BERTEMU SAHABAT

1 0 0
                                    

“Mas, berangkat kerja jam berapa?” Risma pagi-pagi sekali menelepon suaminya setelah semalam dia berjaga di rumah sakit.

“Mas nunggu kamu pulang aja. Kasian kalau Rara ditinggal sendiri di rumah. Kamu pulang jam berapa?”

“Iya, Mas, ini aku lagi siap-siap. Paling setengah jam lagi aku sampai rumah.”

Risma menutup sambungan telepon, lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas. Wanita itu melirik jam yang melingkar di tangan kiri, ternyata jam menunjukkan pukul 6.00, saatnya dia pulang. Setelah merapikan berkas ke dalam loker dan memberikan laporan kepada kepala perawat, dia pun berpamitan dan segera meninggalkan rumah sakit.

Risma memesan ojek dari aplikasi, tubuhnya sudah sangat lelah jika pulang menggunakan kendaraan umum, maka dia lebih memilih untuk naik ojek online. Di pagi hari seperti ini, kondisi jalanan akan banyak kendaraan lalu lalang, karena itulah dia berpikir untuk menghemat waktu dia pulang dengan naik ojek.

Motor dengan plat nomor yang tertera di aplikasi itu sudah sampai di halaman parkir rumah sakit. Risma segera menghampiri sopir, kemudian tanpa mau membuang waktu, dia pun naik. Tidak lupa berpesan agar hati-hati saat berkendara di jalan.
Sopir itu hanya menggangguk dengan sopan.

Tiba di rumah setelah lima belas menit di perjalanan, Risma mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Rupanya Rara yang membuka pintu dengan senyum yang mengembang di bibirnya. Gadis kecil itu tidak lupa mencium punggung tangan Risma.

“Eh, anak Bunda udah cantik gini pagi-pagi. Tadi solat Subuh ‘kan?” Risma melangkah masuk sambil menggandeng tangan anaknya.

“Iya, Bun. Tadi Rara solat bareng Ayah. Kata Ayah, sambil mau ngajarin Rara, makanya Ayah nggak ke mesjid.”

“Alhamdulillah, putri solihah Bunda hebat.” Risma menatap dengan penuh kasih, “sekarang Ayah di mana? Bunda mau bersihin badan dulu, ya. Badan Bunda udah lengket banget, nih. Abis itu baru kita buat sarapan, Rara mau ‘kan bantuin Bunda?” lanjutnya lagi.

“Iya, Bun. Ayah di kamar, kayaknya lagi siap-siap mau berangkat, deh.”

“Ohh ....”

Risma masuk ke kamar, lalu menyimpan tas di atas meja dipan samping tempat tidur. Sebelum masuk kamar mandi, dia menyapa sang suami yang sibuk merapikan kemeja di depan cermin.

“Mas, udah sarapan?” Risma mendekati suaminya sambil menatap wajahnya dari bayangan di cermin.

“Belum, nanti aja di klinik. Soalnya Mas udah kesiangan.” Anwar menoleh ke arah istrinya.

“Ya udah, tapi jangan sampe nggak makan, ya. Nanti mau dimasakin apa?” tanya Risma sambil mengedipkan sebelah matanya genit.

“Apa aja, yang kamu masak pasti aku suka.”

“Oke, siyap.”

Risma lalu mencium punggung tangan suaminya dibalas dengan kecupan hangat di kening dan pipi. Wanita itu tersipu malu. Perlakuan lembut sang suami sejak dahulu tidak pernah berubah. Cinta dan kasihnya seluas Semenanjung Malaka, mungkin lebih dari itu.

Bahkan dirinya tidak akan sanggup membandingkan cinta yang begitu besar dari suami untuknya. Dia sangat bersyukur menjadi pasangan hidup seorang laki-laki berhati lembut, seperti suaminya. Semoga cinta yang bersemi dalam sanubari akan kekal sampai tua nanti dan hanya maut yang bisa memisahkan.

🌹🌹🌹

Penyakit yang diderita Rara jika dilihat dari luar tampak tidak terlalu serius. Padahal sebenarnya anak itu butuh pengobatan untuk mengembalikan ingatannya yang dulu. Dia membutuhkan terapis agar bisa memulihkan memori di kepala, sehingga anak itu bisa mengenali dirinya sendiri dan keluarganya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IDENTITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang