Desire

264 31 2
                                    

Kedua mata beriris biru langit itu bersembunyi dibalik kelopak matanya, menikmati tetes demi tetes air hangat yang menghujam wajah tampannya. Tangan kirinya menyusuri surai pirangnya yang basah oleh shower diatasnya, menyapu produk rambut berbau mint yang masih tersisa. Bau mint bukanlah aroma favoritnya, ia lebih menyukai aroma segar seperti citrus. Namun sepertinya aroma mint telah membuatnya kecanduan asalkan berasal dari sosok tertentu.

Sasuke.

Bibirnya melengkungkan senyum tipis. Kedua matanya terbuka, menampilkan sorot mata yang menerawang jauh. Bahkan hanya dengan memikirkan namanya saja, otak Naruto secara otomatis menggambarkan sosok itu dalam pikirannya. Sosok yang benar-benar nyata. Bukan hanya ada di pikirannya. Tidak seperti dia. Naruto menurunkan tangannya, menatap tangan kirinya. Tidak ada apa-apa disana, bersih. Toh ia memang sedang mandi. Namun yang Naruto lihat adalah merah. Darah. Darah dari seorang Yamanaka Ino. Ino tidak nyata. Ia hanyalah perempuan yang menggantikkan sosok ibunya. Gambaran sempurna yang ada di kepalanya selama lampu di ruangan itu mati. Lagipula gadis itu tidak menolak memainkan perannya. Apakah itu empaty? Kasihan? Tanggung jawab? Atau memang gadis itu menderita stockholm syndrome? Entahlah Naruto bahkan tidak berniat untuk peduli.

Namun entah mengapa saat itu ia tidak bisa melihat wanita itu sebagai ibunya lagi. Apa karena Sasuke? Karena ada sosok lain yang terasa begitu nyata dan membutuhkan perlindungannya? Bukan sosok palsu yang sebenarnya sudah mati. Ataukah ia marah karena terlalu khawatir jikalau Ino mengatakan sesuatu yang tidak-tidak pada Sasuke? Sasuke memang memiliki ekspresi yang datar, maka jika ada sedikit saja perubahan dalam air mukanya, maka Naruto akan mengetahuinya. Tanpa sadar Naruto mengetuk-ketukkan jari telunjuknya pada tembok di depannya dengan keras, membuatnya mendesis ngilu. Dilihatnya jarinya yang satu itu. Merah di bagian ujungnya.

Awalnya itu adalah kode. Dengan keadaan ibunya yang hanya bisa mengandalkan telinga, tentu ia membuat kode khusus yang hanya bisa dipahami mereka berdua. Dua ketukan berarti Naruto yang ada di depan pintu. Ketukkan berkali-kali itu berarti ibunya harus mengunci pintu. Entah karena ayahnya sedang dalam keadaan mabuk, atau sedang membawa simpanannya ke rumah mereka. Namun seiring waktu semua itu menjadi kebiasaan.

Naruto menyeka tubuh basahnya dengan handuk kemudian melilitkannya di pinggangnya. Baru saja ia keluar dari kamar mandi untuk meminjam pakaian ke Sasuke, namun kedua matanya dikagetkan dengan Sosok pasiennya yang terlihat limbung dan ambruk seketika.

"Sasuke!"

...

"Dalam situasi seperti ini orang pertama yang kucurigai adalah caretaker dari pasien buta sepertimu,"

Kedua mata hitam itu terbuka lebar. Tubuhnya terduduk secara otomatis dengan detak jantung yang berpacu cepat, "Hei.. hei.. hei... tenang Sasuke," ucap Naruto sembari memeluk tubuh yang dipenuhi keringat dingin itu. Kedua lengan kekarnya menarik tubuh Sasuke mendekat, kemudian memposisikannya tubuh kecil itu untuk berbaring kembali. Mereka berdua kini tengah berbaring di ranjang besar Sasuke. Seperti janjinya tadi, Naruto akan menemani Sasuke malam ini. Atau mungkin malam-malam selanjutnya, selama pemuda itu mengijinkan, "Bagaimana perasaanmu?" tanya Naruto begitu menrasakan nafas Sasuke sudah mulai tenang. Mimpi buruk, itulah tebakkan Naruto. Entah mimpi apa yang dilihat Sasuke di alam bawah sadarnya, namun sepertinya cukup menakutkan sehingga membuat wajah pucat itu terlihat tegang. Setidaknya itulah yang ada di pikiran Naruto.

"Kau...masih disini?" tanya Sasuke berusaha menahan getaran dalam suaranya.

"Ya, aku sudah berjanji akan menemanimu kan?" ucap Naruto semakin mengeratkan pelukkannya di pinggang Sasuke, "Jadi?" lanjutnya menuntut penjelasan.

Sasuke menahan hembusan nafasnya. Berusaha menormalkan jantungnya. Sedikitnya ia merasa wa-was seandainya lengan yang melingkari tubuhnya itu bisa merasakan degup di dadanya yang semakin menggila, "Bukan apa-apa," jawabnya akhirnya.

Red FlagTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang