prologue

1.4K 133 32
                                    

Senja hari ini tak sehangat kemarin, langit pun tak kunjung menampakkan semburat warna marmalade kebanggaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senja hari ini tak sehangat kemarin, langit pun tak kunjung menampakkan semburat warna marmalade kebanggaannya. Tidak ada lagi berkas cahaya jingga yang menyinari Kerajaan Valderman, segala keindahan itu kini telah ditutupi oleh awan gelap yang mencekam dan dingin.

Jalanan setapak yang semula ramai oleh para rakyat dengan segala aktivitasnya itu kini berubah sunyi senyap, tergantikan oleh ratusan mayat-mayat prajurit sisa pertumpahan darah antar saudara yang tergeletak begitu saja. Bau anyir pun mulai menyeruak hingga menusuk indera penciuman.

Seorang gadis memacu kuda putihnya dengan cepat menuju sebuah bukit di Barat. Parasnya yang cantik itu dibanjiri keringat dan gaun pestanya yang penuh dengan butiran permata pun telah compang-camping bentuknya. Ia sudah tak perduli tentang bagaimana luka sobek di dadanya terus mengucurkan darah, atau rasa perih dari beberapa goresan di kaki dan tangannya. Satu-satunya yang harus ia lakukan saat ini adalah menyelamatkan pria yang dicintainya.

Air wajahnya mengeras ketika telah sampai di tempat tujuan. Dengan seluruh tenaga yang tersisa, ia menarik reins agar kudanya berhenti. Gadis itu segera turun, kemudian berlari menanjaki bukit tanpa memakai satupun alas kaki.

"Hentikan pernikahan ini Kak!!" Suara lantang seseorang mulai terdengar. Di puncak bukit, berdiri berhadapan dua pria berbaju zirah dengan salah seorang yang mengacungkan pedang.

"Aku dan Sierra saling mencintai! Batalkan pernikahan ini dan biarkan kami bersama!!"

Ternyata tidak hanya berdua, namun seorang gadis yang menjadi cikal bakal alasan pemberontakan ini terjadi pun ada di sana. Gadis bersurai oranye keemasan itu menunduk takut, ia bersembunyi dibalik punggung pria yang membawa pedang.

"Bagaimana jika aku tak bisa? Aku juga mencintainya. Kau bahkan tak mendapatkan restu Ayahanda, gadis itu pada dasarnya adalah untukku, Sang Putra Mahkota."

"Jika aku membunuhmu, akulah yang akan menjadi Putra Mahkota," tajam dan menusuk. Pria yang tak kunjung menurunkan senjatanya itu menekankan setiap kata yang meluncur dari mulutnya.

"Hentikan. Eugene," ujar pria yang menjadi lawan bicaranya. Tubuhnya berdiri tegap walaupun penuh luka dan berlumuran darah. "Kau telah memporak-porandakan Kerajaan. Kau bahkan menyakiti Ibunda dengan aksi pemberontakanmu ini."

"Perang saudara ini akan terus terjadi jika kau tidak kunjung membatalkan pernikahan, Kak," sanggah Eugene, Pangeran dari Kerajaan Valderman. "Atau setidaknya sampai kau mati ditanganku."

"Apa hanya kau yang berhak mencintainya?"

"Jangan egois dan turuti perintahku!!!" Urat-urat leher Eugene tercetak semakin jelas. Tatapan dari sepasang mata hazelnya itu menyalang frustasi. "Satu-satunya syarat agar perang saudara ini berakhir adalah melepaskan Sierra Hainley untuk menikah denganku! Kau rela mengorbankan seluruh rakyat hanya demi mempertahankan seorang gadis? Kau akan segera menjadi Raja Valderman, Leonidas Alexandre Walter!! Ingat itu!"

A Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang