Empat 👴🏃

3 1 0
                                    


Entah apa yang terjadi padaku. Sudah dua hari ini aku mengalami demam. Aku memilih untuk tetap istirahat di kamar dengan balutan selimut.

"Ay, kamu kok gak bilang sih sama Mama kalo kamu lagi sakit. Mama kesana ya? Kita pulang ke Jakarta. Mama gak mau kenapa-napa," ucap Mama diseberang sana.

Budhe Jum yang berada di dekatku hanya tersenyum sambil menyuapiku. "Gak usah, Ma. Aku baik-baik aja kok. Ada Budhe Jum disini. Bentar lagi juga sembuh. Kan ini belom satu bulan, Ma. Aku gapapa, Ma. Beneran." Jawabku lalu membuka mulut untuk menerima suapan dari Budhe Jum.

"Iya, tapi Mama tuh khawatir sama kamu."

"Aku gapapa. Beneran gapapa."

"Ya sudah, kalau ada apa-apa bilang sama Mama ya? Lain kali kalo lagi sakit bilang ke Mama. Jaga diri kamu baik-baik, Mama sayang kamu. Mama tutup dulu ya. Assalamualaikum."

"Iya. Waalaikumsalam." Aku kembali menaruh ponsel itu di atas nakas.

"Budhe, udah."

"Tinggal dikit lagi, Mbak. Biar cepet sembuh." Budhe Jum menunjukkan mangkuk bubur yang tinggal sedikit. Tapi sayangnya aku sudah tidak nafsu makan. Aku bosan memakan makanan seperti ini.

Aku menggeleng. "Mia ayam, Budhe. Soto kek, nasi goreng kek, seblak kek."

"Iya, nanti kalo udah sembuh. Dihabisin dulu ya? Kalo udah sembuh, boleh makan apa aja."

"Hallo, Ay." Sapa cewek dari pintu. Aku menarik sebelah alisku, aku memiringkan kepalaku untuk melihat siapa dia.

Aku hanya memasang wajah malas saat mengetahui siapa dia, siapalagi kalau bukan Kayla. Cewek itu melangkahkan kakinya ke arahku. "Kamu udah sembuh?" Tanyanya.

"Hm."

"Assalamualaikum." Ucap seseorang. Aku seperti mengenal suaranya.

"Waalaikumsalam."

Aku menahan napas saat melihat sosok pria itu lagi. Bagas, pria yang sangat ingin kujauhi namun nyatanya kini aku bertemu dengannya lagi. Aku memilih untuk menatap mangkuk bubur. Tak kusangka ternyata ada Wisnu juga disini. Apakah Wisnu tahu jika pria yang pernah berada di layar ponselku itu adalah Bagas?

"Gimana kabar kamu, Ay?" Tanya Bagas padaku.

"Alhamdulillah, agak mendingan," ucapku tanpa melihat ke arahnya. Budhe Jum terus saja menyuapiku. hingga saat aku mengambil gelas, ternyata gelas itu kosong, bahkan tekonya juga kosong.

"Mas." Ucapku spontan.

"Iya." Jawab Wisnu dan Bagas bersamaan. Kemudian mereka berdua saling pandang sejenak.

"Maksudku Mas Wisnu. Mas, tolong ambilkan air putih."

"Oke, tunggu sebentar." Wisnu langsung mengambil teko dan keluar dari kamar.

"Sayang, ayo kita keluar yuk. Biar gak gangguin Ayumi. Yum, cepet sembuh ya."

"Ya." Jawabku singkat. Mereka berdua pergi keluar kamar. Sesekali aku menatap punggung tegap hingga sosok itu menghilang.

"Ayo, Mbak. Kurang satu lagi."

Aku memasang wajah malas. "yaelah." Aku langsung membuka mulutku dan mengunyah suapan terakhir.

"Pinter. Budhe ke dapur ya? Jangan lupa obatnya diminum. Biar cepet sembuh."

"Iya."

Kemudian Budhe Jum pergi, aku hanya diam saja duduk di atas tempat tidur. Otakku masih saja memikirkan Bagas, padahal Bagas jelas-jelas mencintai Kayla daripada aku. Aku memang bodoh. Harusnya aku sadar diri saat itu. Sekarang susah sekali untuk menghilangkan prasaan ini.

Akan Kukejar MbahmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang