Aiza, gadis kelas dua belas SMA atau yang biasa di panggil Ica oleh teman-temannya. Seorang gadis cantik berambut sebahu, berkulit kuning langsat dan sangat menyayangi keluarganya. Perihal materi, Ica hidup bahagia dengan kesederhanaan.
Hampir tidak pernah Ica mengeluh karena uang jajan yang ibu berikan. Jarang sekali Ica marah karena lauk di rumah hanya tempe. Bahkan, Ica senang membantu ibunya mencuci baju dan membersihkan rumah. Hanya satu hal yang sering kali membuat Ica dan ibu bertengkar. Perihal ayah Ica dimana? Masih hidupkah?
Tapi Abian, sebagai kakak akan selalu menghibur Ica dan memberinya pengertian. Sejenak, Ica melupakan perihal ayahnya dan larut dalam pelukan Abi.
Memang, hidup sederhana tidak seburuk yang di kira tapi tetap saja Ica gadis remaja yang berharap bisa memiliki hidup sempurna, barang-barang mewah, dan tempat tinggal yang megah.
Seperti hari-hari sebelumnya, Ica berdoa sebelum tidur agar bisa bangun di sebuah istana bak negeri dongeng. Pagi ini, lagi Abi membangunkan Ica untuk solat subuh. Abi memainkan pipi Ica sampai membuatnya terbangun. Jika belum bangun juga, Abi akan mencium keningnya, cara terampuh Abi membangunkan Ica.
Abi memainkan pipi Ica. Bersih tanpa jerawat dan sedikit chubby. Ica belum juga bangun, perlahan bibir Abi mendekati kening Ica. Dengan lembut, satu kecupan mendarat di kening Ica. Mata Ica terbuka perlahan, mendapati Abi di hadapannya lalu tersenyum.
"Makasih udah bangunin Ica."
Abi ikut tersenyum. Kemudian menyuruh Ica mengambi wudhu dan solat berjamaah bersama Ibu.
Abi menjadi imam, Ibu dan Ica sebagai makmum. Mereka solat di kamar ibu, tidak begitu luas tapi masih lega untuk solat berjamaah. Selepas solat, setelah Abi dan Ibu berdiri dan mulai beraktivitas, Ica masih duduk di atas sajadah untuk berdoa. Permohonan yang sama setiap harinya.
"Ica pingin ketemu ayah." lirih Ica. Setiap hari pula, Abi masih berdiri di balik pintu untuk mendengar doa-doa Ica. Doa yang selalu sama Abi dengar sejak belasan tahun lalu saat Ica masih di Sekolah Dasar. Dalam hati, Abi hanya bisa mengaminkan.
Selepas solat, Ica lanjut mandi dan menyiapkan buku-bukunya untuk sekolah. Begitu juga dengan Abi, bersiap bekerja di sebuah mal sebagai cleaning service. Jika Abi sudah siap maka Ica juga harus bersiap berangkat bersama Abi. Arah sekolah dan mal tempat Abi bekerja kebetulan searah.
Abi menurunkan Ica di depan gerbang sekolahnya. Sekolah Ica tergolong elite, tapi tak masalah selama Abi dan Ibu mampu membayar SPP bulanannya. Juga selama Ica dapat menjadi siswi peringkat satu setiap semesternya, itu hanya tambahan.
Ica menyalami tangan Abi lalu menadahkan tangan. Bahasa tubuh Ica untuk meminta uang jajan.
Abi mengeluarkan dompet dan memberikan selembar uang lima puluh ribuan. Ica dengan cepat merebut dompet Abi dan mengambil uang sendiri, mengambil selembar dua puluh ribuan.
"Cukup?" tanya Abi.
"Harusnya Ica yang nanya, cukup uang bang Abi buat bayar tagihan listrik?"
"Kalau kasih Ica uang gausah banyak-banyak, Ica suka khilaf!"
Abi diam mendengar ocehan Ica. Perlahan kedua sudut bibir Abi terangkat. Abi tersenyum. Tangan Abi mengelus puncak kepala Ica.
Hidup dalam kesederhanaan sejak kecil, menjadikan Ica gadis cerdas dan mandiri. Bahkan, Ica tidak pernah pergi ke mal untuk berbelanja pakaian mengikuti trend. Terkecuali membawakan Abi makan siang di hari libur.
Abi salut, Abi bangga, Abi sangat menyayangi Ica lebih dari apapun. Satu-satunya perempuan yang pernah Abi senyumi, satu-satunya perempuan yang pernah Abi cium dan genggam tangannya. Tapi takdir berlaku tidak adil, kenapa keluarga mereka tidak sempurna? Kenapa tidak sekaya orang-orang?
Ica mencupit pipi Abi dengan gemas. Membuat Abi tersadar dari lamunannya. Segera Abi melihat jam di ponsel lalu berpamitan dengan Ica dan segera pergi bekerja.
"Semangat kerja bang Abii!" teriak Ica pada Abi.Abi melirik ke spion dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HAPPINESS[hiatus]
RandomSempurna, satu kata yang akan membuat orang menggambarkan kekayaan, kecantikan, keluarga harmonis, atau pasangan setia, dan penampilan. Hidup dalam keluarga sederhana mungkin jauh dari kata sempurna. Tapi bagaimana jika sebuah takdir memberimu piiha...