Dua 👴🏃

2 2 0
                                    


Malam ini aku memilih untuk tetap berada di kamar. Aku lebih memilih merebahkan badan di ranjang sambil bermain ponsel daripada harus keluar kamar lalu bertemu dengan Wisnu dengan senyum andalannya itu.

Tok! Tok!

"Mbak, disuruh Kakek ke bawah. Ditungguin di meja makan," ucap Budhe Jum dari luar kamar.

"Iya, Budhe! Bentar!" Aku menaruh ponselku lalu beranjak dari tempat tidur. Aku membenarkan ikatan rambutku sejenak di depan cermin sebelum keluar dari kamar.

Aku berjalan menuruni tangga menuju meja makan yang berada tak jauh dari dapur. Aku memasang wajah malas saat di sana ternyata tidak hanya ada Kakek, namun ada Wisnu juga. Astaga, lagi-lagi aku melihatnya, sangat memperburuk pemandangan di meja makan.

Tanpa berkata-kata aku langsung menarik kursi dan duduk disana. Aku langsung mengambil piring kemudian mengambil nasi dan lauk pauk yang aku suka. Kakek hanya menatapku sejenak sebelum menyuruh kita untuk berdoa sebelum makan.

"Yum," panggil Kakek setelah menaruh gelas di atas meja makan.

"Ada apa, Kek?"

"Kata mamamu kamu sudah lulus kuliah."

"Iya."

"Kalau kamu pengen kerja disini. Nanti bisa di bantu dengan Wisnu. Bisa kan, Nu?"

Aku melirik pria itu tersenyum dan mengangguk. "Insha Allah, Kek."

"Gak usah, Kek. Aku disini cuma pengen liburan aja kok. Nanti aku kerja di Jakarta aja. Soalnya Mama maunya aku kerja di tempat yang deket-deket aja," ucapku sedikit berbohong di akhir kalimat.

"Ya sudah kalo gitu. Tapi kalo kamu butuh kerja kamu bisa minta tolong sama Wisnu. Nanti dia bantu."

"Iya, gak perlu kok, Kek."

Kakek menoleh ke arah Wisnu."Nu, kamu beneran gak tidur disini? Sudah disiapkan sama Budhe Jum tadi, biar gak capek-capek."

Aku menoleh ke arah pria itu. Kakek terlihat perhatian sekali dengan Wisnu. Dengan cucunya sendiri aja galak banget, giliran dengan cucu temannya perhatiannya kebangetan.

"Tidak perlu, Kek. Barusan Bunda menyuruh saya buat pulang ke rumah."

"Oh, gitu ya."

Pria itu kemudian beranjak berdiri lalu berjalan menuju Kakek. "Kek, saya pamit pulang. Besok saya ada urusan pekerjaan penting, jadi sementara saya tidak bisa kesini, mungkin lusa insha Allah saya akan kesini lagi. Lagian disini juga ada Ayumi, cucu Kakek." Pria itu menatapku sekilas lalu menatap Kakek.

"Hm, ya sudah. Hati-hati di jalan."

"Iya, Kek. Saya pergi dulu, Assalamualaikum." Wisnu mencium punggung tangan Kakek, namun setelah itu sebelum pergi dia melihat ke arahku dan tersenyum."Ay, saya pulang dulu ya?"

"Iya, waalaikumsalam."

'Pulang aja lu sono! Kalo bisa gak usah balik lagi sekalian.' batinku.

"Ayumi, kamu yang cuci piring," perintah Kakek begitu saja padaku.

"Aku, Kek?" Tanganku menunjuk ke arah diriku sendiri.

"Iyalah, memang Ayumi siapalagi kalo bukan kamu."

Namun tak kusangka Budhe Jum datang bagaikan pahlawan. "Saya aja yang cuci piring. Biar Mbak Ayumi yang istirahat di kamar."

Ini aku baru setuju dengan ucapan Budhe Jum. Budhe Jum memang sangat baik. Aku padamu, Budhe.

"Jangan, gak perlu. Biar Ayumi saja yang cuci piring. Saya tahu di rumah dia sangat dimanja sama ibunya. Biar dia ngerti seperti apa mencuci piring. Yumi, Kamu bilang sudah bersedia kan sama kakek, akan menuruti semua aturan yang berada di rumah ini. Dan yang membuat peraturan di rumah ini adalah Kakek. Jadi selama satu bulan ini setelah makan malam maupun sarapan pagi, kamu yang cuci piring. Kemudian, temani Budhe Jum berangkat ke pasar, bantu Budhe Jum masak juga. Beres-beres kamar sendiri. Cuci baju sendiri. Kakek pergi dulu." Setelah itu Kakek pergi begitu saja meninggalkanku.

Aku melongo sebelum akhirnya sadar karena Budhe Jum memanggilku. Astaga, aku telah mempersulit hidupku sendiri dengan tinggal di rumah Kakek. Tahu begitu aku tidak akan kesini. Tapi tidak apa, aku bisa melakukan ini semua. Akan kutunjukkan pada dunia jika Ayumi bisa melakukan ini semua.

Tanpa basa-basi aku langsung mengambil piring-piring dan gelas di atas meja makan. Kulihat Budhe Jum terlihat agak kaget melihatku seperti ini. "Mbak Ayumi, biar Budhe saja yang cuci piring."

"Gapapa, Budhe. Aku bisa kok." Aku langsung membawa piring dan gelas itu ke dapur, dibantu juga dengan Budhe Jum.

Budhe Jum terdiam saat melihatku mencuci piring tanpa rasa jijik. Namun setelah itu Budhe Jum tersenyum. Akan kutunjukkan siapa Ayumi yang sebenarnya. Sebenarnya aku bisa saja melakukan pekerjaan rumah seperti ini, hanya saja aku jarang mempraktekkan.

"Udah selesai," ucapku bangga sambil mengeringkan tanganku dengan kain.

"Budhe seneng liat Mbak Ayumi bisa cuci piring."

Aku hanya tertawa pelan.

"Ini Budhe bikinin es jeruk nipis. Pasti capek sekali."

Aku tertawa pelan, lalu mengambil gelas itu. "Makasih, Budhe," ucapku sebelum meneguk minuman itu. Mungkin Budhe Jum berpikir aku akan merasa sangat kelelahan, padahal aku tidak selemah itu. Sepertinya Budhe Jum menyamakanku dengan sepupu-sepupuku yang manja itu.

"Biasanya yang suka bantu Budhe itu Mas Wisnu."

Aku seketika terdiam sejenak, apa Wisnu disuruh cuci piring juga oleh Kakek? "Disuruh Kakek?" Tanyaku penasaran.

"Enggak. Mas Wisnu memang gitu. Suka bantu-bantu disini padahal gak disuruh sama Bapak. Apalagi kalo dia nginep disini, kemanapun Bapak pergi, pasti di anter sama Mas Wisnu."

Oh, jadi ini Kakek menyuruhku melakukan ini semua untuk menggantikan posisinya si Wisnu. Bahkan sepertinya dia juga sering tidur di rumah ini. Aku memasang wajah datar, untung saja stok kesabaranku masih banyak.

"Gitu ya?"

"Iya. Mbak, Mas Wisnu tadi jadi tidur disini apa tidak?"

Aku memasang wajah malas. "Oh, tadi dia pulang. Sementara besok gak balik lagi kesini. Lusa dia kesini lagi."

Ekspresi Budhe Jum seketika berubah jadi sedih, sepenting itu kah kehadiran seorang Wisnu? "Padahal tadi masih ada kamar kosong. Udah Budhe bersihin, sudah rapi, disuruh Bapak tadi. Tapi gapapa deh."

"Emang biasanya tidur dimana?" Tanyaku sekedar basa basi, biar gak diem-dieman di dapur.

"Tidur di kamar yang sekarang di tempati Mbak Ayumi."

"Lah?" Ucapku secara spontan.

"Iya, Mas Wisnu selalu tidur di kamar itu. Terus kemarin Bapak bilang, kalo Mbak Ayumi mau tinggal disini dan pengen di kamar itu. Akhirnya ya sudah, mendengar itu Mas Wisnu akhirnya memutuskan buat ambil barang-barangnya di kamar, sekarang barang-barangnya ada di kamar yang satunya, sudah Budhe bersihin tapi ternyata gak jadi. Gapapa deh," ucap Budhe Jum dengan ekspresi sedihnya.

Mendengar penjelasan panjang lebar dari Budhe Jum. Tiba-tiba aku kepikiran kejadian satu hari sebelum berangkat ke rumah ini.

"Ma, besok ini aku mau ke Surabaya. Ke rumah Kakek."

"Tumben kamu, Ay? Bukannya kamu gak suka kalo kesana? Kok dadakan?"

"Gapapa, kangen aja sama Nenek."

"Ya udah, nanti Mama bilang ke Kakek kalo kamu mau tinggal disana."

"Bilangin ke Kakek, aku mau tinggal disana selama satu bulan. Pokoknya aku mau tidur di kamar pojok yang ada di atas."

"Kamu kenapa sih, Ay? Tumben banget. Pakek acara milih kamar segala."

"Gapapa."

Waktu itu aku benar-benar kecewa dan sangat sakit hati. Aku tidak ingin Mama dan Papa tahu jika anaknya ini sedang patah hati. Itu sebabnya aku pergi kesini sekaligus untuk melupakan dia.

"Budhe," panggilku.

"Iya?"

"Itu spreinya udah diganti kan, sama sarung bantal, guling, selimutnya?" Tanyaku, jangan sampai aku tidur dengan bau keringat dan iler Wisnu.

Budhe Jum tersenyum dan mengangguk, "Sudah kok."

Seketika aku bersyukur dalam hati. "ya sudah kalo gitu."

***

Jangan lupa vote dan komentarnya yak

Akan Kukejar MbahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang