Seharusnya Saka menahan diri untuk membawa Amora ke apartemennya. Tapi, di sisi lain dia juga tidak tega melihat sahabatnya luntang-lantung di jalan tanpa tujuan.
Ingin pergi ke tempat hiburan malam, tentu Saka melarang keras hal itu. Bukan apa-apa, tapi Amora sangat mudah dideteksi oleh mata pria hidung belang.
Selain karena paras wanita itu yang cantik, Amora juga punya tubuh bak artis yang sering berseliweran di layar kaca. Perpaduan yang pas dimangsa bulat-bulat di tempt hiburan malam.
Walau pun begitu, Amora sebenarnya masih bisa membela diri dari serangan 1 pria, tapi tidak lebih dari 1. Pernah dulu Amora nekad ke klub malam dan hampir saja dibawa om-om gila ke hotel, jika saja Saka tidak datang menghajar om-om hidung belang itu sampai babak belur.
Maka dari itu, sampai kapan pun Saka tidak akan mengijinkan Amora ke tempat malam lagi. Tapi, mengijinkan wanita itu ke apartemennya juga buka ide yang bagus. Apalagi dengan keadaan mabuk seperti sekarang.
Dia kembali meneguk bir yang sedari tadi tergeletak di lantai, tergeletak karena dirinya dan Amora sibuk bertarung satu sama lain.
Pikirannya mulai kacau, Saka bingung harus berbuat apa. Sedangkan dia sendiri tidak ingin hubungannya dengan Sena hancur berantakan. Pernikahan impian yang rencananya tahun depan dilaksanakan itu mungkin terganggu jika Saka tidak segera membereskan Amora. Tapi kemana dia harus membawa Amora?
Ponsel Saka tiba-tiba berbunyi, kala pria itu sedang melamun dengan pikiran kacau. Nama Sena muncul dan seketika itu dadanya berdegup sangat kencang, sampai rasanya kedua tangannya basah berkeringat.
Dia pun langsung bangkit dengan langkah sempoyongan menuju dapur. Pria itu tidak ingin memperburuk keadaan jika nanti Amora bersuara dalam tidurnya. Semua itu akan sangat berbahaya.
Sampai di dapur barulah Saka menerima panggilan masuk dari Sena. Sejenak hati Saka merasa hangat kala dia mendengar suara tunangannya itu. Namun, seketika itu pula hatinya merasa bersalah karena meninggalkan Sena sendirian. Ditambah kini Amora sedang berada di apartemennya. Dia merasa sudah berkhianat kepada wanita yang dia cintai itu.
"Halo, sayang," ucap Saka dengan lembut.
["Apa yang kau lakukan?"]
Suara di seberang sana juga tidak kalah lembut. Mendengar itu, Saka merasa sedikit nyaman. Merasa beban di pundaknya terangkat setengah hingga dia bisa bernapas sedikit lebih lancar.
"Aku sedang di apartemen. Aku sudah makan, menu andalan hari ini nasi goreng. Bagaimana denganmu?"
Suara kekehan dari seberang membuat hati Saka tambah berdesir.
["Kau selalu bilang nasi goreng itu menu andalan mu. Padahal nasi gorengku jauh lebih enak."]
Saka tersenyum tipis. Dia tidak akan rela kehilangan suara tawa khas yang Senanya miliki. Dirinya begitu candu akan hal ini. Dan berdebat manis dengan Sena adalah cara pria itu mengumpulkan amunisi kehidupannya.
"Hanya nasi goreng, jangan lupa itu. Masakanku yang lain jauh lebih enak dari buatanmu."
["Iya, aku mengerti. Kau memang chef andalan, Tuan Saka."]
Saka menarik satu ujung bibirnya ke atas. "Baru sadar, Nona"
Tawa kembali terdengar dari ujung panggilan. Dan Saka kini menyamankan posisinya untuk duduk di meja makan dapur. Menghadap ke ruang tamu juga dinding kaca apartemen yang tidak terhalang satu sama lain.
Dirinya dengan jelas melihat Amora masih tertidur dengan pulas di sana. Dengan wajah polos tanpa dosa. Tanpa disadari hatinya kembali merasa bersalah kepada Sena.
["Aku sedang keluar bersama Anna dan kami makan di restoran seafood langganan kita. Kau mau kubungkuskan? Jika kau mau, akan kuantar ke apartemen kira-kira 2 jam lagi."]
Tengkuk Saka terasa kaku kala Sena menawarkan diri untuk mengantar makanan ke apartemen. Hal ini yang sedang dihindarinya. Saka tidak ingin Sena mengetahui keberadaan Amora di tempatnya.
"Tidak, aku sudah kenyang. Jangan kau bawakan ke sini." Saka berusaha menutupi rasa gugupnya sekuat tenaga. Walau pun kenyataan dia sudah makan itu benar, tapi tetap saja dia melarang Sena datang ke apartemennya karena keberadaan Amora. Dia seperti berselingkuh dan merutuki aksinya itu.
["Mmm, baiklah. Tapi benar kau tidak ingin kubawakan seafood kesukaanmu?"]
Semakin Sena bertanya semakin besar pula rasa bersalah Saka. Tapi pria itu harus menutupi kebohongan itu sampai tuntas.
"Tidak, sayang. Kau makanlah bersama Anna, setelah itu jangan kemana-mana lagi. Langsung pulang, oke? Hubungi aku jika kau sudah berada di rumah."
Suara setuju terdengar dari seberang dan Saka memejamkan matanya erat. Dia berjanji tidak akan membohongi Sena seperti sekarang lagi. Dia berjanji ini yang terakhir karena rasanya sungguh menyakitkan.
"I love you," ucap Saka lembut.
["Love you too."]
Sena membalas dengan suara tak kalah lembut. Saka bisa membayangkan jika di seberang sana tunangannya sedang tersenyum manis.
Setelah mematikan panggilan, Saka terdiam menatap Amora di ruang tamu. Dia tidak mungkin membangunkan wanita yang sudah mabuk itu. Maka dengan berat hati, dia pun bangkit dari duduknya dan mendekat ke ruang tamu.
Saka yang berdiri di dekat tubuh Amora hanya bisa menarik napas dalam. Dirinya terpaksa membiarkan Amora menginap di tempatnya, karena tidak ada pilihan lain.
"Am, aku mohon jangan berbuat seperti ini lagi. Aku mohon ini yang terakhir kalinya," gumam Saka sembari menatap wajah polos Amora.
Pria itu lantas mengangkat tubuh Amora dan membawanya ke dalam kamar tamu. Dia tidak mungkin membawa Amora ke kamarnya, karena itu miliknya dan Sena. Dia tidak ingin privasinya terganggu oleh pihak lain, apalagi oleh sahabat beda jenisnya itu.
Setelah menurunkan tubuh Amora di ranjang, Saka berusaha menutupinya dengan selimut. Berjaga-jaga jika nanti suhu berubah dingin, apalagi cuaca di luar sedang hujan.
Setelah selesai menyelimuti Amora, Saka mengusap kepala wanita itu lembut. Mengingat di mana dulu dia pernah melakukan hal ini pada Amora, bahkan sering.
Iya, dulu Amora memang sering berkunjung ke apartemennya bahkan menginap. Kamar yang ditempati sekarang sudah seperti hak milik Amora karena saking sering ditinggali. Tapi itu dulu. Sekarang tidak lagi karena Saka sudah punya Sena.
Saka berharap dia bisa melihat Amora hidup bahagia sama seperti dirinya. Hingga suatu saat nanti dia bisa tersenyum lega melepas sahabatnya itu untuk orang yang tepat yang bisa menjaganya.
"Am, kau harus bahagia dan aku bertanggung jawab mengantarkannya pada kebahagiaanmu. Itu janjiku dulu. Kau tahu, aku masih memegang janjiku sampai sekarang. Aku berharap kau segera menyelesaikan urusanmu dengan Arga dan mencari kebahagiaan yang lebih pantas. Bukan malah menyiksa dirimu seperti sekarang."
Tanpa sadar Saka mengusap rambut Amora cukup lama dan berakhir mengelus pipi mulus wanita itu.
Hendak menarik tangannya yang sudah terlalu lama bertengger di sana, sebuah tangan lain mencengkeram pergelangan tangan Saka.
Baru disadari, jika mata Amora kini terbuka setengah. Mulut Saka terbuka hendak mengatakan sesuatu tapi tangan Amora yang satu lagi sigap meraih tengkuk pria itu. Hingga benturan kedua bibir pun terjadi dengan begitu cepat tanpa bisa dihindari.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Best Forever
RomanceIngin menyembuhkan patah hati, Amora justru tidak sengaja tidur dengan sahabatnya. Saka Brajawijaya adalah pria yang sudah mempunyai tunangan. Malam ketika sahabatnya, Amora, menelepon dan mengajaknya minum, dia tidak menyangka jika malm itu akan m...