Hari ini libur,Abi tidak harus mengantar Ica ke sekolah.Pagi-pagi Ica asik di dapur membantu Ibu.Abi hanya mengintip sebentar.Gadis itu terlihat sangat bahagia pagi ini.Setetes airmata Abi jatuh,tanpa di minta.Abi segera menyeka airmatanya.
Abi menenangkan dirinya juga emosinya.Sepagi ini tidak pantas seorang laki-laki menangis.
"Abi kenapa?"tanya Ibu.Hendak membawa makanan dari dapur ke meja makan.Abi menggeleng,memaksa senyum.
"Gak papa bu,udah jadi makanannya?"Abi mengalihkan pembicaraan.Ibu mengelus pelan rambut Abi.
"Abi capek kerja?"tanya Ibu sekali lagi.Abi menggeleng cepat.
"Abi seneng bisa cari uang sendiri bu,"
Ibu tersenyum lalu memeluk Abi dengan erat.Ica yang baru tiba,menatap Ibu dan Abi kebingungan.
"Ica gak di peluk juga?"tanya Ica dengan polos.Ibu dan Abi saling memandang lalu tertawa.Ica bergabung ikut berpelukan.Hangat,Ica merasakan hangatnya pelukan keluarga.Meski hanya dengan Ibu dan Abi.Terbersit di benak Ica,akankah lebih hangat pelukan ayah?
"Abi sarapan,terus berangkat kerja ya."ucap Ibu setelah melepas pelukannya.Abi mengangguk.Mereka makan bersama,lauk sederhana namun tetap menciptakan kehangatan keluarga.Bahagia,gambaran keluarga mereka.Meski tidak sempurna.
***
Abi berangkat kerja lebih pagi.Tugasnya sebagai cleaning service belum mulai,malnya saja belum buka.Abi ingin bertemu seseorang.Pemilik mal tempat Abi bekerja.
Abi mendapat alamat dari atasan Abi kemarin sore.Hari ini,tepatnya pagi seharusnya pemilik mal tersebut masih di rumah.
Rumahnya terletak di kawasan elite.Sepanjang blok hampir semua rumah tingkat dan bergaya modern nan apik.Abi turun dari motor,memarkirkannya di depan gerbang rumah tujuannya.
Jemari Abi menekan bel rumah.Tak lama seorang satpam keluar,bertanya tujuan Abi datang.
"Saya mau bertemu bapak Mahendra,"
"Bapak saya."sambung Abi dalam hati.Abi memahan airmatanya yang hampir keluar.
"Sebentar mas,bapak sedang sarapan."ucapnya.Abi hanya bisa mengangguk.Satpam tadi masuk ke rumah.Setelah itu kembali bersama seorang pria berusia empat puluh tahunan.
"Kamu siapa?"
Abi menatapnya sambil tersenyum.Mata Abi berkaca,ada kerinduan.
"Abian Mahendra,"jawab Abi.Menyebut namanya sendiri,satu tetes airmata Abi menetes.Abi gagal menahannya.
Pria tadi masih menatap Abi,agak keheranan.Apalagi melihat Abi menangis.Kemudian mendekati Abi dan memeluknya.Dalam pelukan Abi meluapkan segalanya.
"Kemana aja Anda selama ini?"
"Dimana ayah yang saya butuhkan?"
"Apa Anda pernah berpikir tentang saya?"
"Atau bahkan sudah lupa?"
"Anda pikir Ibu saya tidak terluka setelah kepergian Anda?"
"Apa Anda tahu bagaimana Ibu selalu bertengkar dengan Ica karena Anda!"
Abi melepas pelukannya.Kemudian tertawa pelan.
"Setelah mendapat semuanya,pasti Anda lupa keluarga Anda bukan?"
"Abi,maafin ayah."ucap Hendra.
"Kata-kata pengecut!"
Abi memukul-mukul dada Hendra.Hendra membiarkannya saja.Membiarkan Abi meluapkan segala emosinya.Bahkan satpam yang ingin mencegah ia suruh diam.
"Apa Anda tahu Ica selalu nyari ayahnya!"
"Abi,apa yang kamu inginkan?"
Abi terdiam.Berusaha mengendalikan emosinya.Tujuannya kemari untuk Ica,untuk hidup Ica yang lebih baik.Untuk meminta ganti rugi tujuh belas tahun tanpa sosok ayah.
"Berikan segalanya milik Anda."lirih Abi.Hendra menghela napas.
"Abi,ayah mohon itu mustahil."
Abi tertawa,membodohi dirinya sendiri.Abi mendekati Hendra,menatapnya sangat dekat.Dengan mata berkaca-kaca,Abi tersenyum.
"Biarkan Ica tinggal di sini,dia sudah cukup menderita."
"Abi--"
"Ica harus mengenal ayahnya,tapi Anda harus memilih apa Ica harus mengenal kebaikan ayahnya atau--"
"Beri ayah waktu Abi."
"Besok,sehari untuk berdiskusi dengan istri Anda."
Hendra mengangguk pasrah.Abi keluar dari rumah Hendra.Tetap pergi bekerja menuju mal.Tidak peduli mal itu milik ayahnya.Yang terpenting untuk Abi,Ica bisa lebih bahagia tinggal dengan kemewahan yang ayahnya punya.Masalah Ibu,pasti Ibu setuju.Abi akan meyakinkannya.
***
Ica menghabiskan waktunya di rumah untuk belajar.Sedangkan Ibu sedang menitipkan gorengan ke warung tetangga.Pekerjaan yang Ibu lakoni akhir-akhir ini.Biaya sembako meningkat,gaji Abi masih kurang memenuhi kebutuhan membayar air dan listrik.
Ica selalu berandai menjadi orang kaya.Bisa tidur nyenyak tanpa beban.Jalan-jalan sesuka hati ke luar negri.
"Ica bosen."lirih Ica.Diletakkan pena dan buku di atas meja.Ica ingin keluar sebentar mencari udara segar.
"Ica mau kemana?"
Kebetulan Ibu sudah kembali.Ica menggeleng.
"Gak tau,Ica bosen di rumah."
"Tugasnya sudah semua ya?"tanya Ibu.Ica mengangguk.
"Ica mau bantu ibu masak aja buat makan siang,boleh?"
"Sudah selesai masakan ibu."jawab Ibu.Ica menghela napas kecewa.Kemudian menarik lengan Ibu untuk duduk di kursi ruang tamu.
Ica duduk di lantai.Lebih rendah dari Ibu.
"Ca,dingin di bawah!"
"Ica mau di kepang Ibu,udah lama banget Ibu gak kepang Ica."
Ibu tersenyum lalu mengangguk.Ica melepas rambutnya hingga tergerai indah.Lurus,tipis,dan lembut.Cantik,seperti yang dikatakan Kasandra.
"Putri Ibu gak malu di kepang?Kan sudah besar?"
Ica menggeleng.Justru Ica sangat bahagia.
"Ica selalu ingin jadi putri kecil Ibu!"
"Ibu,ayah rambutnya lurus juga ya?"tanya Ica tiba-tiba.Ibu diam sejenak kemudian mengangguk.
"Ayah ganteng kayak bang Abi?"
"Iya Ica,"
"Ayah---"Ica memotong kalimatnya.Hari ini tidak boleh ada tangisan atau keributan.Ica ingin membuat Ibu senang.
"Kenapa Ica?"
"Gapapa bu,kepangannya udah?"
"Sudah."Ibu menyodorkan cermin kecil pada Ica.Rambut Ica yang lurus terkepang cantik dan rapi.
Ica membalikkak badan,memandangi Ibu.
"Ica seneng punya Ibu!"
"Walau Ibu gak punya apa-apa?"tanya Ibu dengan tatapan sendu.
Ica menggeleng,mendekatkan tubuhnya ke Ibu.Ica membelai lembut pipi Ibu.
"Ibu sudah beri Ica segalanya."
"Kasih sayang Ibu untuk Ica pasti sangat besar karena Ica cuma di besarkan Ibu."Ibu tersenyum lalu memeluk Ica.Memberikan Ica kehangatan dalam pelukannya.
"Ica gak akan lupain Ibu kan?"llirih Ibu dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HAPPINESS[hiatus]
RandomSempurna, satu kata yang akan membuat orang menggambarkan kekayaan, kecantikan, keluarga harmonis, atau pasangan setia, dan penampilan. Hidup dalam keluarga sederhana mungkin jauh dari kata sempurna. Tapi bagaimana jika sebuah takdir memberimu piiha...