Risma dan Rara menuju ke tempat mobil diparkirkan.
“Yuk, naik!” ajak Risma kepada gadis berlesung pipi itu.
“Hai, Rara, cantik banget hari ini,” sapa Anwar ramah dengan senyum yang mengembang di bibir.
“Makasih, Om,” balas Rara sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya.
Mobil berwarna putih melaju dengan kecepatan sedang menuju Miko Mall Kopo Bandung, pusat perbelanjaan di kota itu.
“Sayang, aku cuma bisa antar sampai sini, ya. Nanti pulangnya kamu pesen online aja. Aku pulang agak terlambat.”
“Iya, Mas. Hati-hati di jalan.”
Sebelum turun dari mobil, Risma mencium punggung tangan suaminya, begitu pun Rara mengikuti apa yang dilakukan Risma. Hati Anwar terenyuh mendapatkan perlakuan dari gadis kecil itu. Dalam pikirannya mungkin inilah yang dirasakan jika menjadi seorang ayah.
Risma dan Rara melangkah masuk ke mall itu. Raut wajah Rara terlihat semringah, matanya menatap takjub bangunan besar itu. Wanita itu memegang tangan kecil Rara, seolah tidak mau lepas dari genggamannya.
Di dalam mall, Risma mengajak Rara ke toko pakaian anak. Di sana, gadis kecil itu bebas memilih baju yang dia suka. Awalnya gadis kecil itu terlihat bingung, akhirnya Risma pun membantu memilihkan beberapa baju yang cocok untuk anak itu.
“Tante, ini semua untuk Rara?” tanya Rara dengan mata berbinar.
“Iya, Sayang. Rara suka nggak?”
“Suka banget, Tante.”
Setelah dari toko pakaian, Risma kemudian mengajak Rara ke toko sepatu, dia membelikan gadis kecil itu sandal dan juga sepatu. Selanjutnya wanita itu mengelilingi toko-toko lainnya. Tiba di depan toko buku, Risma pun membelikan beberapa buku, alat tulis, pensil warna, buku gambar, dan keperluan sekolah lainnya. Rara begitu antusias memilih semua keperluan yang dibutuhkannya.
Setelah puas berkeliling mall, Risma dan Rara pun menuju lantai food court untuk makan siang. Wanita itu pun memilih nasi ayam krispi untuk Rara, karena dia tahu gadis kecil itu sangat menyukai ayam goreng. Sementara Risma sendiri memilih membeli spagheti saus barberque. Rara begitu lahap menghabiskan makan siang mereka. Risma yang melihat tingkah Rara hanya tersenyum simpul.
“Ra, udah kenyang?” Risma melirik Rara yang masih asyik menggigit ayam goreng itu.
“Udah, Tante.” Rara menjawab dengan pipi yang penuh dengan makanan.
“Pelan-pelan aja, nanti keselek, loh.”
Selang beberapa menit, makan siang mereka telah habis tidak bersisa. Kini Risma memesan kendaraan online untuk segera pulang ke rumah. Jam yang menempel di tangan kiri menunjukkan pukul tiga sore. Sebentar lagi masuk waktu ashar. Selama kurang lebih lima menit, mobil pesanan mereka datang. Mereka memang sudah menunggu di lobi. Setelah memastikan plat nomor kendaraan itu, Risma dan Rara pun segera naik ke mobil.
“Pak, Seroja Home Residence, ya.”
“Baik, Bu,” jawab singkat sopir itu.
Perjalanan dari mall ke rumah Risma sekitar dua puluh menit. Beruntung di jalan tidak terlalu ramai kendaraan. Tidak ada kemacetan yang berarti. Pasalnya Risma pulang sebelum waktu jam pulang kerja. Kalau terlambat sedikit saja, pasti sudah terjebak macet.
Mobil yang dikendarai Risma dan Rara pun tiba di rumah. Setelah membayar uang dan mengucapkan terima kasih kepada sopir itu, Risma pun masuk ke rumah.
“Yuk, kita ke dalam. Rara bisa bantu bawa belanjaan yang ini?” tanya Risma sambil memberikan tas belanjaan berwarna merah muda.
“Iya, Tante, bisa. Sini Rara bantu.” Rara dengan sigap mengambil tas belanjaan itu.
Betapa terkejut melihat ruang tamu di rumah Risma yang dindingnya sudah dihias dengan sangat indah, apalagi ada tulisan ‘SELAMAT DATANG RARA’ di atas sofa. Rara menutup mulutnya yang menganga. Rasa haru menyelimuti hati anak itu. Terlihat gadis kecil itu mulai menitikkan air mata. Rupanya dia menangis karena bahagia.
“Makasih Tante.” Rara segera menghamburkan tubuhnya memeluk Risma.
“Iya, Sayang. Mulai saat ini, Rara jadi anak Tante. Jadi, nggak boleh panggil tante lagi, ya. Panggil tante dengan sebutan Bunda.” Risma membelai lembut rambut gelombang Rara.
“Iya, Tan ... eh, Bun.” Rara mencium pipi Risma.
“Ya udah, Rara jangan nangis lagi, ya. Sekarang kita ke kamar Rara, yuk!” ajak Risma dengan menggandeng tangan Rara.
“Nah, ini kamar Rara. Sebelahnya ini kamar Bunda. Yuk masuk!”
Rara kembali dikejutkan dengan dekorasi kamar yang cantik untuknya. Di atas meja belajar ada tulisan nama Rara. Kamar dengan nuansa cat berwarna merah muda mendominasi kamar itu. Di atas tempat tidur ada jam dinding dengan model yang lucu.
“Rara suka nggak sama kamar ini?”
“Suka banget, Bun.” Lagi-lagi gadis kecil itu memeluk tubuh Risma.
“Alhamdulillah, sekarang kita rapikan belanjaan yang tadi, yuk!
Risma dan Rara kini disibukkan dengan merapikan barang-barang belanjaan milik Rara.
🌷🌷🌷
Terdengar suara mobil diparkirkan di halaman rumah. Anwar sudah pulang tepat pukul delapan malam. Terlihat wajahnya yang lelah karena pekerjaan di klinik. Setelah menutup pagar rumah, laki-laki itu masuk dan menyalami istrinya dan juga Rara.
Risma dan Rara yang sedang duduk bersantai di ruang tengah langsung menyambut Anwar.
“Mas, bersihin badan dulu gih, abis itu makan, aku udah masakin makanan kesukaan Mas,” kata Risma sambil membantu membawakan tas.
“Iya, Sayang.”
Setelah badannya segar, Anwar pun ke ruang makan untuk menyantap makan malamnya. Sementara Risma dan Rara hanya menemaninya saja. Pasalnya mereka sudah lebih dulu makan malam.
Selang beberapa menit kemudian, Risma mengantar Rara ke kamar. Gadis kecil itu terlihat mengantuk, jelas saja karena seharian ini setelah berbelanja di mall langsung membereskan semua keperluannya di kamar dan juga membantu Risma memasak di dapur.
Pasangan suami istri itu kini duduk bersantai di ruang tengah. Risma menceritakan kejadian tadi siang. Bagaimana reaksi Rara saat melihat dekorasi di ruang tamu dan juga di kamar barunya. Sementara Anwar bercerita, tadi ketika di klinik, tiba-tiba ibunya menelepon memberitahu kalau sang ayah asam lambungnya sedang tinggi.
“Pantas tadi, Mas wajahnya agak kusut gitu, kayaknya lagi mikirin ayah, ya.”
“Iya, Sayang. Tapi tadi Mas udah bilang ke Mamah untuk buat ramuan alami pencegah sakit asam lambung. Mas kasih tau supaya Mamah segera menumbuk kunyit kering sampai menjadi bubuk. Setelah itu diseduh setengah sendok teh bubuk kunyit dengan air hangat. Bisa juga ditambah madu. Mudah-mudahan setelah minum ramuan alami itu, rasa sakitnya bisa berkurang.”
“Alhamdulillah kalau gitu. Untung Mas-ku ini seorang apoteker. Selain pintar meracik obat-obatan berbahan kimia, juga jago meramu bahan-bahan alami untuk jadi obat.” Risma mengedipkan matanya sambil tersenyum manja.
“Ah, kamu bisa aja.” Anwar menjawil hidung istrinya.
Rara kini bahagia tinggal bersama orang yang menyayanginya. Tinggal di rumah yang lebih baik dari sebelumnya membuat hati gadis kecil itu bersyukur.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
IDENTITY
RomanceRisma Herlina dan Anwar Riyadi hidup harmonis sebagai pasangan suami istri yang menjalani mahligai rumah tangga selama lima tahun. Walaupun begitu, kehidupan mereka masih belum lengkap karena belum juga dikaruniai anak hingga akhirnya memutuskan unt...