Ica memasuki ruang kelas dan duduk di bangkunya. Pojok belakang dekat jendela. Satu per satu buku Ica keluarkan. Ia baca per halaman dengan sangat teliti tak terlewat sedikit pun. Bahkan Ica seperti menutup pendengarannya dari sekitar. Siapapun yang memanggilnya saat membaca, Ica tak akan menyahut atau menoleh.
Satu halaman buku biologi Ica buka, bab pewarisan sifat manusia. Halaman pertama, bergambar keluarga. Ica tersenyum mengamatinya. Halaman berikutnya Ica buka, pewarisan sifat rambut manusia. Lagi, Ica terfokus pada gambarnya, seorang anak perempuan dan ayahnya yang berambut keriting dan hitam.
Ica memegangi rambutnya, tersenyum sambil membayangkan apakah ayahnya juga memiliki rambut lurus seperti Ica? Atau justru lebih mirip rambut bang Abi? Ica sungguh bahagia, hanya membayangkan saja. Sekali lagi, Ica sangat ingin bertemu ayah.
Kasandra, teman di bangku belakang Ica menggoyangkan bahu Ica. Dengan reflek Ica menoleh.
"Lo buat contekan gak? Gw mau salin." ucap Kasandra sambil cengar-cengir. Ica menggeleng pelan.
"Seriusan? Lo bisa ngerjain lima puluh soal dengan materi seabrek?" Kasandra geleng-geleng kepala dengan takjub. Dirinya saja tidak sanggup menghafal jenis-jenis penyerbukan atau bagaimana darah mengalir di pembuluh darah.
"Kan udah belajar, Ica yakin bisa pasti Kasandra juga bisa!" ucap Ica memberi semangat. Kasandra ikut tersenyum, agak terpaksa.
"Ca, gw mau nanya?"
"Tanya apa?"
"Kalau ayah gw rambutnya keriting, mama gw lurus tapi kenapa rambut gw bergelombang ya?" tanya Kasandra sambil memegangi rambutnya. Dengan tatapan agak kecewa melihat rambutnya.
Ica menjawab pertanyaan Kasandra dengan senang hati dan sejelas-jelasnya. Mungkin saja, rambut Kasandra yang bergelombang karena sifat rambut kedua orang tuanya yang intermediet atau sama kuat. Kasandra mengangguk mengerti, lalu kembali bertanya sesuatu dengan nada bercanda.
"Kalau lo gimana? Papa mama lo rambutnya lurus ya?"
"Rambut lo bagus banget soalnya, cantik!" puji Kasandra dengan tulus. Ica hanya tersenyum, tidak menjawab. Seharusnya Ica senang bukan? Tapi mendadak hati Ica sakit, bagaimana dengan ayahnya? Iya, Ica juga penasaran. Sepagi ini hati Ica sudah berantakan, lagi karena sosok ayah.
Tidak lama, bel berbunyi. Seorang guru pengawas ujian masuk membawa setumpuk soal yang di bungkus rapat. Satu per satu lembar soal dan jawaban di bagikan. Syukurlah, hari ini hanya ujian biologi. Ica cukup pandai menghafal dan mengerti banyak tentang biologi.
Waktu ujian enam puluh menit. Namun, dalam waktu empat puluh lima menit saja Ica sudah menyelesaikan semua soal. Selain karena soal-soal ujiannya mudah, Ica selalu teringat kerja keras Abi saat ujian. Ica ingin menjadi anak sukses dan membanggakan.
Di menit terakhir, guru pengawas memberikan aba-aba untuk meletakkan kertas jawaban.
"Baik, waktu sudah habis silahkan letakkan lembar jawaban di atas meja."
Semua siswa di persilahkan keluar. Jadwal hari ini hanya ujian biologi karena di agendakan rapat guru siang nanti. Ica jadi teringat Abi, jika sepagi ini sudah pulang maka Ica bisa membawakan Abi makan siang. Ica bergegas pulang ke rumah lalu membantu Ibu memasak makan siang dan akan mengantarnya langsung untuk Abi. Kebetulan pagi tadi Ibu belum masak.
***
Seperti dugaan Ica, Ibu sedang memasak di dapur saat Ica tiba di rumah. Ibu sempat mengira Ica membolos, kemudian Ica menjelaskannya baik-baik jika pulang lebih awal. Akhirnya, Ica menggantikan Ibu memasak sementara Ibu menyetrika baju di kamar.Ica memasak tumis kangkung dan ikan pindang. Makanan sehari-hari Ica dan keluarga. Terdengar sederhana dan simpel tapi sangat nikmat bila di makan bersama-sama.
Tidak perlu waktu lama, masakan buatan Ica sudah siap di kotak makan siang. Ica tersenyum sendiri melihat hasil masakannya. Ica jadi tidak sabar melihat wajah Abi yang terkejut sekaligus senang nanti.
Setelah berpamitan dengan ibu, Ica langsung bergegas ke mal. Jarak mal dan rumah Ica agak jauh, jadi Ica berangkat menaiki angkot.
Hanya dalam waktu sepuluh menit, angkot yang di tumpangi Ica berhenti di depan mal. Mal dengan tulisan besar bertuliskan Az-Zara Mal.
"Makasih pak!" ucap Ica pada sang sopir angkot.
Mal besar di pusat kota. Pintu masuknya sangat ramai oleh mobil-mobil mewah. Entah ada acara apa, seperti banyak orang-orang penting masuk ke mal tersebut. Bahkan ada karangan bunga bertuliskan Happy Anniversarry.
Ica masuk mal dengan semangat. Sambil mencari-cari dimana Abi berada. Biasanya Abi sedang mengepel di tengah mal.
Saat hendak masuk mal, banyak orang berkerumun. Mungkin benar, ada acara penting di mal tersebut. Ica terdorong orang-orang dan ada seorang pria berlari terburu-buru menyenggol Ica dan membuat Ica terjatuh.
Ica terdiam di lantai beberapa saat. Sambil mengamati kotak makanan yang jatuh berserakan. Rupanya, kotaknya tidak tertutup rapat hingga jatuh dan...
Ica sedih, kecewa, marah dan tidak lagi bersemangat. Ica ingin meneriaki semua orang di sini untuk pergi! Tapi, apa hak Ica?
Sebelum makanan itu di injak-injak orang, Ica segera memungutinya. Ica menatap kotak makan itu dengan hampa, yang tadinya sudah di susun rapi sekarang sudah berantakan tak karuan.
Dengan langkah lunglai Ica menelusuri mal untuk mencari Abi. Setidaknya, Ica hanya ingin bertemu Abi tanpa membawakannya makan siang. Uang Ica masih cukup membelikan Abi makan siang jika memang nanti Abi lapar.
Saat melewati toko-toko dalam mal, Ica berharap dalam hati. Bagaimana rasanya memiliki itu semua? Menjadi pemilik gedung mal ini? Atau setidaknya memiliki beberapa toko dalam mal mewah ini? Ica segera menggeleng dan tersadar, itu hanya andai.
Setelah berjalan-jalan mencari Abi, akhirnya Ica menemukan laki-laki itu. Abi sedang membersihkan sampah. Ica tidak tega melihatnya, sambil melirik ke kotak makannya. Andai kotak itu tidak terjatuh, pasti Abi dan Ica bisa makan bersama.
"Bang Abii!" teriak Ica memanggil sambil berlari kecil ke arahnya. Abi menoleh, menghentikan aktivitasnya sejenak lalu tersenyum ke arah Ica.
"Lo gak sekolah Ca?" tanya Abi dengan tatapan agak kaget. Ica tersenyum lalu menggeleng.
"Iya, udah pulang karena ada rapat."
"Bawain gw makan siang?"
Ica mengangguk lalu menggeleng. Abi bingung, kemudian mengangkat dagu Ica yang saat itu menunduk.
"Ada apa?"
Ica mengangkat kotak makan siangnya. Kemudian membukanya di depan Abi. Tanpa di jelaskan, Abi sudah mengerti. Abi kembali menatap Ica lalu tersenyum, memberi semangat Ica.
"Pasti enak, makasih ya Ca."
"Udah kotor." lirih Ica. Abi memegangi pundak Ica. Menatapnya cukup dekat.
"Makasih usahanya, gw sangat senang lo kesini."
Abi mengambil sesuatu di kursi belakangnya. Sebuah bungkusan, seperti makanan.
"Hari ini pemilik mal ini bagi-bagi makanan, kita bisa makan bareng Ca." ucap Abi dengan semangat. Ica terdiam, lalu mengangguk dengan mantap.
"Beruntungnya Ica punya bang Abi!" puji Ica dengan bangga. Abi mengelus rambut Ica. Membelainya dengan lembut sambil berkata dalam hati.
"Apa sudah saatnya lo hidup lebih layak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT HAPPINESS[hiatus]
RandomSempurna, satu kata yang akan membuat orang menggambarkan kekayaan, kecantikan, keluarga harmonis, atau pasangan setia, dan penampilan. Hidup dalam keluarga sederhana mungkin jauh dari kata sempurna. Tapi bagaimana jika sebuah takdir memberimu piiha...