayah Ben yang duduk disofa istrinya memandangnya tajam suaminya kicep ribet kalo istrinya ikut campur.
"Maafkan aku Gege, aku meninggalkanmu sendiri"
Gehei menggeleng mendengar Jihon
"Tidak, Jihon sudah sudah melindungi Gege selama ini"
"Kenapa kalian seperti drama telenovela semua?"
Ibunya Gehei memandang tajam suaminya lagi suaminya yang kicep dan panik ia berkacak pinggang, yang lain memandang kearah lain mereka mau tertawa tapi tidak bisa Gehei saja menyembuhyikan wajahnya didada Ben mau tertawa tapi perut dan dadanya sakit. Ini awal baru untuk keluarga kecil Ben dan Gehei masih banyak kerikil dalam kehidupan rumah tangga mereka, nggak bakal tamat tamat ini cerita ayahnya Ben senang dari Gehei ia punya penerus laki laki atau perempuan nggak masalah baginya.
End