Deg
Degupan di dada Saka seperti menghantam keras hingga dirinya tidak bisa bernapas sejenak.Apa yang terjadi saat ini tidaklah benar. Sesuatu sudah merasuki kepala Amora kala dia sedang masuk dan setengah sadar hingga dengan lancangnya berani mencium sahabatnya sendiri. Ini sungguh tidak benar.
Bibir mereka masih bertabrakan karena tarikan Amora yang cukup kencang, membuat bibir Saka terasa sedikit panas dan perih.
Deru napas hangat bisa dirasakan keluar dari hidung Amora, perlahan membelai kulit bawah hidungnya.
Pria itu kaget dan sontak melepaskan diri dari cengkraman tangan Amora. Wanita itu terjatuh di atas bantal yang empuk lalu tertidur dengan lelap. Napasnya pun mulai normal, namun, tidak untuk Saka.
Mengingat keadaannya sekarang juga terpengaruh kadar alkohol dari bir, dia tidak ingin berdekatan dengan Amora lebih jauh. Takut-takut terjadi hal yang tidak diinginkan jika dia berlama-lama diam di situ.
"Am, Ini sudah salah untukku dan untukmu. Kita ini sahabat!" Saka memundurkan langkahnya dari ranjang dan menatap tubuh Amora yang sudah tertidur dengan pulasnya.
Sejak kejadian tadi, Saka yang seharusnya membuat posisi nyaman untuk tidur, kini enggan menaikkan selimut yang hanya menutupi sebatas pinggang Amora.
Dia gusar, alisnya mengerut hampir menjadi satu. Jika Sena tahu hal ini, entah apa yang kan terjadi pada hubungannya.
Saka menggeleng, tidak ingin memikirkan hal itu, namun, pikiran buruk itu tetap datang. Hingga dirinya harus mengacak-acak rambutnya sampai tak berbentuk lagi.
Dengan tatapan nanar, Saka memandang Amora yang masih menutup rapat matanya itu. "Aku mohon, setelah ini kau harus bisa bangkit dan mendapat kebahagiaanmu. Dengan begitu aku benar-benar bisa melepasmu, Amora," ucap Saka.
Saka mengepalkan kedua tangannya sembari memejamkan mata. Meyakinkan diri, jika nanti dia maju untuk menaikkan selimut Amora, sesuatu yang gila tidak terjadi lagi. Dia sampai memohon kepada Tuhan untuk membantunya melewati ujian berat itu.
Hingga akhirnya keberanian itu muncul dan setelah Saka menaikkan selimut dengan hati-hati, dirinya baru bisa bernapas lega dan berterima kasih atas keberuntungan kecil yang dia terima.
Saka keluar dari kamar Amora dengan langkah sempoyongan. Tidak parah, tapi cukup membuat kepalnya pening.
Dia pun melanjutkan kembali acara minumnya di ruang tamu dan menghabiskan beberapa kaleng lagi. Oh tidak, bukan beberapa kaleng, tapi semua kaleng hingga habis tak tersisa.
Walau pun Saka tergolong mempunyai toleransi alkohol yang cukup tinggi, namun, tetap saja jika melebihi batas toleransinya, tubuh besar itu pun akan sempoyongan.
Saka berusaha menyenderkan kepalanya pada sofa yang sedari tadi menjadi saksi bisu atas kegundahan Saka. Gundah? Tentang apa?
Sudah pasti tentang bagaimana hubungannya dengan Amora dan Sena yang begitu rumit itu.
Di satu sisi, Amora adalah sahabatnya, di sisi lain Sena juga tunangan yang sangat dicintai Saka. Dia tidak mungkin menyakiti Sena dengan melanggar larangan tunangannya itu. Di sisi lain dia juga tidak bisa menolak Amora begitu saja.
Lalu pikirannya tambah berkecamuk ketika Amora tidak sengaja menciumnya tadi. Bukan kah itu bentuk penghianatan kepada Sena secra halus? Oke, anggap lan kejadian itu bukan dia yang menginginkan, tapi tetap saja, dirinya dan Amora sudah berciuman di apartemennya sendiri.
"Kau bodoh, Saka. Seharusnya kau mengantarnya pulang, bukan mengijinkannya menginap di sini."
Tawa getir keluar dari mulutnya begitu pelan. Saka mulai meraung tidak karuan mengingat kembali kebodohannya. Beberapa kali pula dia memukul-mukul dudukan sofa hingga tangannya terpental sangat keras.
"Sena maafkan aku," kata Saka lirih, seperti memohon.
Wajahnya sudah merah, tubuhnya pun mulai memanas akibat pengaruh alkohol. Keringat masih tetap mengucur di pelipisnya walau AC sudah dihidupkan sampai minus yang belum pernah dia atur sebelumnya.
Saka berusaha memejamkan mata sekuat tenaga, tapi wajah Sena terus berputar di kepalanya. Dia bahkan beberapa kali berteriak kesal dengan keadaannya sekarang.
Tidak pernah dia merasa begitu kecewa pada dirinya sendiri. Rasanya ingin menenggelamkan diri di kedalaman samudra hingga batas waktu yang tidak ditentukan.
