2

483 19 0
                                    

"Saka, kenapa kau selalu ada di saat aku membutuhkanmu?"

Pria di sebelah Amora menggerakkan matanya pelan untuk menatap wajah manis yang masih lamat menatap langit.

Amora sangat jarang menunjukkan wajah murungnya di luar, entah itu pada keluarga mau pun saudara dekat, bahkan kekasihnya sekali pun. Tapi, entah kenapa saat bersama Saka dia bisa melepas topeng yang erat melekat di wajahnya. Sejenak menjadi dirinya sendiri. Meregangkan otot-otot wajah yang lama dipaksa untuk tersenyum, untuk sejenak mengerutkan kedua alisnya dan menangis.

Wanita itu memang rapuh tapi kuat si saat bersamaan. Begitu lah yang ada di pikiran Saka saat dia menatap Amora yang kembali menenggak birnya.

"Kenapa masih bertanya? Kau mengancamku, jangan lupa itu."

Amora terkekeh pelan. Benar, dia sangat suka mengancam Saka saat pria itu tidak ingin datang atau hanya sekedar malas bertemu dengan Amora. Tentu alasannya sangat klise, mulai dari mengantuk, banyak pekerjaan, dan sakit. Pernah ketika Saka berbohong mengatakan dirinya sakit, Amora sengaja datang ke apartemen pria itu membawa obat dan banyak makanan.

Namun, sampai di sana Amora mendapati Saka sedang bermain game dengan asiknya. Jadilah pria itu kena amuka Amora sampai mereka menjambak rambut satu sama lain. Seperti anak kecil memang, tapi begitu lah hubungan persahabatan mereka.

Tidak ada rasa malu sedikit pun, tidak ada rahasia sedikit pun. Rahasia yang dimaksud bahkan melebihi pasangan yang lebih dari sahabat. Amora tahu setiap koleksi celana dalam Saka contohnya. Kenapa? Karena yang diajak membeli adalah Amora sendiri. Bahkan Amora lebih paham kebutuhan Saka dari pada dirinya sendiri.

Begitu pun sebaliknya, Saka tahu betul Amora luar dan dalam. Tentu dalam artian yang masih wajar. Kebiasaan buruk, menjijikkan, dan memalukan di dalam hidup Amora seperti sudah terekam dalam ingatan Saka. Keduanya seperti memagang kartu AS masing-masing.

Sampai di situ kita sudah tahu pasti mengancam apa yang dimaksud oleh Amora dalam hal ini. Sudah pasti mengumbar kehidupan memalukan Saka kepada khalayak publik. Jika sudah seperti itu Saka tidak bisa berkutik karena tidak ingin Sena, kekasihnya tahu hal memalukan dalam hidupnya terkuak bukan dari mulutnya sendiri.

"Maafkan aku, Saka. Tapi semua ini menyenangkan." Amora tertawa kembali lagi membuat Saka berdecak keras.

Keduanya kembali terdiam.

"Lain kali, aku tidak akan menemuimu saat aku bersama Sena. Kau harus memikirkan perasaan tunanganku jika terus-terusan ditinggal tanpa alasan jelas," ucap Saka pelan.

Amora menurunkan pandangannya yang tadi menatap langit kini kembali pada kaleng bir di depannya. Matanya lalu beralih pada sahabat di sampingnya, yang dengan angkuh mengangkat salah satu alisnya.

"Kenapa? Kau mau mengancamku lagi?"

Seperti sudah membaca isi kepala Amora, Saka tidak ingin dikalahkan atas perdebatan mereka yang seperti tidak berujung itu. Amora pun tersenyum tipis dan menggeleng pelan.

"Aku sedang berusaha menahan diri menghubungimu ketika kau bersama Sena." Wanita itu menjeda. "Selama ini aku sudah keterlaluan padamu, aku akan menahan diri mulai dari sekarang."

Saka mencari kebenaran di mata Amora dan dia melihat keseriusan di sana. Memang selama ini dia merasa terganggu ketika waktunya bersama Sena diganggu, tapi entah kenapa kakinya selalu melangkah kala suara Amora yang sedang membutuhkannya terdengar dari kejauhan.

"Harus kah aku mempercayaimu? Awas saja jika kau bohong!"

"Tapi, aku hanya menganggumu dengan Sena sekali waktu itu. Selebihnya kau berbohong bilang sibuk padaku!" ucap Amora tak kalah sengit.

The Best ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang