SELAMAT MEMBACA"Mbak," Panggil seseorang dengan suara baritonnya di belakangku. Aku langsung membalikkan badan. Wajahku sedikit mendongak saat menatap wajah pria yang tubuhnya terlalu tinggi itu.
"Iya, Pak. Ada apa ya?" Tanyaku kemudian. Aku berusaha untuk ramah dan senyum meskipun aku sedang dalam keadaan ingin emosi namun ku tahan sejak satu jam yang lalu.
"Apa benar ini dengan nama Ayumi Devi Larasati?"
Alisku mengkerut saat dia menyebutkan namaku dengan lengkap. "iya? Bapak kok tahu nama saya ya?" Aku terus menatap pria itu dari ujung kaki sampai ujung kepala dengan curiga.
Pria itu tersenyum. "Saya Wisnu, saya disuruh Kakek Sastro buat jemput kamu."
Jadi ternyata ini orangnya, orang yang sudah membuatku menunggu sangat lama. Aku mengepalkan tanganku, berusaha untuk mengontrol emosiku agar tidak meledak, apalagi ini di tempat umum.
Aku menghembuskan napas dengan kasar kemudian menatapnya dengan malas. "ya udah, tolong bawa koper gue. Gue capek."
"Oke." Pria itu langsung membawa semua barang-barangku dan memasukkan ke dalam bagasi mobil. Aku yang tak mau menunggu lama langsung masuk ke dalam mobil dan duduk selonjoran di kursi belakang. Akhirnya diriku bisa rebahan meskipun di dalam mobil.
Pria itu kemudian membuka pintu mobil lalu masuk dan duduk di kursi pengemudi. Kemudian noleh ke belakang dan melihat ke arahku.
Aku mengangkat kepalaku untuk melihat wajahnya yang menjengkelkan itu. "Kenapa liatin gue gitu?" Tanyaku tidak suka dengan mata melihat ke arahnya.
Dia tersenyum."Tidak ada, saya hanya ingin memastikan saja."
"Gak jelas anda." Aku kembali menaruh kepalaku dengan tangan sebagai bantal.
Sepanjang perjalanan pikiranku terus memikirkan tentang dirinya. Bertahun-tahun aku menyukainya namun dia justru melamar perempuan yang tak lain adalah sepupuku sendiri. Itu sebabnya aku lebih memilih pergi untuk melupakannya. Ahsudahlah Ayumi, lupakan dia, dia tuh gak pantes buat lo. Lo harus bisa move on dari dia.
"Ay."
Ada apalagi dengan pria ini."Hm."
"Ay." Dia memanggilku lagi. Setahuku semua orang yang bekerja di rumah Kakek tidak pernah memanggilku seperti ini. Berani sekali dia memanggilku seperti itu.
"Apaan?"
"Cuma manggil aja."
Aku memutarkan bola mataku dengan jengah. Daripada mengajaknya debat, lebih baik aku tutup mata saja demi kesejahteraan dan keamanan badan.
Sesampai di rumah Kakek, aku turun dari mobil. Terlihat Kakek sudah berdiri menungguku di depan teras rumah, seperti pada umumnya aku menyalami tangan keriput pria itu sebagai tanda menghormatinya. Jujur, aku memang tidak pernah ke rumah ini, kecuali jika nenek menyuruhku kesini. Namun tak ku sangka 6 bulan yang lalu nenek telah meninggalkan kita semua untuk selamanya.
"Tumben kamu ke rumah Kakek? Biasanya kan nunggu disuruh dulu sama nenekmu."
"Kangen aja sama nenek, makanya kesini. Eh, sama kakek juga kok. Hehehe." Aku berusaha untuk memasang wajah ramah dan senyum.
"Kek, aku sementara tinggal disini ya? Cuma satu bulan aja kok, gak sampai setahun. Ya ya ya?"
Kakek melihat ke lain arah."Mau nolak, tapi sadar kalo sama cucu sendiri."
"Yeeeee! Hore! Assekk! Mahok!" Entah apa saja kata-kata aneh yang ku ucapkan saking senangnya. Hingga tak sengaja aku melihat laki-laki itu tertawa kecil melihat ke arahku.
"kenapa liat-liat?" Tanyaku langsung dari jauh, pria itu hanya tersenyum dan geleng-geleng sebelum fokus dengan ponselnya.
"Tapi ada satu syarat."
Aku menoleh ke arah Kakek. "Apa?"
"Jika ingin tinggal disini, kamu harus mematuhi aturan disini. Jangan seenaknya sendiri. Kamu paham?" Ucap Kakek dengan nada tegas.
"Siap! Ayumi akan mentaati semua aturan di rumah ini." Ucapku yakin sembari hormat di depannya.
"Ya sudah. Kakek pergi dulu." Kakek lalu berjalan pergi meninggalkanku.
"Oke." Kemudian aku pun menoleh melihat kemana arah Kakek pergi, aku melihat pria itu ternyata masih berdiri bermain ponsel setelah membantu membawa koperku dari bagasi mobil.
"Wisnu, apa kamu bisa antarkan saya?" Tanya Kakek pada pria bernama Wisnu itu. Aku baru tahu jika Kakek sudah mempunyai supir pribadi baru yang bernama Wisnu.
"Bisa, Kek."
Kakek tersenyum sesekali menepuk pundak Wisnu sebelum masuk ke dalam mobil.
"Liat apa, Mbak?"
Aku tersadar dan menoleh ke arah Budhe Jum, asisten rumah tangga yang bekerja disini dari aku masih kecil hingga sekarang. "Gapapa, Budhe. Liat Kakek aja. Itu supir barunya ya?"
"Loh, kok supir toh?" Budhe Jum malah tersenyum. "Itu bukan supir. Itu Mas Wisnu, cucu dari temannya Kakekmu, tapi temannya itu sudah Almarhum."
"Oh, Gitu ya?" Aku terus melihat pria itu menyusul masuk ke mobil, hingga mobil itu berjalan keluar gerbang rumah. Ternyata dia cucu dari teman Kakek. "Kok keliatannya akrab banget ya?"
"Mas Wisnu itu sering ikut Kakeknya kesini. Makanya meskipun Kakeknya sudah meninggal dia tetap kesini untuk menjenguk Kakekmu, udah dianggap seperti cucu sendiri."
Aku mengangguk-angguk paham. Jadi ini ceritanya Kakek sudah mempunyai cucu baru lagi selain aku dan sepupu-sepupuku. Oke, tidak apa.
"Ya sudah, aku mau ke kamar dulu ya, Budhe. Capek banget, pengen rebahan."
"Mau Budhe buatin minuman?"
"Boleh. Es jeruk ya, Budhe. Ada kan? Sama camilan, terserah deh, kacang atau apa gitu gapapa deh."
"Siap. Ada kok. Kalo gitu Budhe ke dapur dulu."
"Oke."
Budhe Jum kemudian pergi meninggalkanku untuk membuat es jeruk kesukaanku. Budhe Jum memang pengertian. Aku jadi teringat Mama sama nenek. Mama sekarang lagi apa ya? Telponnya nanti aja kali ya. Kalau nenek, hm apakah dia baik-baik saja?
Saat berjalan melewati ruang tamu mataku tak sengaja melihat foto Kakek dan nenek saat masih muda. Ku langkahkan kakiku menuju kesana hingga aku bisa melihatnya dengan sangat jelas di depan mataku. Foto ini masih dipajang juga ternyata.
Tanpa sadar bibirku tersenyum melihat foto mereka berdua. Pasangan yang serasi. Kakek yang memakai seragam kebanggaan nya dan disampingnya ada wanita dengan senyum manisnya seperti senyumku, dialah nenek yang sangat aku sayang. Yap, wajah kita berdua memang mirip. Senyum kami pun sama. Tak heran jika Kakek selalu membandingkan diriku dengan Almarhum nenek.
Nenek itu orangnya lemah lembut, sabar, pengertian, dia selalu menasehatiku dengan suara lembutnya. Sedangkan aku, aku tidak bisa sepenuhnya seperti nenek, aku dikenal sebagai anak yang pecicilan, bar-bar. Yah, aku sadar itu. tapi meskipun begitu aku juga tahu etika yang baik.
"Wajahmu mirip ya dengan nenek Lastri."
Aku menoleh ke belakang. Mataku langsung melihat keberadaan Wisnu yang berada di belakangku.
"Iya kan? Mirip." Dia melihatku kemudian melihat ke arah foto itu.
Aku menatapnya dengan sangat malas. "Ya iyalah, kan gue cucunya."
***
Gimana menurut kalian?
Jangan lupa vote dan komentarnya yak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Akan Kukejar Mbahmu
Teen FictionGenre : Romance dan Comedy Kisah tentang perempuan bernama Ayumi yang pergi ke rumah Kakeknya demi untuk melupakan sang pujaan hati yang nyatanya justru melamar sepupunya sendiri. Tak disangka di rumah Kakeknya, dirinya bertemu dengan Wisnu, pria y...