Semua itu terulang terus menerus sampai akhirnya dia sendiri menyerah dan terkulai lemas di sofa.
Mata Amora sedikit demi sedikit terbuka. Hal pertama yang dia ingat adalah, dia sedang berada di sebuah kamar yang sangat dia kenal.
Bayangannya kembali mengingat beberapa jam lalu ketika dia minum bersama Saka dan berakhir tidak sadarkan diri. Berarti, Saka lah yang membawanya di kamar. Lalu di mana pria itu?
Amora mendudukkan tubuhnya perlahan dan mendapati hantaman keras di kepalanya. Selalu seperti itu, jika dia mendapat masalah dengan Arga, dia akan berakhir mabuk. Sungguh kebiasaan yang buruk, kata Saka.
Tenggorokan Amora terasa kering hanya dengan memikirkannya saja. Ia butuh air untuk melepaskan dahaganya juga menghilangkan rasa pahit di lidahnya.
Amora lupa jika maagnya bisa kambuh jika dia banyak minum, dan sekarang sudah terlanjut terjadi walau dia bilang dia menyesalinya.
Buru-buru wanita yang dengan susah payah turun dari ranjang itu, berjalan sempoyongan menuju dapur milik Saka. Di luar sungguh sunyi, tapi dia melihat Saka yang tertidur pulas di sofa. Keadaan ruang tamu begitu berantakan, kaleng bir bertebaran di mana-mana, juga bungkus snack yang sudah terbuka, mengeluarkan beberapa isi remahannya di atas meja.
Amora tidak ingin mengganggu Saka, maka dia menuju dapur untuk menghilangkan dahaganya terlebih dahulu. Pandangan Amora masih tidak jelas, bahkan bintang-bintang masih berkelap-kelip memenuhi matanya sesekali.
Beberapa kali menggelengkan kepala, Amora berusaha menatap jam dinding yang cukup besar di ruang tengah, dan angka menunjukkan pukul 3 dini hari. Masih cukup untuk melanjutkan tidurnya dengan lelap.
Sebelum itu, Amora berniat untuk membangunkan Saka untuk pindah ke kamarnya. Kasihan jika sahabatnya itu tidur di sofa semalaman sedangkan dia di kamar. Jadilah, Amora menepuk tepuk pipi Saka supaya pria itu sadar.
Dia juga mengguncang pundak Saka tapi hanya geraman yang keluar dari mulut pria itu.
"Saka, ayo bangun! Kau akan pegal-pegal jika tidur di sini!"
Tetap tidak ada niat pria itu untuk bergerak sedikit pun. Justru sekarang dirinya mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas seperti mengigau. Kata yang jelas didengar oleh Amora adalah sebuah nama yaitu Sena.
Pria itu seperti merindukan tunangannya. Seketika itu Amora merasa bersalah sudah menyeret Saka untuk menghiburnya. Amora merasa begitu egois telah merebut kebahagiaan Saka secara tidak langsung.
"Saka, jangan seperti ini, aku merasa bersalah jika kau terus-terusan bertingkah seperti pria yang patah hati. Apalagi itu gara-gara permintaanku."
Tapi Saka masih tidak bisa ditarik bangun dari duduknya. Tubuh pria itu begitu berat dan Amora tidak bisa menanganinya dengan baik.
"Hah, ini tidak akan berhasil!" ucap Amora berkacak pinggang. Napasnya tersengal sampai dia sendiri tidak bisa berdiri dengan benar.
Dia pun bergegas ke dalam kamar Saka untuk mengambil selimut dan bantal. Jika pria itu tidak bisa dipindahkan, maka jangan salahkan Amora jika besok pagi semua badannya remuk seperti habis kerja rodi. Tapi setidaknya Amora sudah berbaik hati mencoba mengangkat Saka dengan tubuh kurusnya, walau pun pria itu berakhir tidur di sofa dengan bantal dan selimut. Setidaknya Amora sudah mencoba.
"Maaf Saka, aku banyak merepotkanmu. Hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu. Aku berjanji, setelah ini, aku tidak akan mengganggumu lagi."
Ucapan Amora begitu pelan dan mendalam kala dia menatap wajah Saka gelisah dalam tidurnya. Tidak seperti wajah orang yang tidur nyenyak, pria itu tampak tidak tenang dan sesekali bergumam.
Amora mendekat dan bersimpuh di dekat wajah Saka. Tanpa sadar tangannya terulur mengusap kerutan di dahi Saka, lalu mengusap-usap kepala pria itu lembut. Mengantarkannya ke alam mimpi sebagai ucapan terima kasih untuk segala hal yang selama ini dilakukan Saka untuknya.
"Terima kasih, Saka. Kau memang sahabat terbaikku."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Forever
RomanceIngin menyembuhkan patah hati, Amora justru tidak sengaja tidur dengan sahabatnya. Saka Brajawijaya adalah pria yang sudah mempunyai tunangan. Malam ketika sahabatnya, Amora, menelepon dan mengajaknya minum, dia tidak menyangka jika malm itu akan m...